Liputan6.com, Honolulu - Filipina, Amerika Serikat, Jepang dan Australia menyebut tindakan agresif Tiongkok di Laut China Selatan sebagai motivasi tambahan bagi mereka untuk melakukan lebih banyak latihan maritim Bersama.
Hal ini dilakukan untuk menegaskan tatanan berbasis aturan di perairan internasional.
Baca Juga
Hal ini terjadi setelah Menteri Pertahanan Gilberto Teodoro (Filipina), Lloyd Austin (AS), Menteri Kihara Minoru (Jepang) dan Richard Marles (Australia) berkumpul di Hawaii pada tanggal 2 Mei 2024.
Advertisement
Tujuannya untuk membahas pertemuan tingkat menteri kedua mereka, di mana mereka membahas kekhawatiran mengenai perkembangan China di Indo Pasifik.
Dalam konferensi pers pada Sabtu (4/5), Marles menjelaskan bahwa langkah mereka untuk melakukan lebih banyak latihan maritim dan penegasan tatanan global yang berbasis aturan.
Pertemuan para kepala pertahanan dari keempat negara tersebut merupakan kelanjutan dari Kegiatan Kerja Sama Maritim yang baru-baru ini diadakan di antara mereka, dikutip dari laman manilastandard, Rabu (8/5).
Di mana, empat negara ini akan memperkuat interoperabilitas doktrin, taktik, teknik, dan prosedur pertahanan dan angkatan bersenjata mereka.
Menhan Amerika Serikat Lloyd Austin menggambarkan tindakan China sebagai perilaku tidak bertanggung jawab, sehubungan dengan serangan meriam air yang sering terjadi dan disertai kekerasan, yang baru-baru ini melukai awak kapal Filipina dan merusak kapal mereka.
“Mereka menegaskan kembali keprihatinan serius atas tindakan berulang kali yang dihalangi oleh RRT (Republik Rakyat Tiongkok) terhadap kebebasan navigasi laut lepas oleh kapal-kapal Filipina dan gangguan jalur pasokan ke Second Thomas Shoal, yang merupakan tindakan berbahaya dan mengganggu stabilitas," demikian kata Menhan Lloyd Austin.
Menaati Konvensi PBB Tentang Hukum Laut UNCLOS
Mengutip pentingnya supremasi hukum yang tercermin dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan Keputusan Arbitrase tahun 2016, keempat berjanji untuk bekerja sama agar tatanan berbasis aturan akan dipatuhi.
Oleh karena itu, mereka berkomitmen untuk memperkuat aliansi dalam mendukung keamanan dan stabilitas regional ketika mereka melihat peluang untuk lebih memajukan kerja sama pertahanan melalui kerja sama maritim yang berkelanjutan di Laut China Selatan.
"Kami memiliki pandangan yang jernih mengenai tantangan yang ada di seluruh Kawasan. Oleh karena itu, kami harus terus bekerja sama, meningkatkan interoperabilitas, untuk memastikan bahwa kami berbagi informasi, berbagi intelijen," tegas Austin.
"Kami juga ingin mengupayakan bantuan keamanan terkoordinasi ke Filipina yang akan meningkatkan interoperabilitas dan membantu Filipina mencapai tujuan modernisasi pertahanannya," kata Menteri Pertahanan AS.
Advertisement
Marcos: Filipina Tidak Akan Gunakan Meriam Air untuk Balas China
Sebelumnya, Presiden Ferdinand Marcos Jr. pada Senin (6/5/2024) mengatakan Filipina tidak akan memberikan tanggapan serupa terhadap penempatan meriam air yang dilakukan China. Marcos menegaskan pula bahwa pihaknya mengesampingkan penggunaan peralatan "ofensif" dalam menegakkan kedaulatannya di Laut China Selatan yang disengketakan.
China telah mengirim ratusan penjaga pantai dan kapal lain untuk mengajukan klaimnya atas sebagian besar jalur perairan penting tersebut, meskipun pengadilan internasional memutuskan bahwa pernyataannya tidak memiliki dasar hukum.
Dalam konfrontasi terakhir pada 30 April 2024, Manila mengatakan Penjaga Pantai China merusak sebuah kapal Penjaga Pantai Filipina dan kapal pemerintah lainnya dengan meriam air bertekanan tinggi ketika kapal-kapal tersebut membawa bahan bakar, makanan, dan air untuk para nelayan Filipina di Scarborough Shoal.
"Kami tidak akan mengikuti (langkah) Penjaga Pantai China dan kapal-kapal China," kata Marcos pada hari Senin ketika ditanya apakah Manila akan mulai menggunakan meriam air di kapal penjaga pantainya sendiri untuk membalas, seperti dilansir CNA, Selasa (7/5).
"Bukan misi angkatan laut kami, penjaga pantai kami untuk memulai atau meningkatkan ketegangan … Kami tidak punya niat menyerang siapa pun dengan meriam air atau (peralatan) ofensif lainnya."