Sukses

Bos Mossad dan CIA Bertemu Jelang Ramadhan, Bahas Pembebasan Sandera Hamas di Gaza

Pimpinan Mossad dan CIA bertemu untuk membahas kemungkinan kesepakatan pembebasan sandera dengan Hamas di Gaza.

Liputan6.com, Yerussalem - Kepala agen mata-mata Israel Mossad bertemu dengan kepala CIA untuk membahas kemungkinan kesepakatan pembebasan sandera dengan Hamas, kata Kantor Perdana Menteri Israel pada hari Sabtu 9 Februari 2024.

“Direktur Mossad David Barnea bertemu kemarin dengan Direktur CIA William Burns dalam rangka upaya tanpa henti untuk memajukan kesepakatan tambahan untuk pembebasan para sandera,” kata kantor Benjamin Netanyahu di X seperti dikutip dari Anadolu Agency, Minggu (10/3/2024).

Mengacu pada bulan suci Ramadhan, yang akan dimulai pekan depan, postingan X PM Israel menyatakan: "Pada tahap ini, Hamas mempertahankan posisinya seolah-olah tidak tertarik pada kesepakatan dan berusaha untuk mengobarkan wilayah tersebut selama Ramadhan dengan mengorbankan perdamaian penduduk Palestina di Jalur Gaza."

"Kontak dan kerja sama dengan para mediator sedang berlangsung dalam upaya mempersempit kesenjangan dan memajukan kesepakatan," tambah postingan itu.

Meskipun pernyataan tersebut tidak merinci di mana kepala mata-mata AS dan Israel bertemu, situs berita Israel Walla mengatakan pertemuan mereka terjadi di Aqaba, Yordania.

Israel memperkirakan ada lebih dari 125 sandera di Gaza, sementara mereka menahan setidaknya 8.800 warga Palestina di penjara, menurut sumber resmi dari kedua belah pihak.

Israel telah melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas yang dipimpin oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang.

Hampir 31.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas di Gaza, dan lebih dari 72.500 lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok.

Perang Israel telah menyebabkan 85% penduduk Gaza terpaksa mengungsi di tengah blokade yang melumpuhkan sebagian besar makanan, air bersih, dan obat-obatan, sementara 60% infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.

Israel kemudian dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Keputusan sementara pada bulan Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

2 dari 4 halaman

Israel Izinkan Umat Muslim Masuk Masjid Al Aqsa Saat Ramadhan Usai Didesak AS

Sebelumnya, Israel menyatakan akan mengizinkan jemaah mengakses Al Aqsa di bulan Ramadhan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Setiap pekan, akan ada penilaian situasi dalam hal keamanan dan keselamatan, kata Prime Minister Office (PMO) atau kantor perdana menteri Israel seperti dikutip dari AFP, Rabu (6/3/2024).

Pernyataan kantor perdana menteri yang disampaikan pada Selasa (5/3) menyebut Israel akan mengizinkan jemaah Muslim untuk mengakses Masjid Al Aqsa di Yerusalem selama pekan pertama Ramadhan seperti tahun-tahun sebelumnya,

"Pada pekan pertama Ramadhan, jemaah akan diizinkan memasuki Temple Mount, dalam jumlah yang sama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," kata pernyataan itu, menggunakan istilah Yahudi untuk situs tersebut.

"Setiap pekan akan ada penilaian situasi dalam hal keamanan dan keselamatan dan keputusan akan diambil sesuai dengan itu," tambah pernyataan tersebut.

Setiap tahun, puluhan ribu jemaah Muslim melaksanakan sholat Ramadhan di Masjid Al Aqsa.

Ramadhan datang tahun ini ketika Israel melancarkan kampanye militer tanpa henti di Jalur Gaza sebagai tanggapan atas serangan mematikan oleh Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023.

Israel telah mengkaji bagaimana cara menjalankan ibadah di Yerusalem selama Ramadhan, bulan puasa Ramadhan akan dimulai pada 10 atau 11 Maret, tergantung hilal.

3 dari 4 halaman

Israel Tuduh 450 Staf Badan PBB untuk Urusan Pengungsi Palestina Adalah Anggota Kelompok Militan di Gaza

Sementara itu, Israel meningkatkan kritiknya terhadap badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) pada Senin (4/3/2024), dengan mengatakan 450 karyawan UNRWA adalah anggota kelompok militan di Jalur Gaza.

Namun, Israel tidak memberikan bukti untuk mendukung tuduhannya.

"Lebih dari 450 pegawai UNRWA adalah anggota militer dari kelompok-kelompok teror di Gaza – 450 orang. Ini bukan suatu kebetulan belaka. Ini sistematis," klaim kepala juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari, seperti dilansir AP, Selasa (5/3)

Penyandang dana internasional terbesar telah menangguhkan pendanaan sekitar USD 450 juta ratusan juta dolar untuk UNRWA, sejak Israel menuduh 12 stafnya ikut serta dalam serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang diklaim menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan sekitar 250 lainnya disandera di Jalur Gaza.

Serangan itu memicu invasi brutal Israel ke Jalur Gaza yang berpenduduk 2,3 juta orang, yang menurut otoritas kesehatan Gaza, telah menewaskan lebih dari 30.000 orang. Kelompok-kelompok bantuan mengatakan perang Hamas Vs Israel telah membuat sebagian besar penduduk wilayah Jalur Gaza mengungsi dan memicu bencana kemanusiaan.

UNRWA, yang mempekerjakan sekitar 13.000 orang di Jalur Gaza, adalah penyedia bantuan terbesar di wilayah tersebut.

Sebaliknya, dalam pernyataannya, UNRWA menuduh Israel menahan beberapa stafnya dan memaksa mereka, dengan menggunakan penyiksaan dan perlakuan buruk, untuk memberikan pengakuan palsu tentang hubungan antara badan tersebut, Hamas, dan serangan 7 Oktober.

"Pengakuan yang dipaksakan sebagai akibat dari penyiksaan ini digunakan oleh Pemerintah Israel untuk menyebarkan informasi yang salah tentang badan tersebut sebagai bagian dari upaya untuk membubarkan UNRWA," sebut badan PBB itu. "Hal ini menempatkan staf kami di Gaza dalam risiko dan mempunyai implikasi serius terhadap operasi kami di Gaza dan wilayah sekitarnya."

 

4 dari 4 halaman

Israel Janjikan Penyelidikan Menyeluruh atas Pembantaian Warga Gaza Saat Menanti Bantuan

Di sisi lain, militer Israel pada Sabtu (2/3/2024) menjanjikan penyelidikan menyeluruh dan jujur atas tewasnya ratusan warga Palestina yang mengantre bantuan di Jalur Gaza pekan ini.

Tragedi tersebut menuai kecaman dan seruan untuk penyelidikan internasional.

Otoritas kesehatan Jalur Gaza mengungkapkan 118 orang tewas dalam serangan Israel pada Kamis (29/2). Mereka menyebut peristiwa itu sebagai pembantaian.

Israel membantah angka-angka tersebut dan mengklaim sebagian besar korban terinjak-injak atau tertabrak ketika massa mengerumuni truk bantuan.

"Kami sedang menyelidikinya, kami memiliki semua dokumentasi yang kami perlukan untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dan jujur terhadap fakta dan kami akan menyajikan temuan kami," kata juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari kepada wartawan di Tel Aviv, seperti dilansir CNA, Minggu (3/3).

Dia mengklaim bahwa tank-tank Israel hadir untuk mengamankan koridor kemanusiaan agar konvoi yang terdiri dari 38 truk pembawa bantuan dapat melintas.

"Itu adalah operasi kemanusiaan yang kami jalankan dan klaim bahwa kami sengaja menyerang dan melukai orang-orang sama sekali tidak berdasar."

Meskipun Israel membantah melakukan pembantaian, namun tragedi pada Kamis telah menggarisbawahi runtuhnya pengiriman bantuan yang tertib di wilayah Jalur Gaza yang diduduki oleh pasukan Israel, tanpa adanya pemerintahan dan badan utama PBB, UNRWA, yang dilumpuhkan oleh penyelidikan atas dugaan relasi sejumlah stafnya dengan Hamas.

Dengan bencana kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza, banyak negara telah mendesak gencatan senjata.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden sendiri menilai peristiwa yang terjadi pada Kamis akan mempersulit perundingan yang sedang mengupayakan kesepakatan yang melibatkan gencatan senjata dan pembebasan sandera.

 

Video Terkini