Liputan6.com, Washington, DC - China memperingatkan pada Rabu (13/3/2024) bahwa rancangan undang-undang (RUU) larangan terhadap aplikasi berbagi video TikTok akan berdampak buruk pada Amerika Serikat (AS).
Dewan Perwakilan Rakyat AS akan melakukan pemungutan suara pada Rabu malam waktu setempat mengenai RUU yang akan memaksa TikTok memutuskan hubungan dengan pemiliknya di China atau dilarang di AS.
Baca Juga
RUU ini merupakan ancaman terbesar terhadap TikTok, yang kini semakin populer di seluruh dunia, dan menimbulkan ketakutan di kalangan pemerintah dan pejabat keamanan atas kepemilikan aplikasi itu di China dan potensi kepatuhannya terhadap Partai Komunis China.
Advertisement
Menjelang pemungutan suara, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengutuk RUU larangan TikTok tersebut.
"Meskipun AS tidak pernah menemukan bukti bahwa TikTok mengancam keamanan nasional AS, namun AS tidak berhenti menekan TikTok," ujar Wang Wenbin seperti dilansir CNA, Kamis (14/3).
"Perilaku intimidasi yang tidak dapat dimenangkan dalam persaingan yang sehat seperti ini mengganggu aktivitas bisnis normal perusahaan, merusak kepercayaan investor internasional terhadap lingkungan investasi, dan merusak tatanan ekonomi dan perdagangan internasional yang normal. Pada akhirnya, hal ini pasti akan kembali merugikan AS."
Biden Akan Menandatanganinya
Pemungutan suara kemungkinan akan dilakukan pada pukul 10 pagi waktu setempat dan diperkirakan akan lolos dengan suara mayoritas dalam momen bipartisan yang jarang terjadi di Washington yang terpecah secara politik.
Nasib RUU ini masih belum pasti di Senat karena tokoh-tokoh penting menentang tindakan drastis terhadap aplikasi yang sangat populer dan memiliki 170 juta pengguna di AS.
Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Presiden Joe Biden akan menandatangani RUU, yang secara resmi dikenal sebagai "Undang-undang Perlindungan Orang Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Musuh Asing" menjadi undang-undang jika RUU itu sampai ke mejanya.
Advertisement
Respons TikTok
TikTok telah dengan tegas menyangkal adanya hubungan apa pun dengan pemerintah China dan telah merestrukturisasi perusahaan, sehingga data pengguna AS tetap berada di negara tersebut.
CEO TikTok Chew Shou Zi dilaporkan berada di Washington dalam upaya mencoba menggalang dukungan untuk menghentikan RUU larangan aplikasinya.
"Undang-undang terbaru yang disahkan dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya bahkan tanpa adanya audiensi publik, menimbulkan kekhawatiran konstitusional yang serius," tulis Michael Beckerman, wakil presiden TikTok untuk kebijakan publik, dalam suratnya kepada salah satu sponsor RUU yang dilihat oleh AFP.