Liputan6.com, Massachussets - Sebuah perpustakaan di Massachussets, Amerika Serikat (AS), memperbolehkan para pengunjung yang kehilangan atau merusak barang untuk membayar denda dengan cara yang cukup solutif dan unik, yaitu dengan memberikan foto kucing sebagai ganti mata uang.
Seperti dilansir dari UPI, Kamis (13/4/2024), Perpustakaan Umum Worcester telah mengumumkan program bertajuk "March Meowness" yang berlangsung hingga akhir bulan Maret.
Baca Juga
Program ini memungkinkan pengunjung perpustakaan untuk menghapus denda yang terutang di akun mereka dengan cara yang tidak biasa, yaitu dengan menyerahkan foto maupun gambar kucing sebagai pengganti uang tunai.Â
Advertisement
"Bahkan jika Anda tidak memelihara kucing dalam hidup Anda, Anda masih bisa menggambarnya," ucap Direktur Eksekutif Perpustakaan Umum Worcester, Jason Homer. Ia juga menambahkan bahwa 'kucing' yang dimaksud bisa dari ras lain, "Bahkan jika itu merupakan salah satu kucing besar, seperti harimau atau singa, kami akan sangat senang melihatnya."
Pihak perpustakaan juga mengatakan bahwa program ini terinspirasi ketika para petugas perpustakaan menyadari adanya peningkatan jumlah denda yang cukup besar dikumpulkan oleh pengunjung muda sejak dimulainya pandemi COVID-19 beberapa tahun lalu.
Mereka mengatakan bahwa lebih dari 400 akun telah terbebas dari bayar denda selama lima hari pertama di bulan ini berkat sistem pembayaran yang baru ini.
Situs perpustakaan mengklarifikasi bahwa sistem pembayaran ini tidak hanya terbatas pada gambar kucing, "Kami juga akan menerima kucing kehormatan dan hewan lain, jadi Anda bisa menunjukkan foto atau gambar anjing, rakun, paus, kapibara, atau hewan lainnya."
Bertujuan untuk Membantu Pengunjung
Perpustakaan Umum Worcester menawarkan kesempatan kepada para peminjam untuk membayar denda mereka dengan memberikan foto kucing. Adapun hal ini bertujuan untuk mendorong orang untuk membaca dan mengunjungi perpustakaan, bahkan jika mereka berhutang untuk buku yang hilang atau rusak.
"Orang-orang biasanya sedang kesusahan dan terkadang harus memilih antara membayar buku yang secara harfiah telah dimakan anjing atau membeli bahan makanan seharga $30 (Rp46 juta). Itu adalah dua hal yang sangat berbeda," kata Jason Homer, Direktur Eksekutif Perpustakaan Umum Worcester, seperti dikutip dari New York Post, Rabu (13/4/24).
Ia juga menambahkan, "Orang-orang memiliki prioritas masing-masing. Jadi kami ingin memberi mereka kebaikan, dengan pengampunan dan berkata 'Jadilah bagian dari komunitas kami'.
Program ini dinamakan program "Feline Fee Forgiveness" yang merupakan bagian dari program "March Meowness" yang berlangsung selama satu bulan di perpustakaan tersebut.
Tak hanya untuk meringankan beban finansial pengunjung, program ini juga bertujuan untuk mengurangi hambatan pengunjung untuk kembali ke perpustakaan, apa pun kondisinya.
Advertisement
Berusaha Menarik Pengunjung dengan Kucing
Direktur Eksekutif Perpustakaan, Jason Homer, beserta jajarannya berpikir bahwa tidak ada cara yang lebih baik untuk menyambut dan menarik pengunjung daripada kucing yang lembut dan ramah.
"Orang yang suka pergi ke perpustakaan pasti pecinta buku, pecinta kardigan, dan pecinta kucing," kata Homer.
Ia menambahkan, "Staf kami memiliki banyak kucing. Beberapa staf sedang dalam rapat dan mereka mencoba mencari cara untuk mengundang orang kembali ke perpustakaan, dan mereka berpikir 'Bagaimana jika kita menghapus sebanyak mungkin hambatan dan memberitahu orang bahwa mereka bisa menunjukkan foto kucing, menggambar gambar kucing, atau bahkan hanya bercerita tentang kucing?'."
Pada tahun 2020, perpustakaan menghapus denda untuk buku yang terlambat dikembalikan. Hal tersebut disebabkan oleh begitu banyak orang yang telah kehilangan buku yang tidak bisa dikembalikan secara langsung setelah lockdown COVID.Â
Di Perpustakaan Worcester, periode waktu tersebut berlangsung selama satu setengah tahun, ucap Homer.
Denda yang Merugikan Perpustakaan
Homer mengatakan bahwa buku perpustakaan yang sering hilang merupakan suatu masalah nasional, "Kami akhirnya kehilangan pengunjung. Secara realistis, denda-denda itu benar benar tidak ada manfaatnya bagi perpustakaan, dan itu bukanlah sebuah penerimaan uang. Itu lebih seperti hutang yang tidak pernah dibayar."
"Tidak ada cara yang tepat untuk menarik pengunjung. Jadi kita beralih dan pada akhirnya tujuan disini adalah untuk menemukan cara agar orang kembali datang ke perpustakaan, seperti orang yang mungkin takut dengan perasaan bahwa mereka akan dihukum. Kami lebih suka bekerja dengan pendana untuk mendapatkan uang dan tidak harus menghukum anak-anak untuk beberapa hal yang diluar kendali mereka," tambah Homer.
Rata-rata, perpustakaan mengumpulkan sekitar $11.000 atau Rp171,3 juta dalam bentuk denda, ungkap Homer, tetapi kini perpustakaan memiliki yayasan yang dapat menutup denda tersebut, selama buku tersebut masih dapat dikembalikan.
"Ketika Anda kehilangan atau merusak buku diluar batas peminjaman, misalnya Anda menjatuhkannya ke laut dan buku tersebut tertutup pasir dan ubur-ubur dan kami tidak bisa mengembalikannya kembali, kami memliki biaya untuk itu," kata Homer.
Homer serta jajarannya mengatakan bahwa mereka tidak ingin hal-hal yang tidak sengaja terjadi menghalangi kemajuan perpustakaan. Â
Advertisement