Sukses

USAID Prihatin Kasus TBC di Indonesia: 1 Orang Meninggal Setiap 4 Menit

Ketua Program Tuberkulosis USAID Bey Sonata menyebut sekitar 200 hingga 300 orang di Indonesia meninggal akibat TBC setiap harinya.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) menaruh perhatian terhadap kasus penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia, di mana Indonesia memiliki kasus terbanyak kedua di dunia dan setiap satu orang dinyatakan mengidap sakit TBC per 30 detik.

"TBC adalah salah satu penyakit menular paling berbahaya di dunia. Di Indonesia, penyakit ini menduduki peringkat keempat penyebab kematian paling besar menurut WHO," kata Direktur Kantor Kesehatan USAID Eni Martin dalam pernyataan kepada pers dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia di Kedutaan Besar AS, Senin (25/3/2024).

Eni menyebut bahwa tantangan terbesar dalam menangani pasien tuberkulosis, tak hanya di Indonesia namun di seluruh dunia, adalah banyak dari mereka tidak dapat terdiagnosa dengan segera. Akibatnya, mereka yang mengidap penyakit tersebut akhirnya tidak mendapat penanganan yang tepat.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Program Tuberkulosis USAID Bey Sonata yang menyebut bahwa setiap empat menit, satu orang meninggal karena TBC di Indonesia. Sementara itu, diperkirakan 140 ribu kematian akibat TBC terjadi di Indonesia setiap tahunnya.

"Sekitar satu juta kasus TBC baru ditemukan di Indonesia setiap tahun. Di global, sebenarnya WHO melaporkan tahun 2023 bahwa 1,3 juta orang itu juga meninggal dan setiap tahun ada 10 juta orang meninggal akibat TBC," kata Bey.

Ia memaparkan bahwa penyakit TBC di Indonesia paling banyak ditemukan di sejumlah provinsi di Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.

Lebih jauh, Bey memaparkan bahwa tantangan lain dalam penanganan kasus TBC di Indonesia adalah rendahnya tingkat pasien TBC yang menjalani pengobatan.

"Di Indonesia itu capaiannya baru 2,5 persen pada tahun 2023. Padahal targetnya adalah 60 persen. Jauh banget. Tapi ini tidak hanya di Indonesia, di negara lain juga masih sangat jauh dari target," lanjut Bey.

2 dari 4 halaman

Upaya Deteksi TBC Dini

Maka dari itu, USAID mendorong berbagai langkah pencegahan dan penanganan kasus TBC secara tepat dalam skala global, termasuk di Indonesia.

"Sejak tahun 2000, kami telah berinvestasi USD 4,7 miliar untuk memerangi TB dan jumlah tersebut juga telah berkontribusi untuk menyelamatkan 75 juta nyawa," tutur Eni.

Eni menggarisbawahi langkah awal untuk mencegah munculnya kasus baru adalah dengan mengidentifikasi pasien TBC dan memastikan mereka mendapat perawatan yang tepat. Langkah konkret yang dilakukan oleh USAID terkait ini adalah bekerja sama dengan enam mitra rumah sakit swasta di Indonesia yakni Muhammadiyah, Siloam, Primaya, Mitra Keluarga, Pertamedika IHC dan Hermina dalam meningkatkan kemampuan mereka untuk mendiagnosa penyakit TBC.

"Hasil nyatanya, Rumah Sakit Muhammadiyah melakukan skrining penyakit TBC pada setiap pasien dan tahun lalu mereka berhasil mengidentifikasi 16 ribu kasus TBC," lanjut dia.

"Kami bekerja sama dengan mitra rumah sakit swasta lainnya untuk mereplikasi model screening TBC seperti yang dilakukan oleh Muhammadiyah."

 

3 dari 4 halaman

Penanganan Penyakit TBC Khusus

Lebih lanjut, Eni menggarisbawahi kompleksnya penanganan TBC dalam beberapa kasus yang lebih parah.

"Salah satu tantangan lain dalam perlawanan TBC di Indonesia adalah tuberkulosis resisten obat. Itu terjadi kalau beberapa jenis bakteri TBC menjadi resisten terhadap obat yang digunakan," jelas Eni.

"Jadi obat tersebut tidak lagi efektif untuk mengatasi TBC."

Untuk menangani kasus semacam ini, USAID juga telah bekerja sama untuk mendirikan area penanganan khusus di 10 rumah sakit Muhammadiyah.

"Fasilitas ini berfungsi sebagai semacam klinik untuk menangani pasien TBC yang resisten obat sehingga mengurangi beban rumah sakit pemerintah dalam menangani kasus TBC," sambung dia.

Selain itu, Eni mengungkap bahwa pihaknya juga memberdayakan kader kesehatan di level masyarakat guna memberikan dukungan psikologis bagi pasien TBC resisten obat.

"Ini untuk memastikan bahwa mereka menuntaskan pengobatannya," imbuh Eni.

 

4 dari 4 halaman

Program USAID Tangani Kasus TBC di Dunia

USAID memiliki program untuk menyelesaikan tantangan penanganan kasus TBC dari hulu hingga hilir secara global. Upaya ini dilakukan dengan cara menyembuhkan (cure) mereka yang membutuhkan pengobatan, mencegah (prevent) penularan baru dan perkembangannya menjadi penyakit TBC aktif, dan berinovasi (innovate) dalam penemuan, perawatan, dan pengobatan, serta melanjutkan (sustain) program-program TBC.

Berikut ini ulasan singkatnya:

  • Reach: Memaksimalkan penemuan segala bentuk TBC pada semua orang di segala usia. Untuk menurunkan kesenjangan antara estimasi dan temuan jumlah kasus baru TBC, USAID bekerja sama dengan enam jaringan rumah sakit swasta besar dan berupaya untuk menemukan pasien dengan TBC dan mengobatinya hingga sembuh.
  • Cure: Memberdayakan semua individu yang didiagnosis TBC untuk menuntaskan pengobatan sampai sembuh. USAID membantu menghasilkan kualitas layanan, perawatan, dan pengobatan bagi pasien TBC.
  • Prevent: Menghentikan penyebaran penularan baru agar tidak berkembang menjadi penyakit TBC aktif. USAID menyumbangkan pengobatan pencegahan tuberkulosis kepada Indonesia yang mencukupi untuk 145.000 orang.
  • Innovate: Riset, pengembangan, peluncuran, perluasan skala pengunaan alat dan pendekatan baru untuk penanggunlangan TBC. Program Coach TB USAID membina tenaga kesehatan untuk meningkatkan ketersediaan layanan TBC yang sesuai standar dan berkualitas.
  • Sustain: Membangun sistem penanganan TBC pemerintah, dipimpin oleh mitra lokal yang mempercepat kemajuan dan mendukung kesiapsiagaan USAID mengembangkan integrasi sistem rekam medis elektronik dengan sistem informasi Tuberkulosis.
Video Terkini