Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara (Korut) telah melakukan uji coba terhadap "hulu ledak super besar" yang dirancang untuk rudal jelajah strategis, lapor media pemerintah, dan menambahkan bahwa negara tersebut juga meluncurkan rudal anti-pesawat jenis baru.
"DPRK Missile Administration (Administrasi Rudal DPRK) telah melakukan uji kekuatan hulu ledak super besar yang dirancang untuk rudal jelajah strategis 'Hwasal-1 Ra-3'," kantor berita KCNA melaporkan pada hari Sabtu (20/4/2024), merujuk pada Korea Utara dengan singkatan dari nama resminya – Democratic People’s Republic of Korea (DPRK)/Republik Demokratik Rakyat Korea seperti dikutip dari Al Jazeera.
Baca Juga
Korea Utara juga melakukan uji peluncuran "Pyoljji-1-2" pada Jumat (18/4) sore, yang menurut media pemerintah adalah "rudal anti-pesawat tipe baru".
Advertisement
KCNA menambahkan bahwa "tujuan tertentu telah tercapai" melalui tes rudal tersebut tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Uji coba senjata tersebut adalah bagian dari "kegiatan rutin pemerintah dan lembaga ilmu pertahanan yang berafiliasi dengannya," lapor KCNA, merujuk pada pengoperasian "sistem senjata tipe baru"".
Uji coba rudal tersebut "tidak ada hubungannya dengan situasi sekitar", tambah KCNA, namun tidak memberikan informasi lebih lanjut.
Pada awal April, Korea Utara mengatakan pihaknya telah menguji rudal hipersonik berbahan bakar padat jarak menengah hingga jarak jauh, dan media pemerintah membagikan video peluncurannya disaksikan oleh pemimpin negeri, Kim Jong Un.
Rudal Jelajah Jadi Senjata Andalan Korea Utara
Cruise missiles atau rudal jelajah merupakan salah satu dari sekian banyak senjata Korea Utara yang dirancang untuk mengalahkan pertahanan rudal regional. Rudal-rudal tersebut melengkapi persenjataan rudal balistik Korea Utara, termasuk varian intercontinental (antarbenua), yang dikatakan ditujukan ke benua Amerika Serikat.
Para analis mengatakan teknologi rudal anti-pesawat adalah bidang di mana Korea Utara bisa mendapatkan keuntungan dari kerja sama militer yang semakin mendalam dengan Rusia, seiring kedua negara menyelaraskan diri dalam menghadapi konfrontasi mereka yang semakin intensif dengan Amerika.
AS dan Korea Selatan menuduh Korea Utara menyediakan peluru artileri dan peralatan lainnya ke Rusia untuk membantu memperluas kemampuan perangnya di Ukraina.
Sejak uji coba nuklir keduanya pada tahun 2009, Pyongyang telah mendapat sanksi internasional yang berat, namun pengembangan program nuklir dan senjatanya terus berlanjut.
Advertisement
AS dan Sekutunya Dorong Pembentukan Panel Pemantau Sanksi Korea Utara
Baru-baru ini, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang mendorong pembentukan panel ahli multinasional untuk memastikan penegakan sanksi terhadap Korea Utara.
Hal ini dilakukan setelah Rusia dan China menggagalkan kegiatan pemantauan di badan dunia tersebut, dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu (17/4/2024).
Dorongan ini muncul setelah Rusia menolak pembaruan tahunan panel ahli PBB yang selama 15 tahun terakhir memantau penerapan sanksi yang bertujuan untuk mengekang program nuklir dan rudal Korea Utara.
Sementara itu, Tiongkok abstain dalam pemungutan suara tersebut.
Panel baru yang diharapkan bertujuan untuk melanjutkan pekerjaan entitas PBB dan akan dioperasikan oleh Washington, Seoul dan Tokyo dan diikuti oleh negara-negara serupa termasuk Australia, Selandia Baru dan beberapa negara Eropa, kata sumber yang tidak ingin disebutkan namanya karena sensitivitas diplomatik.
“Panel PBB menghadapi beberapa kesulitan karena anggota Tiongkok dan Rusia sering mencoba untuk mempermudah dugaan penghindaran sanksi oleh Korea Utara,” kata seorang pejabat senior pemerintah Korea Selatan.
Tim seperti itu kemungkinan besar tidak memiliki legitimasi internasional yang diberikan untuk operasi yang didukung PBB, namun akan mampu memantau Korea Utara dengan lebih efektif, kata pejabat itu.
Seoul lebih suka meluncurkan mekanisme tersebut di antara sekutu dan sahabatnya, namun ada kemungkinan bahwa mereka akan mencari dukungan formal melalui Majelis Umum PBB (UNGA), kata pejabat senior lainnya.
Tim tersebut mungkin juga diberi mandat untuk memantau implementasi resolusi mengenai situasi hak asasi manusia di Korea Utara yang diadopsi oleh Dewan Keamanan, Majelis Umum PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia PBB, kata sumber ketiga.
Kim Jong Un Nyatakan Lebih Bersiap Berperang, Jika Musuh Konfrontasi Maka Korea Utara Beri Pukulan Mematikan
Sementara itu, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengatakan situasi geopolitik tidak stabil di sekitar negaranya, itu berarti sekarang adalah waktunya untuk lebih bersiap menghadapi perang dibandingkan sebelumnya. Hal itu disampaikan saat ia meninjau universitas militer utama negara itu, demikian kata kantor berita KCNA pada Kamis, 11 April 2024.
Kim memberikan bimbingan lapangan pada Rabu (10/4) di Kim Jong Il University of Military and Politics (Universitas Militer dan Politik Kim Jong Il), yang namanya diambil dari nama mendiang sang ayah yang meninggal tahun 2011, yang menurut KCNA adalah "kursi pendidikan militer tertinggi" di Korea Utara (Korut).
Kim mengatakan kepada staf universitas dan mahasiswa bahwa "jika musuh memilih untuk melakukan konfrontasi militer dengan DPRK, DPRK akan memberikan pukulan mematikan kepada musuh tanpa ragu-ragu dengan mengerahkan segala cara yang dimilikinya", lapor KCNA seperti dikutip juga dari Channel News Asia (CNA), Sabtu (13/4/2024).
DPRK adalah kependekan dari Republik Demokratik Rakyat Korea, nama resmi Korea Utara.
"Menguraikan situasi internasional yang rumit...dan situasi militer dan politik yang tidak menentu dan tidak stabil di sekitar DPRK, dia mengatakan bahwa sekarang adalah waktu untuk lebih bersiap menghadapi perang dibandingkan sebelumnya," kata KCNA mengutip Kim Jong Un.
Korea Utara telah meningkatkan pengembangan senjata dalam beberapa tahun terakhir di bawah kepemimpinan Kim Jong Un dan telah menjalin hubungan militer dan politik yang lebih erat dengan Rusia, yang diduga membantu Moskow dalam perangnya dengan Ukraina dengan imbalan bantuan dalam proyek-proyek militer strategis.
Awal bulan ini, Kim Jong Un terpantau mengawasi uji peluncuran rudal balistik jarak menengah hipersonik baru yang menggunakan bahan bakar padat, yang menurut para analis akan meningkatkan kemampuan Korea Utara untuk mengerahkan rudal dengan lebih efektif dibandingkan varian bahan bakar cair.
Adapun Korut menuduh Amerika Serikat dan Korea Selatan memprovokasi ketegangan militer dengan melakukan apa yang mereka sebut sebagai "manuver perang" ketika sekutu mereka melakukan latihan militer dengan intensitas dan skala yang lebih besar dalam beberapa bulan terakhir.
Advertisement