Liputan6.com, Gaza - Idul Fitri seharusnya memberikan rasa suka cita bagi umat Muslim yang merayakan akhir bulan puasa Ramadhan. Tapi tak demikian dengan warga Gaza, karena perang Israel vs Hamas sangat membebani mereka.
Banyak warga Palestina yang justru tidak merasakan kegembiraan pada Idul Fitri tahun ini, namun mengatakan bahwa mereka masih memiliki iman.
Baca Juga
Warga Palestina di seluruh Jalur Gaza menandai akhir bulan suci Ramadhan tanpa ada jeda dari serangan mematikan militer Israel.
Advertisement
Pada hari Rabu 10 April 2024, penduduk yang kelaparan di daerah kantong yang terkepung melakukan yang terbaik untuk mengikuti tradisi Idul Fitri, namun kenyataan perang yang telah menewaskan lebih dari 33.300 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tidak memberikan banyak ruang untuk perayaan.
"Tidak ada kegembiraan atau keinginan untuk merayakan acara suci ini," Ahmed Ismail, seorang penjaga toko di Rafah di Gaza selatan, mengatakan kepada Al Jazeera yang dikutip Kamis (11/4/2024). "Bahkan anak-anak pun tidak tertarik pada mainan seperti dulu. Ini adalah musim terburuk yang pernah kami jalani."
Jabr Hassan, seorang pengungsi di Rafah, tempat lebih dari 1,5 juta warga Palestina berlindung, mengatakan: "Kami menderita di semua lini. Orang-orang sulit bertahan hidup. Mereka sulit memberi makan keluarga mereka. Kami tidak lagi memikirkan Idul Fitri atau perayaan atau bentuk kegembiraan lainnya.”
Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera mengatakan orang-orang melaksanakan salat Idul Fitri di Rafah bahkan ketika drone militer Israel terbang di atas kepala mereka untuk menjaga rasa tidak aman.
"Tetap saja, warga Palestina di sini hari ini melaksanakan salat Idul Fitri sambil berkumpul [dan] saling mengucapkan selamat meskipun banyak kehancuran, kesedihan dan kedukaan yang menyelimuti mereka," lapor Tareq Abu Azzoum dari kota selatan.
"Salah satu serangan berdarah dan mematikan terbaru menewaskan sedikitnya 14 warga Palestina di kamp pengungsi Nuseirat, seluruh keluarga menjadi sasaran, para korban termasuk anak-anak dan perempuan."
Kami Tak Bisa Tinggalkan Tanah Air Kami
Banyak warga Palestina yang melaksanakan salat Idul Fitri di dekat reruntuhan tempat mereka salat tahun lalu.
Saleh al-Ames, seorang dokter dari Gaza, mengatakan masjid di lingkungan tempat tinggalnya dihancurkan oleh militer Israel pada bulan Februari dan menyebabkan banyak jamaahnya terbunuh, terluka atau terpaksa mengungsi.
“Namun, kami tetap bertahan; teguh menjalankan ritual kami meskipun kami sangat menderita dan berduka,” katanya kepada Al Jazeera. "Seluruh dunia menyaksikan dalam diam… tapi kami tidak akan… tidak meninggalkan tanah air kami."
Anas Mohammed, warga Palestina lainnya yang salat di reruntuhan masjidnya, berkata, “Kami berdoa kepada Tuhan… untuk mengakhiri penderitaan kami”, dan agar dunia sadar “untuk mengakhiri genosida ini”.
"Kami adalah pemilik sah tanah tersebut dan kami tidak bisa meninggalkan tanah air kami," kata Mohammed kepada Al Jazeera.
Serangan militer Israel tidak menyisakan apa pun di Gaza, berulang kali menghancurkan atau merusak masjid, rumah sakit, sekolah, bangunan tempat tinggal, infrastruktur internet dan jalan raya, meninggalkan sedikitnya 26 juta ton puing dan reruntuhan bangunan.
Advertisement
Hati Kami Dipenuhi Rasa Sakit
Abu Omar, seorang pengungsi Palestina, merayakan Idul Fitri di sebuah sekolah yang banyak digunakan sebagai tempat berlindung dari pemboman Israel.
"Memang benar hati kami dipenuhi dengan rasa sakit, tapi ini mengingatkan kami akan pengorbanan besar yang dilakukan rakyat kami: dalam bentuk darah dan harta benda," kata Omar.
Seorang anak Palestina mengatakan dia tidak merasakan kegembiraan tahun ini karena ayahnya tidak bisa membelikannya baju baru untuk Idul Fitri, dan dia tidak bisa bermain dengan teman-temannya.
"Saya berharap perang berakhir dan kita kembali ke rumah. Saya berharap kita bisa merayakan Idul Fitri yang akan datang dengan pakaian baru, berkumpul bersama keluarga besar, sahabat, dan orang-orang tercinta."
Hiburan dari Musisi
Al Jazeera berbicara dengan musisi Palestina yang mencoba memberikan kegembiraan kepada anak-anak di Rafah. "Kami melakukan yang terbaik untuk menawarkan senyuman, nyanyian, dan aktivitas,"" kata Musab al-Ghamri. "Idul Fitri adalah hari yang tidak boleh kita lewatkan."
"Kami ingin memberikan kegembiraan kepada anak-anak ini dalam merayakan Idul Fitri, meskipun ada pemboman, ketakutan dan kehilangan."
Advertisement