Sukses

Putin: Rusia Siap Gunakan Senjata Nuklir jika Terancam

Putin memperingatkan bahwa jika pasukan Amerika Serikat dikerahkan ke Ukraina, Rusia akan memperlakukan mereka sebagai intervensionis.

Liputan6.com, Moskow - Rusia siap menggunakan senjata nuklir jika ada ancaman terhadap keberadaannya, namun kebutuhan seperti itu tidak pernah terjadi. Demikian disampaikan Presiden Vladimir Putin dalam wawancara dengan media pemerintah, Rossiya 1 dan RIA Novosti, yang dirilis pada Rabu (12/3/2024).

Pernyataan Putin muncul menjelang Pilpres Rusia pada 15 Maret, di mana dia diperkirakan akan memasuki masa jabatan kelimanya.

Putin menerangkan bahwa dari sudut pandang militer dan teknis, Rusia siap menghadapi perang nuklir, meski dia tidak mengatakan perang tersebut akan terjadi dalam waktu dekat. Dia memperingatkan bahwa jika pasukan Amerika Serikat (AS) dikerahkan ke Ukraina, Rusia akan memperlakukan mereka sebagai intervensionis.

Lebih lanjut, Putin mengungkapkan AS juga sedang mengembangkan kekuatan nuklir tetapi itu tidak berarti mereka siap untuk meluncurkan perang nuklir besok.

"Mereka sekarang menetapkan tugas untuk meningkatkan modernitas, inovasi, dan mereka punya rencana yang sesuai. Kami juga mengetahuinya. Mereka sedang mengembangkan semua komponennya. Kami juga," kata Putin, seperti dilansir CNN.

2 dari 3 halaman

Ukraina Butuh Bantuan

Awal bulan ini, dua pejabat senior pemerintahan AS mengatakan kepada CNN bahwa pada akhir tahun 2022, AS mulai bersiap secara sungguh-sungguh menghadapi kemungkinan Rusia menyerang Ukraina dengan senjata nuklir.

Pemerintahan Joe Biden, kata para pejabat itu, secara khusus khawatir Rusia mungkin menggunakan senjata nuklir taktis atau senjata nuklir di medan perang.

Tahun lalu, Putin mengerahkan senjata nuklir taktis ke negara tetangganya, Belarus, dan mantan Presiden Rusia serta wakil ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev menggarisbawahi senjata nuklir strategis dapat digunakan untuk mempertahankan wilayah Ukraina yang dicaplok.

Dalam wawancaranya, Putin mengungkapkan pula bahwa negara-negara Barat berpikir mereka bisa menyingkirkan Rusia pada awal invasi Ukraina, namun sebaliknya, dia mengklaim sistem keuangan dan ekonomi Rusia stabil dan kemampuan angkatan bersenjatanya semakin meningkat.

Perkiraan intelijen NATO mengenai produksi pertahanan Rusia menunjukkan negara itu tampaknya akan memproduksi amunisi artileri hampir tiga kali lebih banyak dibandingkan AS dan Eropa, keuntungan penting menjelang serangan Rusia lainnya di Ukraina pada akhir tahun ini.

"Mereka juga menjalankan pabrik artileri '24/7' dengan shift bergilir 12 jam," ungkap seorang pejabat NATO.

Namun, peningkatan yang dilakukan Rusia masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya, kata para pejabat AS dan Barat. Para pejabat intelijen Barat tidak memperkirakan Rusia akan memperoleh kemajuan besar di medan perang dalam jangka pendek.

Sementara itu, Ukraina sangat membutuhkan bantuan AS untuk persenjataan. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah mengatakan "jutaan orang" bisa mati tanpa bantuan tersebut.

3 dari 3 halaman

Putin Siap Bernegosiasi, tapi...

Pemerintahan Biden mengumumkan paket bantuan militer lainnya ke Ukraina senilai hingga USD 300 juta pada Selasa. Namun, Biden menegaskan itu tidak cukup, dan Kongres AS perlu memberikan dana tambahan.

Dalam wawancara yang sama, Putin menyatakan Rusia bersedia melakukan perundingan mengenai Ukraina, namun hanya jika didasarkan pada kenyataan.

"Apakah kami siap untuk bernegosiasi? Ya, kami siap, tapi hanya siap untuk bernegosiasi, bukan berdasarkan keinginan setelah penggunaan obat-obatan psikotropika, namun berdasarkan kenyataan yang berkembang, seperti yang mereka katakan dalam kasus tersebut, di lapangan," tegas Putin.

Ketika ditanya apakah mungkin ada perjanjian yang adil dengan Barat, dia menuturkan, "Saya tidak percaya siapa pun, tapi kami membutuhkan jaminan."

Zelenskyy sebelumnya menolak saran bahwa sudah waktunya untuk merundingkan perdamaian dengan Kremlin. Berulang kali dia mengatakan tidak akan menyerahkan wilayah Ukraina.

"Ketika Anda ingin berkompromi atau berdialog dengan seseorang, Anda tidak bisa melakukannya dengan seorang pembohong," katanya kepada CNN pada September.