Liputan6.com, Kosova - Konflik antaretnis di Kosovo yang mengakibatkan ratusan orang terluka dan setidaknya 14 orang tewas terjadi tepat hari ini, 20 tahun lalu, tanggal 17 Maret 2004. Kekerasan ini dianggap sebagai konflik antaretnis terburuk yang terjadi setelah berakhirnya konflik di Kota Mitrovica tahun 1999.
Dilansir dari The Guardian, Minggu, (17/3/2024), pasukan penjaga perdamaian PBB dan juga pasukan NATO dilaporkan berjuang keras untuk mengatasi baku tembak yang terjadi antara etnis Serbia dan etnis Albania.
Baca Juga
Jip-jip PBB dilaporkan dibakar dan mobil-mobil lapis baja dihancurkan dengan batu yang dilempar oleh orang-orang Albania.
Advertisement
Mereka dilaporkan marah dan menyerbu beberapa orang Serbia yang sedang berada di kota itu setelah kabar dua jasad anak Albania ditemukan di sungai yang melintasi bagian Mitrovica, Sungai Ibar. Mereka tenggelam setelah dilaporkan melompat ke sungai untuk melarikan diri dari orang-orang Serbia yang mengejar mereka dengan seekor anjing.Â
"Kami menemukan dua mayat, satu tadi malam dan satu lagi pagi ini dan kami masih mencari satu anak yang masih hilang," ujar Tracy Becker, juru bicara polisi PBB di Mitrovica.
Laporan dari rumah sakit wilayah tersebut mengatakan ada sekitar 300 orang terluka dalam konflik tersebut, sementara setidaknya empat orang Albania dan dua orang Serbia telah ditembak mati. Sekitar selusin pasukan penjaga perdamaian Prancis terluka, dua di antaranya cukup serius, kata juru bicara PBB.
Penyebab konflik dipicu oleh serangkaian insiden balas dendam dalam beberapa hari terakhir, menggambarkan ketegangan yang tinggi di Kosovo. Meskipun sudah hampir lima tahun pasukan penjaga perdamaian PBB bertugas di wilayah tersebut, situasinya masih tegang. Dengan kelompok Albania berkuasa di Kosovo dan pemerintahan nasionalis baru di Serbia, prospek perdamaian tampak masih suram.
Kerusuhan juga dilaporkan terjadi di tiga daerah lain, dengan kelompok Albania dilaporkan membakar rumah-rumah warga Serbia dan polisi PBB berjuang keras untuk memisahkan kedua belah pihak, "Ini adalah situasi yang sangat berbahaya. Ini adalah skala yang sangat besar," ujar seorang juru bicara PBB.
Banyak Memakan Korban
Ketika kerusuhan terjadi, Sekretaris Jendral PBB, Kofi Annan, memperingatkan bahwa kekerasan tersebut dianggap "membahayakan stabilitias Kosovo serta keamanan rakyatnya."
Menteri Kesehatan Kosovo, Pleurat Sejdiu, mengatakan, "Ada 14 orang yang tewas. Enam orang di Mitrovica, tiga orang di Lipljan, tiga orang di Caglavica, satu orang di Pec, dan satu orang di Urosevac."
Adapun kerusuhan ini diawali dengan serangan orang Albania yang berbaris untuk menuju Mitrovica dan berusaha menyerbu jembatan penyeberangan yang dijaga oleh PBB ke wilayah Serbia. Serangan tersebut disebabkan oleh penemuan mayat anak-anak dari Sungai Ibar yang membuat para warga Albania geram.Â
Sementara itu, kelompok Serbia sudah dalam keadaan genting setelah terlukanya seorang pemuda Serbia dalam sebuah penembakan di jalan yang diduga dilakukan oleh salah satu orang dari kelompok Albania. Sehari sebelum kerusuhan terjadi, warga Serbia yang marah sempat memblokir jalan-jalan utama di wilayah tersebut.
Pasukan polisi dari Polandia dan Prancis dilaporkan menggunakan gas air mata serta peluru karet untuk membubarkan kerumunan massa di Mitrovica, dengan orang-orang bersenjata di kedua belah pihak menggunakan senjata otomatis dan granat.
Advertisement
Dinamika Politik yang Terjadi Setelahnya
Meskipun telah ada upaya untuk membangun dialog antara Serbia dan Albania melalui perundingan mengenai isu-isu sosial dan ekonomi, kekerasan antaretnis Albania dan Serbia tetap meletus di Kosovo.
Kaum nasionalis ekstrem yang mendukung Kosovo untuk tetap menjadi bagian dari Serbia dilaporkan telah berhasil menang pemilihan umum, tetapi tidak mampu membentuk pemerintahan.Â
Pemerintahan baru dibawah Vojislav Kostunica yang berhaluan nasionalis moderat dan juga diam-diam didukung oleh para mantan anggota rezim Milosevic pada akhirnya menyerukan pemisahan etnis Kosovo, yang mendorong kelompok garis keras Albania, bekas pasukan gerilya Kosovo Liberation Army (KLA), untuk berbicara mengenai pembentukan unit-unit militer guna menentang kampanye tersebut.
Pada saat itu, Kostunica, yang telah menjabat dua minggu sebelum kejadian menyerukan konsep "kantonisasi" Kosovo, sebuah kata sandi yang mengisyaratkan pemisahan etnis. Gagasan tersebut ditepis oleh Harri Holkeri, gubernur Finlandia PBB untuk wilayah tersebut, "Pemisahan bukanlah masalah yang bisa kita diskusikan," ungkapnya.
Keadaan HAM yang Buruk di Kosovo
Perdana Menteri Serbia juga telah mengubah retorika nya yang menekankan pentingnya "desentralisasi" dalam menangani situasi di Kosovo. Ia mengatakan kepada seorang pejabat Inggris bahwa pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang-orang Serbia di Kosovo merupakan kejadian yang sudah biasa terjadi tiap hari, dan satu-satunya cara untuk menstabilkan situasi adalah melalui "desentralisasi dan jaminan institusional" bagi orang-orang Serbia dan minoritas non-Albania lainnya.
Mayoritas etnis Albania yang menderita dibawah rezim Slobodan Milosevic sebelum kampanye "pembersihan etnis" pada tahun 1998-1999 yang sempat dihentikan oleh intervensi militer NATO sebelumnya dikabarkan mengalami ancaman keamanan yang serius.
Setelah Serbia kalah dalam perang, mereka secara teratur menjadi target serangan oleh kelompok-kelompok bersenjata Albania.Â
Ombudsman Polandia untuk hak asasi manusia di Kosovo, Marek Antoni Nowicki, pada pertemuan Dewan Eropa di Paris sehari sebelum kerusuhan, mengatakan bahwa situasi hak asasi manusia di Kosovo masih jauh dari "standar minimum demokrasi".Â
Advertisement