Sukses

Pria di AS Rela Palsukan Kematiannya Supaya Tak Perlu Biayai Kebutuhan Anak

Pria tersebut juga telah melakukan peretasan terhadap sejumlah sistem milik swasta maupun pemerintah.

Liputan6.com, Washington - Seorang pria asal Kentucky, Amerika Serikat (AS), menerima hukuman penjara setelah terbukti mengakses sistem pencatatan kematian secara ilegal dan memalsukan kematiannya sendiri.

Hal ini ia lakukan demi menghindar dari tanggung jawab untuk menafkahi anaknya lebih dari USD 100.000 atau sekitar Rp1,6 miliar.

Dilansir Oddity Central, Rabu (17/4/2024), pria bernama Jesse Kipf (39) mengaku telah mengakses sistem pencatatan kematian di Hawaii dengan menggunakan data yang ia curi dari dokter pada Januari 2023.

Menurut penyelidik, dia membuat file untuk dirinya sendiri di sistem tersebut dan menggunakan akun dokter untuk menyatakan bahwa dia telah meninggal.

Dokumen pengadilan menunjukkan bahwa Kipf juga mengaku mengakses berbagai situs web yang dijalankan oleh negara bagian Arizona dan Vermont, bersama dengan GuestTek Interactive Entertainment dan Milestone, Inc. secara ilegal dan membuat dirinya tercatat telah meninggal di beberapa database pemerintah.

 

2 dari 3 halaman

Menghindar dari Tanggung Jawab Menafkahi Anak

Dalam perjanjian pembelaan, terdakwa menyebut bahwa ia melakukan kejahatan tersebut, antara lain, untuk menghindari membayar tunjangan anak kepada mantan istrinya.

"Dia mengisi Lembar Kerja Sertifikat Kematian Negara Bagian Hawaii, dan kemudian, pada tanggal 21 Januari 2023, tergugat menugaskan dirinya sebagai pemberi sertifikat medis untuk kasus tersebut dan mengesahkan kasus tersebut," demikian bunyi isi perjanjian pembelaan.

"Dia menggunakan tanda tangan digital untuk (dokter), memberikan nama, gelar, dan nomor lisensinya. Hal ini mengakibatkan terdakwa terdaftar sebagai orang meninggal di banyak database pemerintah."

 

3 dari 3 halaman

Mengaku Meretas

Lebih jauh, Kipf juga mengaku telah mengaku meretas jaringan bisnis swasta, pemerintah, dan perusahaan menggunakan kredensial yang dicuri dari orang lain, dan berusaha menjual akses ke jaringan tersebut secara online.

Berdasarkan perjanjian pembelaan, Kipf harus membayar kembali pihak-pihak yang ditipu melalui tindakannya, termasuk tunjangan anak sebesar USD116.000 atau sekitar Rp1,8 miliar kepada mantan istrinya, dan USD79.000 atau sekitar Rp1,2 miliar kepada jaringan pemerintah dan perusahaan yang ia akses secara ilegal.

Selain itu, kesepakatan Kipf berpotensi dikenakan hukuman penjara maksimal tujuh tahun, serta denda USD500.000 atau sekitar Rp8 miliar.