Sukses

Media Jewish Insider Sebut Indonesia Berencana Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel, Istana Membantah

Media Jewish Insider baru-baru ini memberitakan bahwa Indonesia berencana membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Kendati demikian hal itu dibantah oleh Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana.

Liputan6.com, Jakarta - Media Jewish Insider baru-baru ini memberitakan bahwa Indonesia berencana membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Kendati demikian hal itu dibantah oleh Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana.

Mengutip VOA Indonesia, Jumat (1/3/2024), Ari Dwipayana dikabarkan membantah laporan Jewish Insider tanggal 28 Februari 2024 bahwa Indonesia berencana membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Menjawab pertanyaan VOA melalui pesan teks, Ari menegaskan “informasi yang disampaikan itu sama sekali tidak benar.”

Laporan media itu menyatakan “Israel dan Indonesia telah merencanakan untuk mengumumkan pembentukan hubungan diplomatik pada Oktober 2023." Langkah itu tertunda karena serangan kelompok militan Hamas ke bagian selatan Israel, yang disusul serangan balasan Israel ke Jalur Gaza.

Media itu mengutip pernyataan seorang sumber diplomatik senior Israel yang tidak disebut namanya, bahwa "setelah perang Gaza dimulai, kedua belah pihak mengatakan kita harus menunggu, karena waktunya tidak tepat." Namun sumber itu juga menegaskan bahwa "Indonesia tidak mengatakan bahwa perjanjian itu tidak mungkin terjadi, hanya saja waktunya tidak tepat."

Ditambahkan Jewish Insider, "Jakarta yakin menjalin hubungan dengan Israel setelah keberhasilan normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab, dan mengingat cukup besarnya minoritas Kristen di Indonesia – yaitu sekitar 29 juta orang atau 10% dari populasi – yang pro-Israel.”

Tanpa menyebut satu nama pun sebagai sumber laporan itu, Jewish Insider melaporkan “Menteri Luar Negeri Israel saat itu Eli Cohen, dan Presiden Joko Widodo menyetujui rancangan akhir perjanjian itu… untuk saling bertukar kantor dagang, sebagai langkah pertama menuju hubungan diplomatik penuh."

2 dari 4 halaman

Klaim Jewish Insider: MOU Disepakati pada 21 September 2023

Laporan itu juga mengatakan, “Penasihat senior Jokowi, Andi Widjajanto, dan Dirjen Kementerian Luar Negeri Israel yang juga pemain utama dalam mewujudkan Abraham Accord, Ronen Levy, melangsungkan pertemuan di Yerusalem pada bulan September (2023).”

Penasihat Senior Departemen Luar Negeri Amerika Dan Shapiro dikabarkan ikut hadir “untuk merampungkan naskah perjanjian tersebut.” Jewish Insider memasang foto yang menunjukkan Levy, Shapiro, pebisnis Joey Allaham, Eli Cohen dan Andi Widjajanto seusai pertemuan di Yerusalem pada 21 September 2023 itu.

VOA telah berupaya menghubungi Andi Widjajanto melalui berbagai saluran komunikasi untuk mengkonfirmasi informasi dan foto tersebut, tetapi hingga laporan ini disampaikan tidak mendapat tanggapan.

 

3 dari 4 halaman

Istana Bantah Kirim Utusan Khusus untuk Bicara dengan Israel

Sementara Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana membantah peran Andi Widjajanto sebagai utusan khusus presiden. “Tidak benar Presiden sampai mengirim utusan khusus untuk berbicara dengan Israel. Untuk urusan luar negeri, presiden menugaskan menteri luar negeri atau atas koordinasi dengan menteri luar negeri,” tegas Ari.

Ia menggarisbawahi, “Posisi resmi presiden diwakili oleh pernyataan dan sikap Menteri Luar Negeri.”

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal mengeluarkan pernyataan yang membenarkan sikap Istana. “Semua yang dilakukan menteri luar negeri selalu sesuai arahan presiden. Menlu juga selalu melaporkan setiap selesai kegiatan yang beliau hadiri, atau kejadian-kejadian penting di dunia yang perlu menjadi perhatian presiden,” demikian petikan pernyataan Iqbal.

Laporan itu menyatakan nota kesepahaman telah tercapai pada 21 September, di mana kedua negara akan “berusaha mengembangkan Perjanjian Abraham dan mempromosikan perdamaian, hidup berdampingan, saling pengertian, dan rasa hormat di antara orang-orang dari semua agama, etnis, dan kebangsaan.” Disepakati pula oleh kedua pihak untuk “mendukung peningkatan kehidupan sehari-hari rakyat Palestina” dan resolusi damai konflik Israel-Palestina.

Israel dan Indonesia dilaporkan juga sepakat membuka kantor penghubung yang akan memusatkan perhatian pada pengembangan hubungan bilateral, dengan menekankan pada sektor ekonomi, perdagangan, teknologi, inovasi dan budaya. Kantor-kantor ini akan diberi wewenang untuk layanan konsuler.

4 dari 4 halaman

Bukan Narasi Baru, Laporan Dirilis Kurang dari Seminggu Usai Menlu RI Bicara di ICJ

Narasi Indonesia akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel ini bukan sesuatu yang baru. Pada bulan November 2020, pemerintah Trump mengiming-imingi investasi sebesar dua miliar dolar Amerika jika Indonesia mengikuti jejak beberapa negara lain yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel berdasarkan Perjanjian Abraham.

Laporan Jewish Insider ini juga keluar kurang dari satu minggu setelah Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyampaikan pernyataan di Mahkamah Internasional PBB di Den Haag, Belanda, pada 23 Februari lalu. Indonesia adalah salah satu dari 52 negara yang diminta untuk memberikan pandangan atas legalitas pendudukan Israel selama 57 tahun di wilayah yang diupayakan sebagai negara Palestina.

Mengenakan keffiyeh, Retno menegaskan, “Tidak ada satu negara pun yang berada di atas hukum.”

Menlu Retno secara blak-blakan mengecam pendudukan Israel yang dinilai dilakukan sebagai hasil penggunaan kekerasan yang tidak dapat dibenarkan (unjustified), dan bahwa, Israel telah melakukan aneksasi ilegal terhadap Occupied Palestinian Territory (OPT).

Menlu Retno juga menyoroti perluas pemukiman ilegal yang dilakukan Israel dengan memindahkan penduduknya ke wilayah pendudukan, dan memindahkan secara paksa warga Palestina dari wilayah tersebut. Menurutnya, hal ini sangat berlawanan dengan aturan dasar dalam Hukum Humaniter Internasional. Indonesia, kata Retno, juga menilai Israel telah menerapkan kebijakan apartheid terhadap bangsa Palestina, terlihat dari diberlakukannya dua rezim kebijakan yang berbeda untuk warga Yahudi dengan warga Palestina.

Video Terkini