Liputan6.com, Dhaka - Panas ekstrem memaksa 33 juta anak libur sekolah di Bangladesh. Suhu di beberapa bagian negara tersebut melonjak hingga melampaui 42 derajat Celsius.
Sekolah dan perguruan tinggi akan ditutup setidaknya hingga 27 April 2024. Ini adalah tahun kedua berturut-turut pihak berwenang melakukan tindakan serupa karena cuaca ekstrem.
Baca Juga
Penutupan sekolah yang dilakukan Bangladesh juga terjadi di Filipina dan India, menandai gelombang panas terbaru yang melanda Asia.
Advertisement
"Anak-anak di Bangladesh termasuk yang termiskin di dunia dan penutupan sekolah akibat cuaca panas seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua," kata Shumon Sengupta, direktur Save the Children’s Bangladesh seperti dilansir BBC, Jumat (26/4).
Otoritas cuaca negara tersebut mengeluarkan peringatan panas keempat untuk bulan ini pada hari Kamis.
Bangladesh yang terletak di dataran rendah adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak krisis iklim.
Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, kenaikan permukaan laut sebesar 30 hingga 45 cm dapat menyebabkan lebih dari 35 juta orang mengungsi dari wilayah pesisir – sekitar seperempat dari total populasi Bangladesh.
Pada hari Rabu, ribuan umat Islam Bangladesh dilaporkan berkumpul di masjid-masjid dan lapangan-lapangan untuk berdoa meminta hujan.
"Kehidupan menjadi tak tertahankan karena kurangnya hujan … Masyarakat miskin sangat menderita," kata seorang ulama bernama Muhammad Abu Yusuf kepada kantor berita AFP.
Yusuf memimpin salat subuh untuk 1.000 orang di bagian tengah ibu kota Dhaka pada hari Rabu.
Otoritas cuaca Bangladesh memperkirakan panas ekstrem akan terus berlanjut setidaknya selama seminggu ke depan.
Rumah sakit dan klinik telah diminta untuk bersiap menghadapi peningkatan jumlah pasien akibat penyakit yang berhubungan dengan panas seperti demam dan sakit kepala.
"Pasien yang menderita serangan panas akan dirawat di bangsal ber-AC," kata Menteri Kesehatan Samanta Lal Sen awal pekan ini.
"Para pemimpin perlu bertindak sekarang untuk segera mengurangi suhu yang memanas, serta mempertimbangkan anak-anak – terutama mereka yang terdampak kemiskinan, kesenjangan dan diskriminasi – dalam pengambilan keputusan dan pendanaan iklim."
Asia Tenggara Tak Kalah Panas
UNICEF telah memperingatkan bahwa lebih dari 243 juta anak di Asia Timur dan Pasifik berisiko terkena penyakit akibat panas, bahkan kematian.
"Suhu yang sangat tinggi menimbulkan risiko besar terutama bagi bayi baru lahir dan bayi karena mereka kurang mampu mengatur suhu tubuh dibandingkan orang dewasa," sebut UNICEF.
Pejabat di ibu kota Thailand, Bangkok, pekan ini memperingatkan bahwa indeks panas akan mencapai tingkat yang "sangat berbahaya". Indeks adalah ukuran suhu dengan mempertimbangkan kelembapan, kecepatan angin, dan faktor lainnya.
Kementerian Kesehatan Thailand pada hari Rabu menyebutkan bahwa 30 orang di negara itu meninggal karena sengatan panas antara Januari dan 17 April tahun ini, dibandingkan dengan 37 orang pada tahun 2023.
Di seberang perbatasan di Myanmar, suhu melonjak di atas 45 derajat Celsius pada hari Rabu.
Awal bulan ini, sekitar 47.000 sekolah di Filipina juga menangguhkan kelas tatap muka karena cuaca yang sangat panas.
Insiden kebakaran di seluruh Filipina dari Januari hingga Maret telah meningkat sebesar 24 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023. Otoritas pemadam kebakaran menyatakan fenomena itu karena kelebihan beban listrik dan kipas angin listrik yang terlalu panas akibat penggunaan tanpa henti.
"Panas sekali sehingga Anda tidak bisa bernapas," kata Erlin Tumaron (60), yang bekerja di resor tepi laut di Provinsi Cavite, Filipina, di mana indeks panas mencapai 47 derajat Celsius pada hari Selasa (23/4), seperti dilansir CNA.
Departemen Pendidikan Filipina, yang mengawasi lebih dari 47.600 sekolah, mengatakan hampir 6.700 sekolah menangguhkan kelas tatap muka pada hari Rabu.
Ada juga kemungkinan 50 persen peningkatan suhu panas dalam beberapa hari mendatang, kata Ana Solis, kepala ahli iklim di badan prakiraan cuaca Filipina, kepada AFP. Dia menambahkan masyarakat perlu membatasi waktu yang mereka habiskan di luar ruangan, minum banyak air, dan membawa payung serta topi saat pergi ke luar ruangan untuk menghindari panas ekstrem.
Advertisement
Beban Terberat Diderita Asia
Negara-negara di Asia telah menanggung beban terberat akibat kejadian cuaca ekstrem dalam beberapa tahun terakhir.
"Banyak negara di kawasan ini mengalami rekor tahun terpanas pada tahun 2023, bersamaan dengan serangkaian kondisi ekstrem, mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai," kata Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dalam laporan barunya minggu ini.
Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo menambahkan, "Perubahan iklim memperburuk frekuensi dan tingkat keparahan peristiwa-peristiwa tersebut, sehingga berdampak besar pada masyarakat, perekonomian, dan, yang paling penting, kehidupan manusia dan lingkungan tempat kita tinggal."