Liputan6.com, Rio de Janeiro - Insiden penyanderaan terjadi di Rio de Janeiro, Brasil. Sejumlah orang disandera dan beberapa lainnya dilaporkan tertembak.
Daerah tersebut telah ditutup dan agen dari unit elit Batalyon Operasi Khusus (BOPE) "melakukan negosiasi di lokasi".
Baca Juga
"Seorang pria bersenjata yang menembak dan melukai dua orang serta menyandera 17 penumpang pada hari Selasa (12/3) di terminal bus utama di Rio de Janeiro, menyerahkan diri dan membebaskan tawanannya setelah negosiasi," kata polisi Brasil seperti dikutip dari AFP, Rabu (13/3/2024).
Advertisement
"Penyandera menyerah, dia ditangkap, semua sandera dibebaskan, mereka selamat," kata Kolonel Marco Andrade dari polisi militer.
Sebelumnya, polisi mengatakan agen dari unit elit Batalyon Operasi Khusus (BOPE) "melakukan negosiasi di lokasi" setelah "seorang pria menembak dua orang dan menyandera sebuah bus di terminal bus Novo Rio."
Yang terluka dibawa ke rumah sakit.
Totalnya ada 17 orang yang ditahan, termasuk anak-anak dan orang lanjut usia, kata Andrade kepada wartawan di luar stasiun. Dia mengatakan satu orang telah ditembak tiga kali, sementara yang lain mengalami luka yang lebih ringan.
Polisi belum merilis identitas pelaku penembakan atau motifnya.
Gambar yang disiarkan oleh saluran Globonews menunjukkan kekacauan di stasiun di pusat kota Rio, tempat bus berangkat ke seluruh wilayah Brasil, dan polisi dikerahkan di sekitar area tersebut.
"Seorang pria mengeluarkan pistol, mulai menembak dan masuk ke dalam bus. Saya punya dua teman di bus ini, semua orang putus asa, kami tidak tahu apa yang akan terjadi," kata seorang saksi mata kepada stasiun televisi tersebut.
Â
Â
Terminal Ditutup
Â
Tayangan televisi menunjukkan sebuah bus berwarna biru berhenti di tengah tempat parkir yang kosong.
Terminal ditutup setelah seluruh penumpang dan karyawan dievakuasi, AFP melaporkan.
Pada tahun 2000, situasi penyanderaan di sebuah bus di kawasan pemukiman Rio menyebabkan dua orang tewas.
Insiden ini membuat negara ini heboh karena disiarkan langsung di televisi selama berjam-jam, dan menginspirasi film tahun 2008 "Last Stop 174".
Pada tahun 2019, seorang pembajak yang bersenjatakan senjata palsu ditembak dan dibunuh oleh polisi di Rio setelah dia menyandera satu bus penuh penumpang selama beberapa jam di jembatan besar yang menghubungkan kota tersebut dengan Kota Niteroi.
Kota paling ikonik di Brasil, Rio de Janeiro, telah lama dilanda tingginya tingkat kejahatan terkait dengan kemiskinan dan kesenjangan.
Daerah kumuh (favela) yang luas di Rio, yang memenuhi perbukitan wilayah metropolitan, seringkali menghadap ke pantai-pantai yang indah dan pegunungan yang subur, merupakan pusat kekerasan yang berhubungan dengan geng dan narkoba.
Advertisement
Drama 4 Jam Penyanderaan 37 Orang di Bus Brasil
Sebelumnya, seorang pria menyandera puluhan orang di sebuah bus di Brasil. Ia lalu mengancam akan membakar kendaraan itu.
"Pria itu menuangkan bensin ke bus," kata Polisi Jalan Raya Federal di Rio de Janeiro seperti dikutip dari The Independent, Rabu (21/8/2019).
Negosiasi dengan pria bersenjata itu berakhir dengan dia meninggalkan bus yang dikelilingi oleh polisi, menurut gambar yang disiarkan di televisi Brasil. Ia kemudian ditembak mati oleh penembak jitu.
Insiden itu dimulai di jembatan yang sibuk yang menghubungkan Rio dengan pinggiran Kota Sao Goncalo pada Selasa 20 Agustus sekitar pukul 05.30 pagi waktu setempat.
Pasukan polisi elit Rio yang dikenal sebagai BOPE bertanggung jawab atas negosiasi. Seorang penembak jitu ditempatkan di dekatnya.
Lalu lintas diblokir di kedua arah di jembatan tersebut, mengakibatkan ratusan kendaraan mengantre.
Sao Goncalo adalah pinggiran kota yang ganas dan miskin yang dipisahkan oleh Rio oleh Guanabara Bay.
Drama Penyanderaan Bank di Lebanon Berakhir Usai Pelaku Diizinkan Ambil Uang Tabungan
Sementara itu, penyanderaan juga pernah terjadi di sebuah bank di Beirut, Lebanon, pada Kamis 11 Agustus 2022 waktu setempat.
Menurut laporan VOA Indonesia yang dikutip Jumat (12/9/2022), tidak ada yang cedera dalam insiden penyanderaan bank di Lebanon itu.
Pihak berwenang mengatakan Bassam Al-Sheikh Hussein yang berusia 42 tahun, memasuki bank itu dengan senjata dan tabung bensin. Ia melepaskan tiga tembakan peringatan dan mengunci bank itu bersama 10 sandera.
Hussein mengancam akan membakar dirinya kecuali bank mengizinkannya menarik tabungannya.
Setelah perundingan selama beberapa jam, ia menerima tawaran bank untuk menarik sebagian tabungannya. Ia kemudian membebaskan para sandera dan menyerahkan diri pada pihak berwenang.
Seorang pengacara yang ikut serta dalam proses perundingan itu mengatakan sebenarnya Hussein tidak benar-benar menerima uang sepeser pun.
Setelah Hussein ditangkap aparat keamanan, istrinya, Mariam Chehadi, yang berdiri di luar bank itu, mengatakan kepada wartawan bahwa suaminya "melakukan apa yang harus dilakukannya."
Drama penyanderaan di Distrik Hamra yang ramai di Kota Beirut itu merupakan babak menyakitkan terbaru dalam kemerosotan ekonomi Lebanon yang memasuki tahun ketiga.
Bank-bank negara yang sejak tahun 2019 kekurangan uang telah memberlakukan pembatasan ketat pada penarikan aset mata uang asing sehingga jutaan orang tidak dapat mengakses tabungan mereka sendiri.
Tentara dan polisi dari Pasukan Keamanan Dalam Negeri Lebanon, bersama agen-agen intelijen mengepung daerah itu.
Sementara puluhan orang berdemonstrasi selama proses perundingan, meneriakkan slogan-slogan menentang pemerintah dan bank Lebanon. Para demonstran juga mendesak agar penyandera diperkenankan menarik tabungannya sendiri.
Banyak pengamat memujinya sebagai pahlawan.
Lebanon menderita krisis ekonomi terburuk dalam sejarah modernnya. Tiga perempat dari populasi telah jatuh dalam kemiskinan dan nilai pound Lebanon telah anjlok lebih dari 90 persen terhadap dolar Amerika.
Advertisement