Sukses

Terkuak Perkawinan Silang 1 Juta Tahun Lalu Jadi Kopi Arabica, Salah Satu Minuman Populer di Dunia

Tanaman kopi Arabika diperkirakan berevolusi antara 600.000 hingga 1 juta tahun yang lalu setelah dua spesies kopi yang berbeda melakukan perkawinan silang di hutan-hutan di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Ethiopia.

Liputan6.com, Jakarta - Tanaman yang menyediakan sebagian besar pasokan kopi dunia ini muncul sekitar 600.000 hingga 1 juta tahun yang lalu, ketika dua spesies kopi yang berbeda melakukan penyerbukan silang di hutan-hutan di Ethiopia (Afrika), demikian temuan para ilmuwan. 

Dilansir dari Live Science, Jumat (10/5/2024), sekitar 60% pasokan kopi dunia bersumber dari tanaman yang disebut Coffea arabica atau Kopi Arabika yang kini tumbuh di wilayah tropis di seluruh dunia. 

Penelitian baru, yang diterbitkan pada 15 April 2024 di jurnal Nature Genetics, telah mengungkap kapan dan di mana tanaman kopi arabika yang asli kemungkinan besar berkembang. 

Dengan menggunakan metode pemodelan genom populasi, para peneliti menentukan bahwa kopi arabika berevolusi sebagai hasil hibridisasi (persilangan) alami antara dua spesies kopi lainnya, yaitu Kopi eugenioides dan Kopi canephora.

Hibridisasi ini menghasilkan genom poliploid, yang berarti setiap keturunannya mengandung dua set kromosom dari masing-masing induk. Hal ini mungkin telah memberikan kopi arabika keuntungan untuk bertahan hidup yang memungkinkannya untuk berkembang dan beradaptasi hingga saat ini.

"Sering dikatakan bahwa peristiwa poliploidi hibrida dapat memberikan keuntungan evolusioner langsung mengingat bahwa dua set kromosom - dan oleh karena itu dua set gen yang lengkap - diwariskan segera setelahnya," kata salah satu penulis studi tersebut, Victor Albert, seorang ahli biologi dari Universitas Negeri New York di Buffalo, Amerika Serikat.

 

2 dari 4 halaman

Kemampuan Beradaptasi

Meskipun terjadi kehilangan gen duplikat pada organisme poliploid, mereka tetap memiliki keunggulan adaptasi yang besar karena kelebihan gen yang dapat memberikan variasi yang lebih besar untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.

"Tentu saja, selalu ada gen duplikat yang hilang pada dua bagian genom poliploid, tetapi selalu ada keuntungan besar dalam jumlah gen, dan oleh karena itu, mungkin, kapasitas yang lebih besar untuk beradaptasi dengan lingkungan baru."

Para peneliti mengakui bahwa ada margin kesalahan. Perkiraan sebelumnya mengenai waktu hibridisasi diperkirakan terjadi pada 10.000 tahun yang lalu. 

"Kami harus memasukkan perkiraan tingkat mutasi, dan waktu generasi (waktu dari biji ke biji). Bersama-sama, asumsi-asumsi ini memungkinkan kami untuk mengkonversi ke tahun kalender. Namun, estimasi ini tentu saja memiliki rentang kesalahan, mengingat ketidakpastian yang biasa terjadi pada tingkat mutasi dan waktu generasi," kata Albert.

Meski begitu, menurutnya perkiraan mereka cukup akurat. Para peneliti menggunakan informasi genetik dari 41 sampel kopi arabika dari berbagai lokasi, termasuk satu sampel dari abad ke-18.

3 dari 4 halaman

Kopi Arabica Indonesia Paling Digemari di Eropa

Meski dikenal dengan kopi Robustanya, namun ternyata jenis kopi Arabica dari Indonesia lebih banyak menarik para penggemar kopi asal Eropa. Hal ini dikemukakan oleh Ted van der Put, Program Director IDH - The Sustainable Trade Initiative dari Belanda, bahwa kopi asal Indonesia, terutama jenis Arabica termasuk yang digemari pasar dunia, terutama di benua Eropa.

Sayangnya produksi kopi Arabica di Indonesia masih tergolong kurang banyak. "Sekitar 80 persen produksi kopi Indonesia masih dikuasai oleh jenis Robusta," kata van der Put, ketika ditemui Liputan6.com dalam peluncuran SCOPI, Sustainable Coffee Platform of Indonesia di Erasmus Huis, Jakarta, Selasa (31/3/2015).

Kopi Arabica asal Indonesia, dikatakan van der Put memiliki cita rasa yang kuat dan khas, berbeda dengan kopi Arabica dari negara penghasil kopi lainnya. "Apabila dikembangkan dengan lebih baik lagi, Indonesia bisa menjadi salah satu negara pengekspor kopi terbaik di dunia," katanya.

4 dari 4 halaman

Inovasi yang Masih Belum Cukup

Kopi arabika saat ini telah menguasai sebagian besar pasar kopi dunia dan harganya jauh lebih tinggi daripada jenis kopi lainnya.

Lahan Indonesia yang subur merupakan sumber tanam yang tepat untuk tanaman kopi. Sayangnya, perubahan iklim ditambah dengan kurangnya inovasi bagi para petani masih menjadi kendala bagi 1,5 juta petani kopi di Indonesia. Di Indonesia kita dapat menemukan sebagian besar perkebunan kopi arabika di daerah pegunungan toraja, Sumatera Utara, Aceh dan di beberapa daerah di pulau Jawa.

IDH melalui program SCOPI menggalakkan program yang memberikan penyuluhan bagi para petani kopi di Indonesia untuk melakukan inovasi dalam bercocok tanam kopi, terutama dari sisi teknologi. Dengan adanya SCOPI ini, van der Put melalui IDH berharap kualitas kopi dari para petani di Indonesia dapat lebih baik secara stabil.