Liputan6.com, Havana - Haiti tengah menjadi sorotan menyusul meningkatnya kekerasan geng. Terkait hal itu, KBRI Havana mengeluarkan imbauan.
"KBRI Havana yang membawahi Negara Haiti mengimbau tujuh warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai terapis spa untuk waspada dan tidak keluar rumah akibat kondisi politik dan keamanan di ibu kota Haiti, Port-au-Prince, yang terus memanas sejak awal Februari 2024 akibat janji Perdana Menteri (PM) Ariel Henry untuk melaksanakan pemilu tidak dilaksanakan dengan alasan situasi keamanan di Haiti yang belum kondusif," demikian pernyataan KBRI Havana yang dilansir Selasa (5/3/2024).
Lebih lanjut, KBRI Havana menyatakan pihaknya terus berkomunikasi dengan para WNI di Port-au-Prince.
Advertisement
"Sampai saat ini mereka dalam keadaan aman dan tempat mereka bekerja jauh dari wilayah konflik," sebut KBRI Havana.
Dalam pernyataan yang sama, Duta Besar Republik Indonesia untuk Kuba merangkap Jamaika, Persemakmuran Bahama, Republik Dominika, dan Haiti Nana Yuliana menyampaikan ada tiga strategi perlindungan WNI yang rencananya akan dilakukan terkait dengan kondisi Haiti:
- Imbauan untuk tidak keluar rumah dan terus waspada menghindari daerah konflik serta menghubungi hotline KBRI jika terjadi hal-hal yang membahayakan
- Evakuasi lewat darat ke negara tetangga, yaitu Republik Dominika, sekitar 1 jam (63km) ke wilayah perbatasan antara Haiti dan Republik Dominika
- Mendorong untuk keluar dari Haiti dan mencari pekerjaan di negara Karibia lainnya yang lebih aman.
Keberadaan PM Haiti Tidak Diketahui
Melalui Resolusi DK PBB Nomor 2699/2023 tanggal 2 Oktober 2023, PBB memutuskan mengerahkan pasukan polisi multinasional ke Haiti yang rencananya akan dipimpin oleh Kenya untuk memulihkan situasi hukum dan keamanan. Beberapa negara seperti Bahamas, Bangladesh, Barbados, Benin, dan Chad telah menyatakan kesediaannya untuk bergabung dengan pasukan polisi multinasional berdasarkan resolusi PBB tersebut.
Untuk itu, pada 29 Februari, PM Henry berkunjung ke Kenya untuk membahas kerja sama keamanan dan pasukan yang akan dikirim dalam upaya menegakkan kondisi keamanan di Haiti. Sementara PM Henry berada di Kenya, serangan geng kriminal bersenjata terhadap Penjara Nasional Port-au-Prince berlangsung sejak 28 Februari. Mereka melakukan pengepungan penjara, menyebabkan sekitar 12 orang tewas dan 4.000 narapidana -yang sebagian narapidana anggota geng berbahaya- melarikan diri.
Hingga berita ini diturunkan PM Henry tidak diketahui keberadaannya dan Haiti telah memberlakukan state of emergency selama 72 jam sejak Senin (4/3).
"KBRI akan terus memantau perkembangan keamanan di Haiti dan berkoordinasi dengan beberapa WNI di Republik Dominika sekiranya terjadi eskalasi keamanan yang semakin memburuk," jelas KBRI Havana.
Advertisement
Situasi Sangat Mencekam
Dubes Nana mengungkapkan saat ini geng kriminal bersenjata telah menguasai 80 persen wilayah ibu kota Port-au-Prince.
"Dari pantauan media, situasi sangat mencekam, terjadi pembunuhan random dan tindak kekerasan terhadap masyarakat yang diduga anggota geng lawan serta terjadi penjarahan terhadap rumah, toko warga, dan penculikan warga serta pembakaran rumah dan kendaraan masyarakat, dan polisi," terang Dubes Nana.
"Geng kriminal tersebut menembaki Bandara Port-au-Prince dengan senjata berat akibatnya terjadi penutupan bandara, kantor pemerintah, sekolah dan pertokoan di Port-au-Prince dan sebagian warga mengungsi ke daerah aman di luar ibu kota. Di beberapa tempat lingkungan masyarakat, warga melakukan pengamanan mandiri dengan mengangkat senjata, melakukan penutupan jalan, dan pembakaran ban bekas untuk mencegah masuknya geng."
Barbecue atau Babekyou, julukan bagi pemimpin geng terkuat di Haiti, bertekad menahan kepala polisi nasional dan para menteri kabinet PM Henry serta mencegah PM Henry kembali ke Haiti.