Sukses

Biden Akhirnya Bersuara soal Protes Pro-Palestina di Kampus-kampus AS, Apa Katanya?

Dalam pernyataannya, Biden tegas menolak tuntutan mahasiswa agar AS mengubah kebijakan terhadap Israel.

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Joe Biden pada hari Kamis (2/5/2024) menolak seruan dari mahasiswa untuk mengubah pendekatannya terhadap perang di Jalur Gaza. Dia bersikeras bahwa ketertiban harus ditegakkan saat gelombang protes pro-Palestina melanda kampus-kampus di seluruh negeri Amerika Serikat (AS).

"Perbedaan pendapat sangat penting bagi demokrasi," kata Biden di Gedung Putih, seperti dilansir AP, Jumat (3/5). "Tetapi perbedaan pendapat tidak boleh mengarah pada kekacauan."

Capres Partai Demokrat tersebut memecah keheningan selama berhari-hari atas protes pro-Palestina, menyusul meningkatnya kritik dari Partai Republik yang mencoba mengubah suasana kerusuhan di tengah demonstrasi menjadi alat kampanye. Dengan berfokus pada pesan hukum dan ketertiban sambil membela hak atas kebebasan berpendapat, Biden dinilai mencari jalan tengah dalam isu yang sangat memecah belah di tengah kampanye Pilpres AS.

Biden sebagian besar mengabaikan tuntutan para pengunjuk rasa, termasuk mengakhiri dukungan AS terhadap operasi militer Israel. Ketika ditanya apakah demonstrasi akan mendorongnya untuk mempertimbangkan perubahan arah (kebijakan), Biden menjawab dengan singkat, "Tidak".

Dia mengaku tidak ingin Garda Nasional dikerahkan ke kampus-kampus setelah beberapa anggota Partai Republik menyerukan pengirimannya, sebuah gagasan yang memiliki sejarah panjang. Empat mahasiswa ditembak dan dibunuh di Kent State University oleh anggota Garda Nasional Ohio selama protes atas Perang Vietnam pada tahun 1970.

Ketegangan di kampus-kampus telah meningkat selama berhari-hari ketika para demonstran pro-Palestina menolak membubarkan perkemahan, sementara para pengelola kampus meminta polisi membersihkannya dengan paksa, sehingga menyebabkan bentrokan yang menyita perhatian luas.

Biden mengatakan dia menolak upaya menggunakan situasi ini untuk "mencetak poin politik".

"Ada hak untuk melakukan protes, tapi bukan hak untuk menimbulkan kekacauan," kata Biden sesaat sebelum meninggalkan Gedung Putih untuk melakukan perjalanan ke North Carolina. "Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapatkan gelar, hak untuk berjalan melintasi kampus dengan aman tanpa takut diserang."

Biden sendiri akan melakukan kunjungan ke kampus perguruan tinggi pada 19 Mei, di mana dia dijadwalkan menyampaikan pidato wisuda di Morehouse College di Atlanta.

Komentar publik terakhirnya mengenai demonstrasi di kampus-kampus AS muncul lebih dari sepekan lalu. Saat itu dia mengutuk protes antisemitisme dan mereka yang disebutnya tidak memahami apa yang terjadi dengan rakyat Palestina.

Gedung Putih, yang dibanjiri pertanyaan wartawan, bertindak sedikit lebih jauh dari presiden. Pada hari Rabu (1/5), Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan Biden memantau situasi dengan cermat dan beberapa demonstrasi telah melampaui batas yang memisahkan kebebasan berpendapat dan perilaku yang melanggar hukum.

"Pengambilalihan paksa sebuah gedung, seperti yang terjadi di Columbia University di New York, tidaklah damai," ujar Jean-Pierre.

Pernyataan terbaru Biden tidak diterima dengan baik di beberapa kalangan Partai Demokrat.

"Kita perlu mencegah pelanggaran hukum di masyarakat. Kita perlu memiliki perlindungan terhadap ujaran kebencian," demikian unggahan media sosial dari Patrick Gaspard, presiden Center for American Progress dan mantan direktur politik Gedung Putih di bawah Presiden Barack Obama.

"Tetapi kita harus mampu memberikan ruang bagi perbedaan pendapat dan aktivisme aktif ... tanpa adanya tuduhan kebencian dan kekerasan terhadap semua aktivis."

2 dari 3 halaman

Kritik dari Partai Republik

Terlepas dari kritik Gedung Putih terhadap protes pro-Palestina di kampus-kampus AS dan penolakan Biden mengindahkan tuntutan mahasiswa agar AS menghentikan dukungan terhadap Israel, Partai Republik menyalahkan Partai Demokrat atas kekacauan yang terjadi.

"Kita membutuhkan presiden Amerika Serikat untuk membicarakan masalah ini dan mengatakan bahwa ini salah," kata Ketua DPR Mike Johnson, Republikan dari Louisiana, pada hari Selasa (30/4). "Apa yang terjadi di kampus-kampus saat ini adalah salah."

Johnson mengunjungi Columbia University bersama anggota kaukus lainnya minggu lalu. Dalam peristiwa terpisah, anggota DPR dari Partai Republik berdebat secara verbal dengan pengunjuk rasa saat berbicara kepada media di George Washington University di Washington, DC pada hari Rabu.

Donald Trump, yang merupakan capres dari Partai Republik, juga mengkritik Biden dalam wawancaranya dengan Sean Hannity di Fox News.

"Biden harus melakukan sesuatu," tutur dia. "Biden seharusnya menjadi suara negara kita."

Trump mengulangi kritiknya pada hari Rabu saat acara kampanye di Waukesha, Wisconsin.

"Ekstremis radikal dan agitator sayap kiri meneror kampus-kampus, seperti yang mungkin Anda sadari," kata Trump. "Dan Biden tidak bersuara. Dia belum mengatakan apa pun."

3 dari 3 halaman

Menolak Intervensi Langsung

Selain mengutuk antisemitisme, pernyataan Gedung Putih dipandang menunjukkan keengganan untuk terlibat langsung dalam isu protes pro-Palestina di kampus-kampus seantero AS.

Jean-Pierre berulang kali menangkis pertanyaan selama pengarahan kepada wartawan pada hari Senin.

Ketika ditanya apakah para pengunjuk rasa harus didisiplinkan oleh kampus mereka, dia mengatakan universitas membuat keputusan sendiri.

"Kami tidak akan mencampurinya dari sini," kata dia.

Ketika ditanya apakah polisi harus dipanggil, dia mengatakan itu terserah pihak kampus.

Ketika ditanya pada hari Kamis mengapa Biden memilih untuk berbicara mengenai isu ini setelah polisi menangkap pengunjuk rasa di University of California, Los Angeles (UCLA) dan di universitas-universitas di New York City, Jean-Pierre menekankan pentingnya setiap protes bersifat non-kekerasan.

"Kami sangat konsisten terkait ini," imbuhnya. "Warga AS mempunyai hak untuk melakukan protes secara damai selama hal tersebut sesuai dengan hukum dan kekerasan tidak dilindungi."

Video Terkini