Liputan6.com, Moskow - Otoritas Rusia mengatakan jumlah korban tewas dari serangan di sebuah gedung konser di Moskow yang diklaim dilakukan oleh kelompok ekstremis Islam, meningkat pada Rabu (27/3) menjadi 143 orang.
Pihak berwenang menyusun daftar nama korban tewas pada Kementerian Pertahanan Sipil dan Situasi Darurat Rusia, lima hari setelah serangan pada Jumat. Serangan itu diklaim merupakan yang paling mematikan sampai saat ini, dilakukan oleh ISIS di daratan Eropa dan yang terburuk di Rusia dalam dua dekade.
Baca Juga
Hingga Rabu (27/3) sore, 80 orang yang terluka dalam serangan itu, termasuk enam anak-anak, masih berada di rumah sakit. Kantor berita TASS mengutip itu dari pernyataan Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Muraskho, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (28/3/2024).
Advertisement
Sebuah sumber anonim dalam sektor kesehatan mengatakan kepada TASS, bahwa 205 orang dirawat jalan.
Deputi Perdana Menteri Rusia Tatiana Golikova mengatakan kepada para reporter sehari sebelumnya, bahwa banyak korban yang mengalami syok, tidak kembali ke rumah sakit untuk perawatan.
Pada Jumat pekan lalu, orang-orang bersenjata melakukan penembakan di gedung konser Crocus City di dekat Moskow. Mereka juga membakar tempat itu.
Empat tersangka penyerangan – semua dari Tajikistan menurut media resmi pemerintah Rusia – ditangkap bersama sejumlah tersangka kaki tangannya.
Sebuah pengadilan di Moskow telah memerintahkan orang-orang itu ditahan dalam penahanan praperadilan hingga 22 Mei. Masa penahanan tampaknya akan diperpanjang hingga peradilan sepenuhnya.
Rusia mengatakan pada Sabtu (23/3) bahwa mereka telah menangkap 11 orang dalam kaitannya dengan serangan itu. Belum ada informasi mengenai tujuh orang yang lain.
Â
ISIS Klaim Otak di Balik Serangan
Serangan itu dengan cepat diklaim oleh ISIS meskipun Moskow berulangkali menyebut kaitan serangan itu dengan Ukraina.
Kyiv menolak semua tuduhan keterlibatan.
Rusia selama beberapa tahun telah menjadi target ISIS, terkait dengan peran negara itu dalam upaya menekan konflik di negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim secara substansial, dan juga dukungannya terhadap rejim penguasa dalam perang saudara di Suriah.
Pada Senin (25/3), tiga hari setelah serangan itu, Presiden Vladimir Putin mengakui untuk pertama kalinya bahwa tersangka penembak adalah Islamis radikal tetapi terus meyakini keterlibatan Ukraina. Dia mengatakan bahwa para pelaku ini melarikan diri ke arah Ukraina ketika ditangkap sekitar 150 kilometer sebelum perbatasan Rusia-Ukraina.
Advertisement