Liputan6.com, Beijing - China adalah salah satu negara termahal di dunia untuk membesarkan anak, dibandingkan dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapitanya, demikian hasil studi sebuah lembaga kajian terkemuka China pada Rabu (21/2).
Studi tersebut menyajikan data mengenai waktu dan biaya peluang bagi perempuan yang memilih untuk membesarkan anak di negara tersebut.
Baca Juga
Laporan UNICEF: Jumlah Anak-anak di Haiti yang Direkrut Kelompok Bersenjata Naik 70 Persen
Cegah Diabetes pada Anak, IDAI Sarankan Pemerintah Atur Takaran Gula dan Cantumkan pada kemasan Makanan
27 November 2000: Kematian Tragis Damilola Taylor, Bocah 10 Tahun yang Tewas Ditusuk Pisau Usai Pulang Sekolah
Menurut laporan Institut Penelitian Populasi YuWa yang berpusat di Beijing, biaya membesarkan seorang anak hingga usia 18 tahun di China dibandingkan dengan PDB per kapita, mencapai sekitar 6,3 kali lipat.
Advertisement
Sementara itu biaya di Australia mencapai 2,08 kali lipat, di Prancis sebesar 2,24 kali lipat, di Amerika Serikat (AS) mencapai 4,11 kali lipat, dan di Jepang mencapai 4,26 kali lipat, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (22/2/2024).
Membesarkan anak juga menyebabkan berkurangnya jam kerja dan tingkat upah perempuan, sementara mata pencaharian laki-laki sebagian besar tidak berubah.
“Karena lingkungan sosial di China pada saat ini tidak mendukung kesuburan perempuan, biaya waktu dan peluang bagi perempuan untuk memiliki anak terlalu tinggi,” kata laporan tersebut, yang ditulis bersama oleh Liang Jianzhang, pendiri situs perjalanan online Ctrip dan lembaga YuWa.
"Karena alasan-alasan seperti tingginya biaya melahirkan dan sulitnya bagi perempuan untuk menyeimbangkan antara keluarga dan pekerjaan, rata-rata kesediaan untuk memiliki anak di China adalah yang paling rendah di dunia,” kata studi itu.
Penurunan Jam Kerja
Laporan tersebut muncul setelah populasi China turun selama dua tahun berturut-turut pada 2023 dengan jumlah kelahiran baru merosot menjadi sekitar setengah dari jumlah kelahiran pada 2016.
Semakin banyak perempuan yang memilih untuk tidak memiliki anak karena tingginya biaya perawatan anak, dan keengganan untuk menikah atau menunda karier mereka, sementara diskriminasi gender juga masih merajalela.
Perempuan umumnya mengalami pengurangan jam kerja sebesar 2.106 jam ketika mengasuh anak berusia 0-4 tahun dan diperkirakan kehilangan upah sebesar 63.000 yuan atau sekitar Rp137 juta pada periode tersebut, kata laporan tersebut, dengan asumsi upah per jam sebesar 30 yuan atau Rp65.250 per jam.
Advertisement
Penurunan Upah Kerja Perempuan
Memiliki anak juga akan menyebabkan penurunan upah perempuan sebesar 12-17 persen, kata laporan itu. Waktu senggang akan berkurang 12,6 jam untuk ibu dengan satu anak berusia 0-6 tahun dan 14 jam untuk dua anak.
YuWa mengatakan pentingnya kebijakan nasional untuk mengurangi biaya melahirkan, termasuk pemberian subsidi dan pemotongan pajak, perbaikan layanan penitipan anak, cuti hamil dan ayah yang setara, akses pengasuh asing, fleksibilitas kerja, dan hak reproduksi yang sama bagi perempuan lajang dan yang sudah menikah.
Menurut laporan tersebut, langkah-langkah tersebut jika diterapkan secara bersamaan diperkirakan akan dapat menggenjot angka kelahiran baru menjadi sekitar 3 juta di China.
Pada 2023, tingkat kesuburan total di China hanya akan menjadi sekitar 1,0, salah satu yang terendah di dunia.