Sukses

Atasi Krisis, Pakistan Ajukan Dana Pinjaman ke IMF hingga 8 Miliar Dolar AS

Mencari dana talangan sebesar US$ 6-8 miliar sebelum tahun fiskal ini berakhir, Menteri Keuangan Pakistan Muhammad Aurangzeb akan mengadakan diskusi dengan IMF.

Liputan6.com, Islamabad - The Dawn, surat kabar bergengsi berbahasa Inggris di Pakistan dalam editorialnya mengatakan bahwa dana talangan IMF yang lebih besar dan berjangka menengah, dengan dukungan keuangan pelengkap dari negara-negara sahabat, sangat penting bagi Pakistan untuk mengatasi masalah neraca pembayarannya.

Menurut editorial berjudul "Tough talks", kunci untuk membuka dana segar IMF terletak pada meyakinkan pemberi pinjaman bahwa Pakistan kini siap untuk melakukan reformasi nyata, dikutip dari laman Islamkhabar, pada Minggu (21/4/2024).

Mencari dana talangan sebesar US$ 6-8 miliar sebelum tahun fiskal ini berakhir, Menteri Keuangan Pakistan Muhammad Aurangzeb akan mengadakan diskusi dengan IMF untuk pinjaman baru pada margin pertemuan musim semi IMF dan Bank Dunia di Washington.

Menurut menteri keuangan Pakistan, negosiasi untuk pinjaman baru ini tidak akan mudah meskipun IMF sangat menerima permintaan Pakistan untuk program baru.

Sebelumnya pada Maret 2024, Pakistan dan IMF mencapai kesepakatan tingkat staf untuk mengucurkan dana talangan sebesar US$ 1,1 miliar dari paket dana talangan sebesar US$ 3 miliar yang sangat dibutuhkan negara Asia Selatan yang berhutang tersebut untuk menarik diri dari krisis dan menghindari gagal bayar (default) negara.

Menurut laporan, negara ini sangat membutuhkan bantuan keuangan dari pemberi pinjaman global dan mitra bilateral untuk menopang perekonomiannya yang bernilai US$ 350 miliar, yang telah berada di bawah tekanan berat selama dua tahun.

 

2 dari 4 halaman

Faktor-faktor Penyabab Terpuruknya Ekonomi Pakistan

Dengan populasi 240 juta orang, Pakistan memiliki produk domestik bruto (PDB) sebesar US$ 376 miliar, sedikit lebih besar dari PDB Hong Kong.

Perekonomian Pakistan sudah terpuruk setelah bertahun-tahun mengalami kesalahan pengelolaan keuangan dan ketidakstabilan politik.

Namun pada tahun 2023, negara ini terpuruk akibat krisis energi global yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina dan bencana banjir yang berdampak pada kehidupan jutaan warga Pakistan.

Menurut para ahli yang dikutip majalah Time, Pakistan dilanda krisis Triple-C yaitu pandemi Covid, konflik di Ukraina, dan perubahan iklim.

Ketiga faktor tersebut memperburuk situasi ekonomi Pakistan.

Pada tahun 2022, banjir dahsyat pernah merendam sepertiga wilayah negara ini, menyebabkan 8 juta orang mengungsi dan lebih dari dua juta rumah rusak.

3 dari 4 halaman

Masalah Banjir di Pakistan

Banjir juga mengakibatkan kerugian ekonomi lebih dari US$ 30 miliar, menurut penilaian pemerintah Pakistan bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa (UE), Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Dunia ( Bank Dunia).

Biro Emigrasi, pada tahun 2022, mencatat lebih dari 750.000 orang meninggalkan Pakistan, meningkat tiga kali lipat dari tahun 2021.

Lantaran pengentasan kemiskinan dan menyusutnya prospek pekerjaan telah mendorong emigrasi ke luar negeri.

Negara di Asia Selatan ini menyaksikan rekor inflasi tertinggi ketika pemerintah Pakistan berjuang untuk menerapkan rencana pemulihan.

Pemerintah meningkatkan subsidi energi dan menghabiskan cadangan devisa negara ke tingkat yang sangat rendah yaitu US$2,9 miliar, terendah dalam sembilan tahun, untuk meningkatkan popularitasnya di kalangan pemilih.

 

4 dari 4 halaman

Akankah Dana Talangan IMF Membantu Pemulihan Ekonomi Pakistan?

Dana baru IMF kemungkinan akan memberikan keringanan jangka pendek dengan membuka kredit dari pemodal lain, termasuk pasar swasta, dan memperkuat prospek investasi asing langsung, menurut laporan.

Selain itu, Arab Saudi mengumumkan akan memberikan dukungan keuangan sebesar US$ 2 miliar kepada Pakistan.

Namun, para analis dan penasihat politik memperingatkan bahwa dalam jangka panjang, dana tersebut hanyalah “solusi sementara” kecuali pemerintah di Pakistan dapat menerapkan reformasi serius dan berskala besar yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah seperti ketergantungan yang besar pada impor bahan bakar yang mahal.

Serta sektor pertanian yang bergulat dengan kekurangan air dan energi, kurangnya investasi pada kesejahteraan masyarakat, dan elit politik yang rentan terhadap korupsi, menurut laporan majalah Time.

Sementara itu, pemerintah Pakistan kini menghadapi pembayaran utang dalam jumlah besar, dan hampir mustahil bagi negara tersebut untuk melunasinya tanpa bantuan keuangan lebih lanjut dari pemberi pinjaman seperti Tiongkok dan Arab Saudi, serta dana talangan IMF lainnya.