Sukses

Militer Israel Kuasai Perbatasan Rafah, PBB: Proses Penyaluran Bantuan untuk Warga Gaza Terancam

PBB menyebut, aktivitas Israel di Rafah dapat mengganggu proses penyaluran bantuan untuk rakyat Gaza, Palestina.

Liputan6.com, Rafah - Tank-tank milik Israel dilaporkan menguasai wilayah penyeberangan di perbatasan Rafah, Gaza pada Selasa (7/5/2024).

Aktivitas militer Israel di Rafah terjadi di saat proses negosiasi gencatan senjata dengan Hamas masih berada di ujung tanduk.

Padahal sudah ada peringatan dari negara sekutu ke Israel untuk menghentikan aktivitasnya di Rafah, namun pihak Tel Aviv tetap melakukannya.

Sebelumnya, Hamas pada Senin (6/5) mengatakan bahwa pihaknya menerima proposal gencatan senjata yang dimediasi Mesir-Qatar. Namun Israel bersikeras bahwa kesepakatan itu tidak memenuhi tuntutan intinya.

Langkah-langkah diplomatik yang berisiko tinggi dan pendekatan militer yang berada di ambang bahaya meninggalkan secercah harapan untuk tercapainya kesepakatan yang setidaknya dapat menghentikan perang di Gaza.

Operasi Israel di Rafah telah meningkatkan kekhawatiran global atas nasib sekitar 1,3 juta warga Palestina yang memadati kota tersebut.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden kembali memperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Senin (6/5) agar tidak melancarkan invasi ke kota tersebut setelah Israel memerintahkan 100.000 warga Palestina untuk mengungsi dari bagian timur Rafah.

Brigade 401 Israel memasuki sisi Gaza di penyeberangan Rafah pada Selasa (7/5) pagi, kata militer Israel, mengambil kendali operasional dari titik perbatasan yang terbilang penting.

 

2 dari 3 halaman

Proses Penyaluran Bantuan ke Gaza Terancam

Rekaman yang dirilis oleh militer menunjukkan bendera Israel berkibar dari tank yang merebut daerah tersebut.

Baik wilayah penyeberangan Rafah maupun penyeberangan Kerem Shalom antara Israel dan Gaza — dua rute utama pintu masuk bantuan ke wilayah yang terkepung — telah ditutup setidaknya selama dua hari terakhir.

Penutupan ini merupakan gangguan lebih lanjut terhadap upaya menjaga aliran makanan, obat-obatan dan pasokan lainnya yang dimaksudkan untuk menyelamatkan penduduk Gaza agar bisa tetap hidup.

Jens Laerke, juru bicara kantor urusan kemanusiaan PBB yang dikenal sebagai OCHA, mengatakan bahwa pihak berwenang Israel telah menolak akses mereka ke penyeberangan Rafah.

Dia memperingatkan bahwa gangguan di Rafah dapat menghancurkan proses penyaluran bantuan, dan mengatakan bahwa semua bahan bakar yang mendukung kerja kemanusiaan datang melalui penyeberangan tersebut.

“Hal ini akan membawa krisis ini ke tingkat kebutuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk kemungkinan terjadinya kelaparan,” katanya.

Sementara itu, militer Israel tetap mengabaikan semua peringatan mengenai dampaknya terhadap warga sipil dan operasi kemanusiaan di Jalur Gaza.

 

3 dari 3 halaman

Rangkaian Serangan di Rafah

Militer Israel juga melakukan serangkaian serangan dan pemboman di Rafah semalam, menewaskan sedikitnya 23 warga Palestina, termasuk setidaknya enam wanita dan lima anak-anak, menurut catatan rumah sakit yang diperoleh oleh The Associated Press.

Mohamed Abu Amra mengatakan, istrinya, dua saudara laki-laki, saudara perempuan dan keponakannya tewas ketika serangan meratakan rumah mereka saat mereka sedang tidur.

“Kami tidak melakukan apa pun. Kami tidak punya koneksi dengan Hamas,” katanya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir menolak untuk mengomentari penutupan area penyeberangan di Rafah oleh Israel.

Mesir sebelumnya telah memperingatkan bahwa setiap upaya militer di Rafah akan mengancam perjanjian damai tahun 1979 dengan Israel yang merupakan kunci utama keamanan regional.

Rencana Israel untuk menyerang Rafah juga telah menimbulkan kekhawatiran akan peningkatan dramatis kematian warga sipil dalam kampanye pemboman dan serangan yang telah menewaskan lebih dari 34.700 warga Palestina, menurut pejabat kesehatan Gaza.

Serangan tersebut telah meratakan sebagian besar wilayah tersebut dan membuat orang-orang berebut makanan, air, dan obat-obatan.

Operasi militer di Rafah juga memperdalam perpecahan antara Netanyahu dan Biden. Netanyahu mengatakan, menyerang Rafah sangat penting untuk menghancurkan Hamas.