Liputan6.com, Jakarta - Beberapa ahli menilai pengurangan masa kerja menjadi 32 jam dalam seminggu adalah langkah maju dalam upaya memperjuangkan keseimbangan kehidupan bagi para pekerja ke arah yang lebih baik.
Menurut Karen Foster profesor sosiologi di Universitas Dalhousie di Halifax, sulit membayangkan hal tersebut bisa diadopsi hingga seluruh dunia lantaran kita telah terbiasa dengan aturan waktu kerja hingga 40 jam.
Baca Juga
Pada pertengahan September 2023, serikat pekerja United Auto Workers (UAW) dan tiga serikat pekerja di Amerika Serikat -- Ford Motor Company, General Motors, dan Stellantis -- melakukan pemogokan.
Advertisement
Salah satu tuntutan mereka adalah pengurangan durasi kerja. Tetap dibayar gaji full, meskipun hanya bekerja selama 32 jam, dikutip dari laman cbc.ca, Senin (12/2/2024).
Foster mengatakan, beberapa orang mungkin sulit membayangkan dibayar dengan gaji yang sama tapi pekerjaan yang lebih sedikit. Namun, menurutnya hal ini berkaitan dengan masalah produktivitas.
“Gerakan empat hari kerja dalam seminggu sangat berkaitan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa dalam situasi tertentu, bisa mencapai tingkat produktivitas yang sama dalam durasi kerja yang lebih singkat.”
Mengurangi kelelahan, meningkatkan kesehatan hingga beberapa manfaat lain akan dirasakan jika manusia bekerja empat hari dalam seminggu, kata Foster.
“Pekerja tiba di tempat kerja dengan kondisi pulih. Mereka tidak perlu lagi istirahat di tempat kerja,” katanya.
"Dan saya pikir akan banyak orang yang dapat menyelesaikan lebih banyak pekerjaan ketika berada di bawah kendali dibandingkan jika Anda memiliki tenggat waktu yang sangat panjang."
Namun, ada Matt Juniper, salah satu pendiri Praxis PR yang berbasis di Toronto, awalnya merasa skeptis terhadap aturan kerja empat hari dalam seminggu.
Setelah melihat data, Juniper memutuskan untuk mencoba hal tersebut selama enam bulan.
Penerapan di Perusahaan
Perusahaannya menerapkan model kerja yang membayar 100 persen upah untuk 80 persen pekerjaan, sehingga karyawannya akan dibayar upah penuh, meski hanya empat hari dalam seminggu.
Karyawan Juniper bekerja dengan jadwal yang berbeda-beda. Beberapa pekerja dijadwalkan dari Senin hingga Kamis sementara yang lain dijadwalkan pada Selasa hingga Jumat.
Setelah mempelajari banyak penelitian, data, dan mulai memetakan seperti apa kerja empat hari dalam seminggu, ia sangat terkesan dengan hasilnya sehingga perusahaannya mengadopsi cara ini secara permanen.
Juniper mengatakan, ada beberapa pengukuran yang mereka gunakan untuk memastikan model tersebut berhasil, termasuk hasil bisnis, kepuasan klien, dan kepuasan karyawan.
"Saya melihat peningkatan signifikan dalam perubahan pada metrik inti tersebut dan orang-orang merasakan semangat baru terhadap apa yang kami lakukan,” katanya.
Advertisement