Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah perusahaan rintisan, atau yang lebih akrab dikenal sebagai start up di Tanah Air, menyatakan siap untuk melakukan kolaborasi dan mewujudkan potensinya terhadap perekonomian global. Hal ini disampaikan Penasihat Diplomasi Ekonomi Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu RI) Dindin Wahyudin.
"Ini merupakan cerminan komitmen kami untuk mendorong kolaborasi dan inovasi dalam lanskap digital yang terus berkembang," ujar Dindin dalam acara "Start Up Talks: Igniting Indonesia-Europe Collaborative Opportunities" yang digelar oleh Kemlu RI di Hotel Shangri-La, Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Baca Juga
Forum Start Up Talks menjadi wadah bagi para pelaku atau pemilik usaha rintisan untuk dapat mengeksplorasi peluang dan kolaborasi dengan perusahaan start up maupun investor dari Eropa.
Advertisement
Dindin mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi digital nampak secara nyata, menyebut bahwa dalam konteks ASEAN nilainya diproyeksikan bisa mencapai USD 330 miliar pada tahun 2025 dan USD 1 triliun pada 2030. Sementara ekonomi digital Indonesia sendiri diperkirakan akan mencapai USD 1 triliun pada tahun 2025.
"Hal ini menandakan dampak mendalam dari trade-off yang sangat mendalam dan penting dalam perkonomian kita," lanjut Dindin.
"Dalam perkonomian digital yang siap berkembang, start up muncul sebagai agen perubahan, mentransformasi industri, mendorong batasan-batasan konvensional, dan membentuk lanskap ekonomi."
Mantan duta besar Indonesia untuk Senegal itu juga menyebut bahwa perusahaan start up berada di garis depan kemajuan teknologi yang bertanggung jawab untuk menyediakan produk maupun layanan inovatif yang selama ini menjadi kebutuhan masyarakat.
"Ekosistem start up Indonesia telah mengalami perkembangan sangat baik sejak kemunculannya pada tahun 2018 dan lanskapnya kini berkembang menjadi pusat inovasi yang berkembang pesat," tutur Dindin.
Siap Kolaborasi dengan Start Up Antar Negara
Forum yang mengundang sejumlah duta besar, pelaku start up, pejabat pemerintah, investor hingga pakar industri dari sejumlah negara Eropa itu, diharapkan dapat menjadi wadah untuk menjalin hubungan dan koneksi antar para pelaku ekonomi digital.
"Acara ini mencerminkan dedikasi kami dalam memanfaatkan potensi start up guna meningkatkan ekonomi digital Indonesia dan memperkuat hubungan kami dengan para mitra," ucap Dindin.
"Acara ini juga bertujuan untuk memfasilitasi diskusi dan kemitraan yang bermakna serta menguntungkan bagi Indonesia dan Eropa."
Kerja sama itu, sebut Dindin, diharapkan dapat meningkatkan kebijakan dan aktivitas geopolitik sehingga pemerintah juga akan mendapat manfaat dengan bertukar wawasan mengenai regulasi.
Advertisement
Tantangan bagi Start Up Indonesia
Selama ini, start up Indonesia dinilai kurang inovatif dan hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh negara lain.
"Kita harus bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan inovasi di start up kita. Sehingga diperlukan kolaborasi dan dukungan inovasi antara pemangku kepentingan, peneliti dan pelaku industri," ungkap Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kominfo RI Semuel Abrijani Pangerapan.
Semuel menyebut bahwa potensi start up Indonesia sejatinya cukup besar, dengan volume ekonomi digital pada tahun 2022 mencapai sekitar USD 82 miliar dan diperkirakan akan terus tumbuh hingga USD 190 miliar pada tahun 2025.
"Indonesia mencatat rekor pertumbuhan ekosistem start up dan menjadi salah satu pemain kunci dengan semakin banyaknya start up, unicorn bahkan decacorn," tambah dia.
Indonesia, sebut Semuel, berada di posisi keenam dengan perusahaan start up terbanyak di dunia. Jumlahnya paling banyak nomor satu di Asia Tenggara, kedua di skala Asia dan keenam secara global.
Hingga Januari 2024, Indonesia tercatat memiliki 2.562 perusahaan start up, 13 perusahaan unicorn dan dua perusahaan decacorn.