Liputan6.com, Warsaw - Perdana Menteri (PM) Polandia Donald Tusk memperingatkan bahwa Eropa berada dalam "era sebelum perang" atau praperang, namun masih memiliki perjalanan panjang sebelum siap menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh Rusia.
"Perang bukan lagi sebuah konsep masa lalu. Ini nyata dan dimulai lebih dari dua tahun lalu. Hal yang paling mengkhawatirkan saat ini adalah skenario apa pun bisa saja terjadi. Kita belum pernah melihat situasi seperti ini sejak tahun 1945," kata Tusk dalam wawancara dengan surat kabar Jerman Die Welt yang diterbitkan Jumat, (29/3/2024) dan dilansir CNN, Sabtu (30/3).
Baca Juga
"Saya tahu ini terdengar menyedihkan, terutama bagi generasi muda, namun kita harus terbiasa dengan kenyataan bahwa era baru telah dimulai: era sebelum perang. Saya tidak melebih-lebihkan; semakin hari semakin jelas."
Advertisement
Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, para pemimpin dan pejabat militer Eropa semakin khawatir bahwa konflik dapat meluas ke negara-negara lain. Di lain sisi, Presiden Rusia Vladimir Putin berulang kali membantah bahwa Rusia bermaksud menyerang negara-negara NATO.
Perang Ukraina disebut telah mengubah tatanan geopolitik pasca-Perang Dingin, memaksa Eropa menyikapi serius pertahanannya setelah berpuluh-puluh tahun mengalami penurunan anggaran militer dan mendorong mereka mengambil tindakan yang lebih drastis.
Swedia dan Finlandia baru-baru ini bergabung dengan NATO – sesuatu yang hingga dua tahun lalu tidak terpikirkan oleh dua negara Skandinavia yang terkenal netral tersebut. Di negara-negara Baltik, Estonia dan Lithuania telah meningkatkan anggaran pertahanan mereka jauh di atas komitmen minimum NATO sebesar 2 persen dari PDB. Moldova, yang berbatasan dengan Ukraina dan telah lama rentan terhadap campur tangan Rusia, berada pada jalur yang dipercepat menuju Uni Eropa.
Sementara itu, tiga serangkai Prancis, Jerman, dan Polandia – yang disebut "Segitiga Weimar" – telah memelopori upaya benua ini untuk mempersenjatai kembali dan menjaga diri dari agresi Rusia lebih lanjut.
Dampak Pilpres AS
Tusk kembali berkuasa setelah pemilu tahun lalu dan sejak itu berusaha mengembalikan Polandia ke arus utama Eropa setelah hampir satu dekade pemerintahan otoriter di bawah Partai Hukum dan Keadilan yang populis.
Polandia, yang terjepit di antara Jerman dan Rusia, telah lama menyadari pentingnya pertahanan yang kuat. Tahun ini, anggaran militer Polandia berjumlah lebih dari 4 persen PDB – dua kali lipat dari pedoman NATO. Negara ini juga menerima jutaan warga Ukraina yang melarikan diri dari invasi Rusia.
Akhir pekan lalu, Polandia mengatakan sebuah rudal jelajah Rusia yang ditujukan ke Ukraina telah memasuki wilayah udaranya – kejadian yang berulang selama lebih dari dua tahun perang. Polandia pun menuntut penjelasan dari Moskow.
Meskipun ada upaya Eropa untuk meningkatkan pertahanannya, PM Tusk mengatakan perjalanan benua masih panjang. Dia mengatakan mereka harus independen dan mandiri dalam bidang pertahanan sambil mempertahankan aliansi yang kuat dengan Amerika Serikat (AS).
Presiden AS Joe Biden sendiri tetap teguh dalam dukungannya terhadap Ukraina, namun mantan Presiden Donald Trump mengatakan bulan lalu bahwa, jika terpilih kembali dalam Pilpres AS pada November, dia akan mendorong Rusia melakukan apa pun yang mereka inginkan terhadap anggota NATO mana pun yang tidak memenuhi pedoman belanja pertahanan organisasi itu.
"Tugas kami adalah memelihara hubungan trans-Atlantik, terlepas dari siapa presiden AS," tegas Tusk.
Advertisement
Dugaan Tusk
Tusk memperingatkan pula Putin dapat menggunakan serangan teroris di Balai Kota Crocus di Moskow sebagai dalih untuk meningkatkan perang di Ukraina.
"Kita tahu dari sejarah bahwa Putin menggunakan tragedi semacam itu untuk tujuannya sendiri," ujarnya.
"Putin sudah mulai menyalahkan Ukraina atas persiapan serangan ini, meski dia belum memberikan bukti apa pun. Jelas sekali, dia merasa perlu untuk membenarkan serangan yang semakin kejam terhadap situs-situs sipil di Ukraina."