Liputan6.com, Jakarta - Badan Investigasi Kriminal Angkatan Laut dan Kantor Investigasi Kriminal Luar Negeri, Badan Keamanan Diplomatik, Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta menjadi tuan rumah kegiatan Pertukaran Informasi Tahunan Kedua tentang Kejahatan Terhadap Perempuan dan Anak (IECAWC), yang diadakan di Jakarta dari tanggal 5 hingga 7 Maret 2024.
Dilansir dari Siaran Pers Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia, Rabu (13/3/2024), acara pembukaan pada tanggal 5 Maret menghadirkan pembicara utama yang sangat ahli di bidangnya, seperti:
Baca Juga
- Duta Besar AS untuk ASEAN Yohannes A. Abraham.
- Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta Michael F. Kleine.
- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Puspayoga.
- Irjen Krishna Murti, Kepala Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Negara Republik Indonesia (polri)
- Direktur jenderal Imigrasi Silmy Karim.
Kegiatan pertukaran informasi selama tiga hari ini mempertemukan para profesional yang berdedikasi di bidangnya. Sebagai garis depan pemberantasan kejahatan terhadap perempuan dan anak-anak serta berbagai kelompok ahli, juga untuk mendorong dialog dan kolaborasi untuk lebih mewakili kelompok lain yang terpinggirkan dan kurang terlayani serta menciptakan lingkungan yang lebih aman dan dunia yang lebih adil untuk wanita dan anak-anak.
Advertisement
Program ini berfokus untuk menyediakan dukungan bagi korban pelecehan, kekerasan seksual, dan kejahatan keji lainnya yang biasa dialami oleh perempuan dan anak-anak. Serta berfungsi sebagai platform untuk berbagi pengetahuan, peningkatan keterampilan, dan pembangunan hubungan antara satu sama lain.
Mendukung Penuh Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak-Anak
Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Michael F. Kleine mengatakan "Sangatlah tepat jika kami mengadakan acara ini pada Bulan Sejarah Perempuan (Women’s History Month) dan pada peringatan dua puluh tahun Violence Against Women Act di Amerika Serikat."
Klein memberikan dukungan penuh terhadap semua orang yang berani menyuarakan dan membuat perbedaan terhadap masalah ini.
Undang-undang ini revolusioner dalam menyoroti permasalahan yang sudah lama terjadi namun masih jarang dibahas. "Bagi anda semua yang bergerak di bidang ini dan berdedikasi untuk membuat perbedaan, saya terinspirasi oleh keberanian, ketekunan, dan komitmen anda. Anda mendapatkan dukungan penuh dari kami."
Indonesia dan Amerika Serikat bekerja sama erat dalam perlindungan perempuan dan anak. Pemerintah AS bekerja sama dengan Indonesia untuk memperkuat upaya meningkatkan perlindungan terhadap keberagaman, menyediakan sumber daya bagi korban, dan meningkatkan manfaat sosial ekonomi bagi kelompok yang kurang terwakili.
Adapun tahun 2024 menandai peringatan 75 tahun hubungan antara Amerika Serikat dan Indonesia, seiring peningkatan kemitraan kedua negara yang berakar pada nilai-nilai bersama. Amerika Serikat dan Indonesia menganut prinsip keberagaman sebagai sumber kekuatan. Prinsip ini tertanam kuat dalam hubungan AS-Indonesia dan tercermin dalam semboyan nasional kedua negara: "Bhinneka Tunggal Ika"dan "E Pluribus Unum" – berbeda-beda tetap satu.
Advertisement
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia Tahun 2022
Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Pribudiarta Nur Sitepu menyampaikan jumlah kasus kekerasan pada perempuan dan anak selama 2022.
Dikutip dari Liputan6.com Minggu (10/3/2024) menurutnya, jumlah kasus perempuan korban kekerasan yang masuk dari Januari hingga Desember 2022 tercatat sebanyak 2.338 kasus. Dengan 2.159 Kasus atau 92,33 persen telah mendapatkan layanan komprehensif.
Sedangkan, persentase jumlah kasus anak korban kekerasan yang dilaporkan periode Januari hingga Desember 2022 sebanyak 832 kasus. Dengan 672 Kasus atau 80,7 persen telah mendapatkan layanan komprehensif.
“Persentase perempuan dan anak korban kekerasan yang mendapatkan layanan komprehensif, yaitu pelayanan sesuai kebutuhannya korban untuk dapat pulih dari dampak kekerasan yang dialaminya mencatatkan jumlah yang baik di sepanjang tahun 2022,” kata Pribudiarta mengutip keterangan pers, Senin (16/1/2022).
Dengan demikian, layanan yang diberikan melebihi target yang ditetapkan KemenPPPA tahun 2022.
“Namun, terkait kasus ini memang fenomena gunung es, dan ini baru ujungnya gunung es yang kita selesaikan. Oleh karena itu strateginya tentu terkait dengan pencegahan akan jauh lebih efektif,” tambah Pribudiarta.
Untuk mengatasi ini, KemenPPPA di tahun 2022 juga mengembangkan daerah dengan peringkat ramah perempuan layak anak (DRPLA). Ini menunjukkan keberhasilan daerah dalam membangun kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak secara bersamaan atau sekaligus.
Upaya untuk Mengurangi Kekerasan kepada Perempuan dan Anak
Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk pernikahan dini, terus meningkat. Pada tahun 2017, Komisi Nasional Kekerasan Terhadap Perempuan mencatat 348.446 kasus, dengan 312 kasus adalah pernikahan anak.
Dilansir dari Bappenas Minggu, (10/3) penyebab yang mendasari kekerasan terhadap perempuan adalah ketidakseimbangan kekuasaan antar gender, di mana pria sering memegang lebih banyak kekuasaan dan kontrol atas perempuan. Perempuan yang menjadi korban kekerasan menghadapi berbagai tantangan dalam memenuhi hak mereka atas keselamatan, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
Namun, undang-undang yang menangani kekerasan seksual masih memberikan perlindungan terbatas bagi perempuan, yang mengakibatkan diskriminasi, menyalahkan korban, dan kesulitan dalam mengakses layanan dan dukungan yang diperlukan bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan.
oleh karena itu, penting untuk mengembangkan dan menerapkan undang-undang dan kebijakan komprehensif yang memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi perempuan dan anak terhadap kekerasan.
Pemerintah Indonesia telah memprioritaskan mengakhiri kekerasan terhadap perempuan, selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 5 untuk menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Organisasi seperti MAMPU, KOMNAS Perempuan, FPL, dan BaKTI bekerja dengan pemerintah dan parlemen di tingkat lokal dan nasional untuk mengembangkan kebijakan, program, dan sistem untuk melindungi perempuan dari kekerasan.
Advertisement