Liputan6.com, Roma - Pria berusia 40 tahun di Tuscany, Italia, menuntut seorang dokter dan dua klinik tempatnya melakukan operasi lantaran dirinya mengalami impoten dan disfungsi ereksi setelah menjalani prosedur operasi pembesaran penis.
Dilansir Oddity Central, Rabu (9/4/2024), pria yang tidak disebutkan namanya itu diduga telah membayar sebesai 5.000 euro atau sekitar Rp86,2 juta untuk prosedur pembesaran penis. Namun satu bulan setelah menjalani operasi, pria tersebut menghubungi sang dokter dan mengeluh soal ketidaknyamanan fisik yang dialaminya.
Baca Juga
Akibatnya, pria tersebut harus menjalani hingga 12 prosedur guna memperbaiki operasi pertamanya yang gagal.
Advertisement
Menurut dokumen pengadilan yang diperoleh media berita Italia, pria tersebut menjalani dua kali operasi lipofilling, di mana lemak dari berbagai bagian tubuhnya dipindahkan ke penisnya untuk menyesuaikan bentuknya.
Sayangnya, tindakan tersebut tidak memberikan efek yang diinginkan, karena alat kelamin pria tersebut tidak berubah ke bentuk dan volume yang diharapkan.
Surat kabar Italia La Repubblica edisi Florentine menulis bahwa pria tersebut diduga menjalani beberapa prosedur lain untuk memperbaiki kerusakan pada alat kelaminnya, namun hal itu justru memperburuk keadaan.
Menurut para ahli yang dikutip dalam dokumen pengadilan, beberapa prosedur telah dilarang sejak tahun 1993.
Jalani 12 Prosedur
Setelah menjalani 12 prosedur yang dilaporkan menyebabkan penisnya berubah bentuk dan tidak dapat digunakan dalam tindakan seksual, pria tersebut diminta untuk menjalani operasi sekali lagi, dan pada saat itulah dia memutuskan untuk menuntut dokter dan fasilitas medis tempatnya melakukan operasi.
Sang dokter membela diri di pengadilan dengan mengklaim bahwa pasien pada awalnya puas dengan hasil operasi, bahkan mengiriminya video sebagai bukti dan bahwa ia telah menandatangani formulir persetujuan sebelumnya.
Namun, pengadilan Pistoia menolak klaimnya dan memutuskan bahwa pasien "tidak menyadari risiko fisik yang dihadapinya".
Pengadilan menambahkan bahwa kepuasannya terhadap hasil estetika dari operasi tersebut sama sekali tidak relevan, karena "itu adalah tugas dari tenaga medis untuk mengevaluasi keberhasilan prosedur".
Sementara itu, klinik yang terlibat dalam kasus ini berusaha menghindari tanggung jawab dengan mengklaim bahwa mereka hanya "meminjamkan" fasilitas mereka kepada dokter. Meski begitu, hakim tetap memutuskan bahwa mereka mendapat manfaat dari pekerjaan yang dilakukan dokter dan turut memiliki tanggung jawab.
Advertisement
Dokter dan Klinik Diminta Ganti Rugi
Pihak dokter akhirnya diminta untuk membayar ganti rugi sebesar 60 persen, sedangkan pihak klinik harus membayar masing-masing 20 persen.
Nilai kompensasi yang ditetapkan sebesar 153 ribu euro atau sekitar Rp2,6 miliar namun pasien hanya mendapat sekitar 110.000 euro atau sekitar Rp1,8 miliar, karena pengadilan memutuskan bahwa 30 persen kerusakan yang diderita pada alat kelaminnya adalah kesalahannya sendiri.
Pria tersebut mengaku memberikan suntikan yang menurutnya diresepkan oleh dokter yang sama pada penisnya di rumah, yang menurut pengadilan berkontribusi terhadap kelainan bentuk dan disfungsi ereksi yang dialaminya.