Liputan6.com, New Delhi - Para petani India berencana meningkatkan protes mereka mulai Rabu (6/3/2024) dengan memasuki ibu kota New Delhi menggunakan bus dan kereta api. Mereka juga akan juga meningkatkan jumlah mereka di titik-titik perbatasan yang saat ini diblokir oleh traktor.
Ribuan petani memulai pawai "Delhi Chalo" (Ayo pergi ke Delhi) bulan lalu, namun dihentikan oleh pasukan keamanan sekitar 200 km sebelah utara ibu kota dengan gas air mata dan meriam air.
Para petani, yang menuntut harga lebih tinggi untuk hasil panen mereka, meningkatkan protes mereka setelah beberapa kali perundingan gagal.
Advertisement
"Petani dari berbagai negara bagian, dari Kerala di selatan hingga Madhya Pradesh di India tengah, akan tiba di New Delhi dengan kereta api dan bus pada Rabu," kata Ramandeep Singh Mann, seorang pemimpin petani, kepada Reuters seperti dilansir CNA, Selasa (5/3).
"Petani dari Punjab dan Haryana akan terus melakukan protes di lokasi protes yang ada dengan troli traktor. Mereka akan berusaha memasuki New Delhi hanya dengan traktor.
Terus Protes Sampai Tuntutan Terpenuhi
Ribuan petani, terutama dari Negara Bagian Punjab dan Haryana, dengan sekitar 3.000 traktor, terjebak di tiga perbatasan yang diblokir oleh polisi dan pasukan paramiliter.
Bentrokan antara petani dan aparat keamanan, termasuk penggunaan tongkat dan gas air mata yang dijatuhkan oleh drone, telah menjadi pemberitaan di layar televisi selama beberapa hari. Para petani mengatakan setidaknya satu pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan tersebut sementara puluhan lainnya terluka di kedua sisi.
"Para petani yang melakukan protes juga akan memblokir jalur kereta api di seluruh negeri selama empat jam pada sore hari tanggal 10 Maret," tutur Mann.
"Mereka bertekad terus melakukan protes sampai tuntutan mereka akan harga panen yang lebih tinggi, yang didukung oleh undang-undang, terpenuhi."
Pemerintah mengumumkan dukungan harga untuk lebih dari 20 tanaman setiap tahunnya, namun lembaga-lembaga negara hanya membeli beras dan gandum pada tingkat dukungan, yang hanya menguntungkan sekitar 6 persen petani yang menanam kedua tanaman tersebut.
Advertisement