Liputan6.com, Hanoi - Lebih dari 500 orang telah dibawa ke rumah sakit karena dugaan keracunan makanan setelah makan sandwich bánh mì dari sebuah toko di Vietnam selatan.
12 dari mereka, seperti dilansir BBC, Selasa (7/5/2024), termasuk dua anak laki-laki berusia antara enam dan tujuh tahun, berada dalam kondisi kritis.
Pada hari Senin (6/5), pihak berwenang Kota Long Khanh mengkonfirmasi bahwa setidaknya 560 orang jatuh sakit setelah mengonsumsi sandwich dari toko roti Bang di Kota Long Khanh pada tanggal 30 April.
Advertisement
Mereka juga menyatakan bahwa 200 orang telah dipulangkan.
Toko roti tersebut, yang berbasis di Jalan Tran Quang Dieu, menjual sekitar 1.100 sandwich setiap hari, menurut pihak berwenang setempat.
Kini toko roti yang berbasis di Provinsi Dong Nai ditutup sementara.
Sandwich tersebut diyakini telah rusak akibat heatwave (gelombang panas) saat ini.
Pemeriksaan awal terhadap toko roti tersebut menunjukkan bahwa toko tersebut tidak memenuhi standar keamanan pangan.
Bánh mì adalah sandwich tradisional Vietnam yang terdiri dari baguette ala Prancis yang diisi dengan daging dingin, pâté, dan sayuran.
Sebuah surat kabar Vietnam, Health and Life, berbicara dengan seorang wanita yang ketiga anaknya dirawat di unit perawatan intensif di Rumah Sakit Anak Dong Nai.
Tran Ngoc Phuong mengatakan kepada surat kabar itu bahwa dia membeli tiga sandwich untuk anak-anaknya dengan tambahan daging. Dalam waktu 24 jam, mereka semua mulai menunjukkan gejala keracunan makanan.
Departemen Kesehatan di wilayah tersebut mengatakan pada hari Minggu (5/5) bahwa tes darah dari beberapa orang yang sakit kritis menunjukkan adanya E. Coli – bakteri yang biasanya muncul dalam produk segar termasuk daging sapi, keju dan buah.
Menurut Tuoi Tre News, petugas kesehatan setempat telah membawa sampel banh mi ke laboratorium untuk pengujian lebih lanjut.
Polisi mengatakan mereka telah meluncurkan penyelidikan mengenai penyebab keracunan makanan tersebut.
Menurut laporan rumah sakit setempat, jumlah kasus dugaan keracunan makanan terus meningkat setiap hari. Gejalanya meliputi diare, muntah, demam, dan sakit perut yang parah.
Satu Keluarga Keracunan di Bangladesh
Kasus keracunan lainnya pernah terjadi pada pertengahan Oktober 2022.
Satu keluarga di Bangladesh meninggal dunia akibat dugaan insiden keracunan.
Seorang ibu dari Cardiff menjadi orang keempat yang meninggal dalam dugaan keracunan saat berada di Bangladesh.
Hosne Ara Islam (46) meninggal di rumah sakit tiga bulan setelah kejadian itu. Polisi mengatakan, penyebab keracunan diduga karbon monoksida.
Suaminya, Rafiqul Islam (51) dan putra mereka Mahiqul (16) meninggal setelah insiden di sebuah flat di wilayah Sylhet di timur laut Bangladesh.
Putrinya, Samira Islam (20) meninggal di rumah sakit 11 hari kemudian. Sementara putranya, Sadiqul (24) selamat dan kemudian dipulangkan dari rumah sakit.
Keluarga beranggotakan lima orang itu melakukan perjalanan dari Riverside untuk mengunjungi seorang kerabat yang kemudian menemukan mereka tidak sadarkan diri.
Kerabat itu mengatakan bahwa ketika tidak ada jawaban, mereka melihat ke jendela dan melihat keluarga itu tergeletak di dua tempat tidur.
Diperkirakan ada generator listrik yang rusak di properti yang sedang digunakan malam itu karena pemadaman listrik.
Inspektur distrik Uddin mengatakan, "Kami mengumpulkan sampel asap dari generator dan kami mengirimkannya ke dinas pemadam kebakaran untuk melihat apakah bahan kimia juga ditemukan di tubuh korban dan korban selamat."
Advertisement
Satu Keluarga Keracunan Pestisida di AS
Di belahan negara lainnya, administrator regional EPA, Judith Enck mengatakan bahwa ada kasus keracunan di AS. Penyebabnya dari pestida.
Pestisida itu digunakan pada 28 Maret di lantai pertama kondominium, dan agen pun mencoba menentukan berapa banyak yang digunakan. Dia mengatakan, EPA menemukan bahwa metil bromida digunakan di unit Sirenusa lainnya pada tahun lalu, tetapi menolak mengatakan ada berapa banyaknya.
Kemudian, pihak berwenang AS telah menetapkan bahwa pestisida metil bromida yang sangat beracun menyebabkan keluarga Delaware tersebut menderita sakit parah di sebuah resor Kepulauan Virgin AS.
Tak hanya itu, pihak berwenang juga menyebut bahan kimia tersebut telah digunakan beberapa kali dalam setahun terakhir.
Pasca kejadian, lebih tepatnya enam bulan setelah kejadian mengerikan itu, ayah mereka bernama Steve Esmond, perlahan-lahan membaik, tetapi menderita tremor parah, kesulitan berbicara, dan bahkan tidak dapat membalik halaman buku.
Keluarga di Nigeria Tewas Akibat Keracunan Makanan
Sementara itu, 24 anggota keluarga di barat laut Nigeria meninggal setelah mengonsumsi makanan beracun, kata seorang pejabat pemerintah setempat, pada Agustus 2021.
Ali Inname, komisaris kesehatan negara bagian Sokoto, mengatakan bahwa insiden itu terjadi di desa Danzanke di bangsal Bargaja di Wilayah Pemerintah Daerah Isa.
Dia mengatakan, pupuk yang dikenal sebagai 'Gishirin Lalle' di Hausa digunakan sebagai penyedap makanan, karena dianggap garam.
Ke-24 korban merupakan anggota keluarga besar yang tinggal bersama di sebuah kompleks.
"Sayangnya, seluruh keluarga yang memakan makanan tersebut kehilangan nyawa mereka kecuali dua anggota perempuan yang hanya mencicipi makanan dan saat ini sedang menjalani pengobatan, dengan peluang bertahan hidup yang sangat baik," katanya ketika itu.
“Upaya untuk menyelamatkan nyawa semua orang yang terkena dampak dengan menyediakan perawatan medis yang dibutuhkan terbukti gagal.”
Advertisement