Liputan6.com, Gaza - Perang Israel vs Hamas di Gaza sejak 7 Oktober 2023 menyisakan jejak kehancuran yang luar biasa.
"Ada sekitar 37 juta ton puing yang harus dibersihkan di Gaza setelah serangan Israel selesai," kata seorang pejabat senior di UN Mine Action Service/UNMAS (Layanan Pekerjaan Ranjau PBB) pada Jumat 26 April 2024.
Baca Juga
"Dan persenjataan yang tidak meledak serta terkubur di dalam reruntuhan akan mempersulit pekerjaan itu," jelas Pehr Lodhammar dari UNMAS, yang menjalankan program ranjau di negara-negara seperti Irak seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu (28/4/2024).
Advertisement
Tidak mungkin untuk mengatakan berapa banyak amunisi yang ditembakkan di Gaza yang masih aktif, imbuh Lodhammar.
"Kami tahu bahwa biasanya terdapat tingkat kegagalan setidaknya 10% dari amunisi layanan darat,” katanya kepada wartawan di Jenewa. "Apa yang kami ketahui adalah kami memperkirakan terdapat 37 juta ton puing, yang berarti sekitar 300 kilogram puing per meter persegi," tambahnya.
Dimulai dari jumlah hipotetis 100 truk, yang membutuhkan waktu 14 tahun untuk dibersihkan, urainya.
Lodhammar berbicara ketika UNMAS meluncurkan laporan tahunan 2023 pada Jumat (25/4).
Perang di Gaza antara Israel dan Hamas meletus ketika kelompok militan Palestina Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Serangan itu mengakibatkan kematian 1.170 orang di Israel, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.
Israel pun lantas berjanji untuk melenyapkan Hamas, dan serangan militer berikutnya di Gaza telah menewaskan sedikitnya 34.356 orang, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas.
Pejabat Senior PBB Sebut Akan Terjadi Bencana Dahsyat di Gaza Jika Bantuan Tak Diperluas
Kondisi ratusan ribu warga Palestina yang hidup dalam kondisi berbahaya di Gaza yang dilanda perang masih menjadi perhatian PBB. Salah satu pejabat senior Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan akan terjadinya "bencana dahsyat" bagi ratusan ribu warga Palestina di Gaza yang dilanda perang jika pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut tidak diperluas secara besar-besaran dalam beberapa hari mendatang.
"Kita harus memiliki sistem yang memungkinkan kita merasa aman dan terlindungi ketika kita mengirimkan bantuan, dan itu adalah tanggung jawab Israel ketika kita beroperasi di wilayah yang mereka duduki," kata Jamie McGoldrick, koordinator kemanusiaan PBB untuk wilayah pendudukan Palestina seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (13/4/2024).
McGoldrick mengatakan kepada wartawan di Jenewa pada Jumat (12/4) dari Yerusalem bahwa sulit dan berbahaya bagi pekerja bantuan untuk bergerak dan mengirimkan bantuan di Gaza. Ia menambahkan bahwa sebuah kendaraan Dana Anak-anak PBB atau UNICEF (United Nations Children's Fund) pada Selasa (9/4) terkena peluru tajam ketika menunggu untuk memasuki Gaza utara.
Insiden tersebut menyusul pembunuhan tujuh pekerja World Central Kitchen yang sedang mengantarkan bantuan ke Gaza pada tanggal 1 April oleh Israel, dan penyerangan serta penjarahan konvoi 14 truk Program Pangan Dunia (WFP) yang bertujuan ke Gaza utara bulan lalu.
Perkembangan seperti ini menggambarkan bahwa "sistem yang kita gunakan bagi perlindungan dan keselamatan para pekerja bantuan tidak berfungsi," katanya.
Merujuk pada konvoi yang diserang, McGoldrick mengatakan, "Saya pikir para pekerja kemanusiaan di sana kemudian mengkhawatirkan keselamatan mereka sendiri. Dan sejauh yang kami tahu, sistem dekonflik dan notifikasi memiliki kelemahan."
"Kami tidak memiliki peralatan komunikasi di Gaza untuk beroperasi dengan baik seperti yang Anda miliki dalam situasi lain, dan kedua, kami tidak memiliki hotline atau nomor darurat untuk dihubungi jika terjadi insiden darurat, dan oleh karena itu penting bahwa kita mencari solusinya."
Advertisement
Staf PBB: 6 Bulan Perang Israel Vs Hamas Palestina di Gaza Penuh Kesedihan dan Siksaan, 33.137 Orang Tewas
Enam bulan sudah perang Israel Vs Hamas Palestina di Gaza berlangsung. Sabtu, 6 April 2024 menandai momen yang dianggap sebagai salah satu konflik paling menghancurkan, mematikan dan tanpa belas kasihan pada abad ke-21.
"Enam bulan kemudian, perang di Gaza adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan," kata Martin Griffiths, wakil sekretaris jenderal urusan kemanusiaan dan koordinator bantuan darurat, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (8/4/2024).
Dalam sebuah pernyataan, Sabtu (6/4), Griffiths mengakui rasa sakit dan penderitaan yang dirasakan baik oleh rakyat Palestina maupun Israel sejak Hamas melancarkan serangan teror pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan. Serangan itu menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 240 orang.
Griffiths mengatakan bahwa "bagi rakyat Gaza, perang selama enam bulan terakhir telah membawa kematian, kehancuran dan sekarang kemungkinan terjadinya kelaparan yang sayangnya disebabkan oleh manusia." Dia mencatat bahwa bagi orang-orang yang terkena dampak kengerian serangan Hamas yang berkepanjangan, "masa enam bulan yang penuh kesedihan dan siksaan."
Dalam permohonannya untuk gencatan senjata, Griffiths mengatakan bahwa "setiap detik berarti untuk mengakhiri perang ini" karena perang ini memakan lebih banyak korban sipil dan "terus menabur benih masa depan yang sangat tertutupi oleh konflik yang tiada henti ini."
Griffiths mengatakan eskalasi perang lebih lanjut di Gaza adalah "prospek yang tidak masuk akal."
Dia mengatakan, "hatinya tertuju kepada keluarga mereka yang terbunuh, terluka atau disandera, dan kepada mereka yang menghadapi penderitaan khususnya karena tidak mengetahui penderitaan orang yang mereka cintai."
"Tidaklah cukup enam bulan perang hanya menjadi momen kenangan dan duka," katanya. "Hal ini juga harus memacu tekad kolektif bahwa pengkhianatan terhadap kemanusiaan ini harus mendapat balasan."
Enam Bulan Perang Gaza, PM Benjamin Netanyahu Klaim Israel Selangkah Lagi Menuju Kemenangan
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim kemenangan tinggal "selangkah lagi", setelah perang selama setengah tahun.
Dalam pernyataan pada hari Minggu 7 April 2024, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Israel "selangkah lagi menuju kemenangan."
Laporan VOA Indonesia yang dikutip Senin (8/4/2024) menyebut bahwa dalam rapat kabinetnya, PM Netanyahu mengatakan, "Hari ini menandai enam bulan kita berperang. Pencapaian dalam perang ini luar biasa. Kita menumpas 19 dari 24 batalion Hamas, termasuk komandan-komandan seniornya. Kita membunuh, melukai hingga menangkap sejumlah besar teroris Hamas.
"Kita membersihkan RS Shifa dan banyak markas teroris lainnya. Kita menghancurkan pabrik pembuatan roket, ruang-ruang rapat strategi perang, gudang senjata dan amunisi, dan kita terus menghancurkan (terowongan-terowongan) bawah tanah secara sistematis."
Hal itu disampaikan setelah Amerika Serikat (AS) justru mengubah sikapnya secara signifikan terhadap Israel.
Pemerintahan Biden memperingatkan Israel untuk melindungi warga sipil Palestina dan para pekerja kemanusiaan, setelah serangan udara Israel pekan lalu menewaskan tujuh staf lembaga bantuan. Jika tidak, Israel akan kehilangan bantuan tanpa syarat dari AS.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengklaim pada Minggu (7/4) bahwa Hamas "tidak lagi berfungsi sebagai organisasi militer di seluruh Jalur Gaza."
Pernyataannya disampaikan ketika militer Israel mengatakan pada hari yang sama bahwa mereka telah menarik pasukannya dari Kota Khan Younis di Gaza selatan, mengakhiri fase penting dalam serangan darat Israel terhadap kelompok militan Hamas.
Dengan demikian, kehadiran pasukan Israel di wilayah kantong itu berada pada tingkat terendah sejak perang kembali pecah enam bulan lalu terhadap caranya berperang.
Selain itu, pejabat-pejabat militer Israel mengatakan, mereka akan memulihkan diri dan bersiap untuk operasi berikutnya, sementara sejumlah besar tentara masih berada di lokasi lain di Gaza.
Langkah itu diambil ketika Mesir bersiap menjadi tuan rumah perundingan baru untuk menyepakati gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Sejauh ini belum jelas apakah penarikan pasukan itu akan menunda rencana serangan darat ke Rafah, yang telah berulang kali disebut pemimpin Israel perlu dilakukan untuk memberangus Hamas.
Advertisement