Liputan6.com, Ankara - Indonesia dan Turki, sebagai dua negara berkembang dengan populasi Muslim yang besar, memiliki prinsip yang sama terkait isu Palestina. Demikian disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi.
"Palestina merupakan isu yang paling banyak kami diskusikan. Posisi Indonesia sangat jelas dan kami ingin selalu membela kemanusiaan dan keadilan bagi Palestina, bagi rakyat Palestina," kata dia usai melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan di Ankara, Rabu (1/5/2024).
Baca Juga
Menlu Retno menegaskan bahwa Indonesia saat ini mendorong gencatan senjata segera dilakukan, adanya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan dan berkelanjutan, proses perdamaian menuju solusi dua negara dan keanggotaan penuh Palestina di PBB.
Advertisement
"Indonesia akan menggunakan segala cara untuk mendukung Palestina," ujar Menlu Retno, seraya menyampaikan upaya Indonesia dengan menyampaikan pernyataan di hadapan Mahkamah Internasional pada Februari 2024.
Selain itu, diskusi antara Menlu Retno dan Menlu Hakan juga menyoroti peran penting negara-negara Selatan sebagai pembangun jembatan dan penentu agenda dalam berbagai forum multilateral dan sebagai pendukung tata kelola global yang adil.
"Indonesia berharap dapat memanfaatkan pengaruh strategisnya untuk berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat, kesejahteraan dunia, dan umat manusia secara lebih luas," tambah Menlu Retno.
Menlu Retno Marsudi Sampaikan Pembelaan untuk Rakyat Palestina di Mahkamah Internasional
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan pembelaan untuk rakyat Palestina di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda pada Jumat (23/2).
Pembelaan ini disampaikan berupa dukungan Indonesia terhadap fatwa hukum (advisory opinion) Mahkamah Internasional mengenai konsekuensi hukum pendudukan ilegal Israel atas Palestina.
"Bagian pertama mengenai yurisdiksi. Indonesia berpendapat bahwa Mahkamah mempunyai yurisdiksi untuk memberikan advisory opinion (fatwa hukum) dan tidak ada alasan untuk menolak melaksanakan yurisdiksi tersebut," kata Retno Marsudi di ruang sidang ICJ, Jumat (23/2).
"Ada tiga alasan di balik argumen tersebut. Pertama, pemberian fatwa hukum tidak mengganggu proses negosiasi perdamaian karena saat ini memang tidak ada proses negosiasi yang sedang berlangsung. Sebaliknya, yang terjadi adalah Israel terus-terusan melanggar semua ketentuan hukum internasional dan tidak menghiraukan keputusan Dewan Keamanan PBB."
Advertisement
Singgung Soal Fatwa Hukum Mahkamah Internasional
Untuk alasan kedua, Retno Marsudi menyebut fatwa hukum Mahkamah Internasional tidak ditujukan untuk mengambil kesimpulan akhir dari konflik saat ini, karena solusi konflik hanya dapat dilakukan melalui perundingan.
Meski demikian, fatwa hukum tersebut akan mempermudah Majelis Umum PBB dalam mengambil sikap sesuai fungsinya terkait konflik Israel-Palestina.
“Ketiga, fatwa hukum Mahkamah Internasional akan secara positif membantu proses perdamaian dengan cara mempresentasikan elemen hukum tambahan bagi penyelesaian konflik secara menyeluruh," ujar Menlu Retno.
Argumentasi dari Sisi Substansi
Untuk substansi fatwa hukum, Menlu Retno Marsudi menyampaikan bahwa Mahkamah Internasional telah secara jelas menyatakan Palestina berhak untuk menentukan nasib sendiri (self-determination), sehingga hal ini tidak lagi menjadi isu. Berbagai Keputusan DK PBB dan SMU PBB juga memperkuat hal tersebut. Pemenuhan hak tersebut menjadi kewajiban bagi semua (erga omnes).
Menlu menyampaikan empat alasan untuk argumen tersebut. Pertama, pendudukan Israel dilakukan sebagai hasil dari penggunaan kekerasan yang tidak dapat dibenarkan (unjustified). Kedua, Israel telah melakukan aneksasi ilegal terhadap Occupied Palestinian Territory (OPT).
Ketiga, Israel terus memperluas pemukiman ilegal. Kebijakan Israel memindahkan penduduknya ke wilayah pendudukan dan secara paksa memindahkan bangsa Palestina dari wilayah pendudukan sangat berlawanan dengan aturan dasar dalam Hukum Humaniter Internasional. Israel melanggar pasal 49 Konvensi Jenewa Keempat di mana Israel merupakan negara pihak konvensi tersebut.
Keempat, Israel telah menerapkan kebijakan apartheid terhadap bangsa Palestina, terlihat dari diberlakukannya dua rezim kebijakan yang berbeda untuk warga Yahudi dengan warga Palestina. Ini jelas-jelas merupakan pelanggaran hukum internasional.
Advertisement