Liputan6.com, Teheran - Hampir semua media di dunia mengabarkan serangan Israel ke kota Isfahan, yang menjadi salah satu lokasi pangkalan militer dan laboratorium nuklir Iran.
Meskipun awalnya tidak seorang pejabat pun mengkonfirmasi serangan itu, tetapi diaktifkannya sistem pertahanan udara Iran dan penghentian operasi beberapa maskapai penerbangan di kawasan tersebut seakan mengonfirmasi serangan yang terjadi.
Baca Juga
Serangan Israel itu merupakan pembalasan terhadap serangan lebih dari 300 rudal dan pesawat nirawak bersenjata Iran ke Israel pada 13 April 2024.
Advertisement
Iran melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya itu untuk memberi peringatan kepada Israel atas serangan ke kantor kedutaannya di Damaskus, Suriah, pada 1 April 2024, yang menewaskan tujuh perwira Korps Garda Revolusioner Islam Iran, termasuk dua jendral.
Memanasnya situasi di kawasan itu membuat Kementerian Luar Negeri meminta seluruh warga negara Indonesia (WNI) di sana, terutama di Iran, Palestina dan Israel, untuk senantiasa waspada; sementara mereka yang baru berencana terbang ke wilayah itu diimbau untuk menangguhkannya, dikutip dari laman VOA Indonesia, Senin (22/4/2024).
Meskipun demikian WNI yang tinggal di Iran menilai situasi di negara Mullah itu masih kondusif. Ja’far Alkaf, mahasiswa Indonesia yang sejak tahun 2021 tinggal di Isfahan, tidak percaya jika kota itu diserang Israel. Menurutnya yang terjadi hanya ledakan akibat deteksi adanya obyek mencurigakan yang membuat sistem pertahanan udara Iran menembaknya.
Ja’far mengatakan, ia memang sempat kaget saat baru bangun tidur mendapat kabar Israel menyerang Isfahan, meskipun lokasi di mana insiden itu terjadi masih sekitar 30-45 menit dari tempat tinggalnya.
“Ada rasa takut juga mestinya. Terus saya langsung beberapa berita di Isfahan, ada pemberitahuan dari media lokal bahwa itu bukan serangan melainkan tembakan kepada sesuatu yang asing itu," katanya.
Kemlu Bergerak Cepat Hubungi Simpul Masyarakat
Setelah berita itu tersiar luas, Kementerian Luar Negeri langsung menghubungi simpul-simpul masyarakat Indonesia di Isfahan, termasuk Ja’far dan 13 WNI lainnya.
Ja’far, yang hampir menyelesaikan studi strata satu-nya, memaparkan bahwa sesuai pedoman yang berlaku, jika ada keadaan darurat maka apartemen di mana ia tinggal akan memberi imbauan. Tapi beberapa jam setelah kabar serangan itu muncul, tidak ada imbauan apapun, sehingga ia tetap tenang.
“Orang-orang tetap melakukan kegiatan seperti biasa, bahkan masjid-masjid dipadati jemaah salat Jumat,” tambahnya.
Meskipun demikian sesungguhnya tetap ada rasa cemas di sudut hatinya mengingat Israel, yang kini tidak saja berkonflik terbuka dengan Hamas, tetapi juga Iran dan beberapa kelompok militan lain, tidak pernah mematuhi hukum perang.
"Israel sendiri biasanya tidak menggunakan aturan perang. Ketika memang dia akan menyerang, kita tidak tahu apa yang akan diserang, apakah permukiman warga atau memang tempat militer. Yang ditakutkan akan menyerang permukiman warga, sehingga takutnya mengenai salah satu tempat masyarakat Indonesia tinggal," ujar bapak dua anak itu.
Ja’far, yang belum berniat kembali ke tanah air sebelum menyelesaikan studinya, mengatakan KBRI di Teheran telah menetapakan status Siaga 2 bagi seluruh WNI di Iran, dan meminta mereka lebih waspada, menyiapkan pakaian dan dokumen penting sehingga dapat langsung bergerak ke lokasi penampungan jika situasi memburuk.
Advertisement
Cegah Kebingungan, WNI Andalkan Informasi Resmi dari KBRI
Diwawancarai secara terpisah, mahasisa Indonesia di Teheran, Laila Rahmah, mengatakan mengetahui kabar serangan ke Iran itu dari grup WhatsApp WNI sekitar pukul enam pagi.
"Alhamdulillah, jam delapan (pagi) sudah ada keterangan resmi dari petinggi militer Iran di Isfahan bahwa itu tidak benar ada serangan rudal dari Israel. Yang benar itu adalah memang ada ledakan tapi defensif, hasil dari respon pertahanan udara Iran menyerang tiga drone dianggap objek asing di udara," ungkapnya.
Laila mengatakan ketika media asing memberitakan bahwa Iran diserang peluru kendali Israel, media di Iran justru sebaliknya. Demi menghindari kebingungan, Laila bersama ratusan WNI di Iran memilih hanya mendapatkan informasi resmi dari KBRI.
Mahasiswa kedokteran yang sudah enam tahun tinggal di Teheran ini berharap media-media di Indonesia memeriksa dan mengkaji informasi yang ada terlebih dahulu sebelum memberitakannya agar tidak menimbulkan kepanikan, sebagaimana yang dialami keluarga Laila di Jakarta.
KBRI di Teheran mengatakan ada 376 WNI di Iran, yang mayoritas merupakan mahasiswa. Sebagian lainnya adalah tenaga profesional di Qom, Teheran, Mashhad, Isfahan, Gorgan, Shiraz.