Sukses

Selandia Baru Batal Terapkan Larangan Tembakau Pertama di Dunia

Pemerintahan koalisi baru yang terpilih pada Oktober menyatakan bahwa pencabutan undang-undang tersebut akan dilakukan pada Selasa karena situasi yang mendesak.

Liputan6.com, Wellington - Pemerintah Selandia Baru pada Selasa (27/2/2024) mengumumkan akan membatalkan undang-undang pertama di dunia yang melarang penjualan tembakau untuk generasi mendatang. Para peneliti dan aktivis memperingatkan risiko kematian orang sebagai akibat pencabutan regulasi itu.

Sedianya pemerintah Selandia Baru akan memberlakukan peraturan anti-tembakau yang paling ketat di dunia mulai Juli 2024. Aturan tersebut akan melarang penjualan tembakau kepada pembeli yang lahir setelah 1 Januari 2009, mengurangi kadar nikotin dalam produk tembakau yang dihisap, serta mengurangi jumlah pengecer tembakau sebanyak lebih dari 90 persen. Demikian seperti dilansir VOA Indonesia, Rabu (28/2).

Pemerintahan koalisi baru yang terpilih pada Oktober menyatakan bahwa pencabutan undang-undang tersebut akan dilakukan pada Selasa karena situasi yang mendesak. Hal itu memungkinkan mereka untuk membatalkan regulasi tersebut tanpa meminta masukan dari publik, sesuai dengan rencana yang telah diumumkan sebelumnya.

2 dari 3 halaman

Tuai Perdebatan

Menurut Menteri Kesehatan Casey Costello, pemerintah koalisi berkomitmen untuk mengurangi prevalensi merokok. Namun, mereka mengadopsi pendekatan peraturan yang berbeda untuk mencegah kebiasaan merokok dan mengurangi dampak negatifnya.

"Saya akan segera membawa rencana ke kabinet untuk meningkatkan aturan yang tersedia untuk membantu orang berhenti merokok," kata Costello, seraya menambahkan bahwa peraturan tentang vaping juga akan diperketat untuk membatasi penggunaannya bagi generasi muda.

Putusan itu juga diperdebatkan karena khawatir bahwa hal itu dapat memiliki dampak yang lebih besar pada komunitas Maori dan Pasifika, mengingat tingkat merokok yang lebih tinggi di kalangan kelompok tersebut.

3 dari 3 halaman

Dampak Negatif

Menurut peneliti dari Universitas Otago, Janet Hoek, tindakan ini tidak sesuai dengan bukti penelitian yang kuat, mengabaikan tindakan-tindakan yang sangat didukung oleh pemimpin Maori dan berpotensi memperlebar kesenjangan kesehatan.

"Studi klinis skala besar dan studi pemodelan menunjukkan bahwa undang-undang tersebut akan dengan cepat meningkatkan tingkat berhenti merokok di kalangan perokok dan membuatnya jauh lebih sulit bagi pemuda untuk mulai merokok," kata Hoek, salah satu direktur kelompok yang mempelajari cara-cara untuk mengurangi kebiasaan merokok.