Liputan6.com, Jakarta - Ibrahim Hasouna (30) berjalan dengan susah payah melewati puing-puing rumah yang hancur. Ia menunjukkan di mana ibu dan saudara iparnya biasa tidur.
Bahkan, di antara puing-puing tersebut ia menujukkan lokasi yang biasa dijadikan keponakannya untuk bermain.
Seluruh keluarganya kini meninggal, yang meliputi orang tua, dua saudara laki-lakinya dan istri serta tiga anak.
Advertisement
Rumahnya hancur menjadi puing-puing akibat rentetan serangan udara dari pesawat tempur Israel yang terbang melintasi Rafah sebelum fajar pada Senin (12/2).
Setidaknya 74 warga Palestina tewas dalam pemboman tersebut, yang meratakan sebagian besar bangunan dan tenda yang menampung banyak keluarga.
Di antara para korban tewas terdapat 27 anak-anak dan 22 wanita, menurut Kantor Hak Asasi Manusia Palestina, dikutip dari laman cbc, Rabu (14/2/2024).
Serangan Israel sejak 7 Oktober 2023 menimbulkan banyak korban jiwa. Baik perempuan maupun anak-anak.
Dilaporkan lebih dari 12.300 anak-anak dan remaja Palestina tewas dalam konflik tersebut, kata Kementerian Kesehatan Gaza.
Ibrahim, orang tuanya dan saudara laki-lakinya tiba di Rafah satu bulan lalu. Padahal, pilihan untuk pindah adalah salah satu langkah dari berbagai upaya mereka untuk menghindari konflik di Gaza utara.
Mereka menyewa sebuah rumah kecil satu lantai di sisi timur Rafah.
“Saya dekat dengan mereka,” kata Ibrahim saat mengenang anak-anak, saudara laki-lakinya dan orangtuanya.
Israel Tetap Salahkan Hamas
Di sisi lain, Israel malah menyalahkan Hamas atas kematian warga sipil di Rafah. Israel mengatakan, pemboman itu dilakukan untuk melindungi pasukannya saat mereka mengeluarkan dua sandera Israel.
Militer Israel belum berkomentar mengapa lokasi tertentu di Rafah menjadi sasaran serangan tersebut.
Namun, para pejabat Israel menyalahkan Hamas karena menyebabkan korban sipil lantaran beroperasi di jantung daerah pemukiman.
Besarnya pertumpahan darah akibat serangan tersebut telah meningkatkan kekhawatiran tentang apa yang mungkin terjadi jika Israel melanjutkan ancaman serangan darat militer di Rafah.
Kota Rafah dan sekitarnya kini menampung lebih dari separuh populasi Jalur Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa setelah ratusan ribu orang mengungsi ke sana.
Advertisement
Israel Bebaskan 2 Sandera Usai Serang Rafah di Gaza Selatan
Israel mengatakan dua sandera laki-laki berhasil diselamatkan dalam serangan ke Rafah. Menurut militer Israel kedua pria itu berada dalam kondisi kesehatan yang baik.
Sebelumnya, Bulan Sabit Merah Palestina mengumumkan Rafah sedang diserang dan sejumlah korban jiwa berjatuhan.
Dalam pernyataannya di media sosial, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyebutkan bahwa selama operasi gabungan antara IDF, ISA (Badan Keamanan Israel atau Shin Bet), dan Polisi Israel, dua sandera Israel dari Kibbutz Nir Yitzhak diselamatkan. Mereka adalah Fernando Simon Marman (60) dan Louis Har (70). Demikian seperti dilansir BBC.
Para sandera yang diselamatkan dibawa ke Sheba Medical Center di Israel tengah untuk menjalani pemeriksaan.
Respons Otoritas Israel
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menggambarkan operasi penyelamatan itu mengesankan.
"Kami akan terus memenuhi komitmen kami untuk mengembalikan orang-orang yang diculik, dengan cara apa pun," tegas Gallant.
Media Israel melaporkan bahwa para sandera ditahan di lantai dua sebuah gedung di Rafah.
Armon Aek, penjabat direktur di Sheba Medical Center, mengonfirmasi keberadaan dua sandera dengan menuturkan, "Saya sangat senang mengumumkan bahwa malam ini, dua sandera yang dibebaskan telah mendarat di sini."
"Mereka diterima di UGD. Pemeriksaan awal dilakukan oleh staf UGD kami dan kondisinya stabil."
Advertisement