Sukses

Abaikan Peringatan China, Filipina Perkuat Kerja Sama Maritim dengan Jepang hingga Amerika Serikat

Ketegangan di Laut China Selatan kian meningkat antara Tiongkok dan Filipina. Di sisi lain, Manila perkuat kerja sama dengan Jepang hingga AS.

Liputan6.com, Manila - Ketegangan antara China dan Filipina terus memburuk akibat meningkatnya eskalasi di Laut China Selatan. Beijing memperingatkan Manila agar tidak melakukan provokasi lebih lanjut setelah insiden di dekat kapal perang berbendera Filipina.

Beijing dan Manila telah mengalami serangkaian perselisihan maritim, termasuk penggunaan meriam air dan perdebatan sengit, yang telah memicu kekhawatiran mengenai eskalasi regional.

Ketegangan di Laut China Selatan meningkat dalam satu tahun terakhir karena Tiongkok semakin percaya diri dalam menegaskan klaimnya atas perairan yang juga diklaim oleh Filipina dan Jepang, serta atas wilayah Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri.

Hal ini terjadi ketika Filipina memperkuat hubungan militer dengan Jepang dan Amerika Serikat, menyaingi pengaruh Tiongkok di wilayah tersebut, dikutip dari laman eurasiantimes, Minggu (7/4/2024).

Second Thomas Shoal muncul sebagai titik konflik di Laut China Selatan. Ini adalah sebuah pulau terumbu karang terendam yang terletak 194 km sebelah barat pulau Palawan di Filipina dan 32 km dari pangkalan militer Mischief Reef milik Tiongkok.

Second Thomas Shoal adalah tempat kapal Angkatan Laut Filipina BRP Sierra Madre dikandangkan pada tahun 1999 untuk memperkuat klaim teritorial Manila.

Sebagai wujud sikap agresif Presiden Xi Jinping, angkatan laut dan penjaga pantai Tiongkok meningkatkan gangguan terhadap misi pasokan Filipina ke garnisun marinir Filipina di Sierra Madre, mulai dari mengerahkan meriam air hingga menabrak kapal.

Pada konferensi pers, juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok Wu Qian mengatakan: "Kedaulatan China terbantahkan atas Kepulauan Spratly, termasuk Second Thomas Shoal dan wilayah Maritim di sekitarnya, lantaran memiliki dasar sejarah dan hukum yang memadai."

“Kami menuntut Filipina menghentikan semua tindakan pelanggaran dan provokasi. Tiongkok akan selalu mengambil tindakan tegas untuk menjaga kedaulatan teritorial serta hak dan kepentingan Maritimnya.”

2 dari 4 halaman

Filipina Tetap Pertahankan Second Thomas Shoal

Filipina bereaksi dengan menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk mempertahankan posisinya di Second Thomas Shoal.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Filipina mengatakan, tindakan balasan yang diumumkan oleh Presiden Ferdinand Marcos Jr terhadap tindakan agresif yang dilakukan penjaga pantai Tiongkok akan bersifat multi-dimensi dan tidak hanya bersifat militer.

“Komitmen kami untuk mempertahankan BRP Sierra Madre akan selalu ada, sehingga setiap upaya Tiongkok untuk mengganggu misi kami akan ditanggapi oleh Filipina.”

Beijing mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan sebagai wilayahnya dan telah mendirikan pos-pos militer dengan kapal angkatan laut dan Penjaga Pantai yang berpatroli di wilayah tersebut.

Negara-negara Asia Tenggara, termasuk Filipina dan Indonesia, membantah klaim kedaulatan Tiongkok.

Pada tahun 2016, Pengadilan internasional di Den Haag memutuskan melawan Tiongkok dalam kasus yang diajukan oleh Filipina yang menentang klaim Beijing atas wilayah tersebut berdasarkan Lampiran VII Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

3 dari 4 halaman

Hasil Pengadilan Internasional

Proses arbitrase tersebut berkaitan dengan peran hak bersejarah dan sumber hak maritim di Laut China Selatan. Pengadilan arbitrase tersebut memberikan keputusan yang sangat mendukung Filipina, dan menetapkan bahwa elemen utama dari klaim Tiongkok.

Termasuk sembilan garis putus-putus, aktivitas reklamasi lahan baru-baru ini, dan aktivitas lainnya di perairan Filipina adalah melanggar hukum.

Tiongkok bereaksi negatif terhadap keputusan tersebut. Mereka mengabaikan keputusan tersebut dan malah bersikeras pada klaim kedaulatannya, dan kadang-kadang menyalahkan kepentingan AS di wilayah tersebut atas perselisihan yang terus berlanjut di Laut China Selatan.

Hubungan antara Manila dan Beijing memburuk di bawah pemerintahan Marcos, yang mengambil sikap lebih keras dibandingkan pendahulunya, Rodrigo Duterte, terhadap tindakan Tiongkok di laut tersebut.

Pada Maret 2024, saat menyampaikan Pidato Utama di Lowy Institute Perdamaian dan Ketahanan Di Tengah Rivalitas Kekuatan Besar, Presiden Filipina Ferdinand R. Marcos Jr. mengatakan:

"Sangat disayangkan bahwa meskipun ada kejelasan dalam hukum internasional, tindakan provokatif, unilateral, dan ilegal terus melanggar kedaulatan kami, hak kedaulatan kami, dan yurisdiksi kami. Pola agresi ini menghalangi jalan kita menuju visi Asia mengenai Laut China Selatan sebagai lautan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran."

Pekan lalu, pada tanggal 28 Maret, Marcos mengeluarkan pernyataan tegas yang bersumpah bahwa Filipina tidak akan takut diam, tunduk, atau tunduk oleh Tiongkok.

 

4 dari 4 halaman

Kerja Sama Filipina dengan Sejumlah Negara

Ketegangan yang sudah berlangsung lama ini muncul setelah para pemimpin Jepang dan Filipina setuju untuk bekerja sama lebih erat dalam masalah keamanan.

Pembicaraan antara Filipina dan Jepang mengenai pakta pertahanan yang memungkinkan kedua negara mengerahkan pasukan di wilayah masing-masing “masih berlangsung.”

Di tengah perselisihan maritim Filipina dengan Tiongkok, Menteri Luar Negeri India S Jaishankar, yang mengunjungi Manila, menyatakan dukungannya terhadap kedaulatan Filipina dan menekankan kepatuhan terhadap Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Ia juga menyatakan dukungan tegas terhadap Filipina dalam menegakkan kedaulatan nasionalnya.