Liputan6.com, Doha - Qatar meminta komunitas internasional pada hari Rabu (8/5/2024) untuk mencegah "genosida" di Rafah setelah perebutan perbatasan Kota Gaza dengan Mesir oleh Israel dan ancaman serangan yang lebih luas.
Dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari AFP, negara Teluk, yang menjadi penengah antara Israel dan kelompok militan Hamas, menyerukan "tindakan internasional yang mendesak untuk mencegah kota tersebut diserang dan dilakukannya kejahatan genosida."
Baca Juga
Israel menyerang sasaran di Jalur Gaza pada hari Rabu (8/5) setelah merebut perbatasan utama dengan Mesir. Israel telah berjanji selama berminggu-minggu untuk melancarkan serangan darat ke Rafah, meskipun ada keberatan dari dunia internasional.
Advertisement
Serangan di kota selatan, yang dipenuhi warga sipil yang terlantar, terjadi ketika para perunding dan mediator bertemu di Kairo untuk mencoba menuntaskan pembebasan sandera dan kesepakatan gencatan senjata dalam perang tujuh bulan tersebut.
Qatar, yang menjadi tuan rumah kantor politik Hamas di Doha sejak tahun 2012, telah terlibat – bersama dengan Mesir dan Amerika Serikat – dalam berbulan-bulan melakukan mediasi di balik layar antara Israel dan kelompok Palestina.
African Union (AU) atau Uni Afrika pada hari Rabu (8/5) mengutuk tindakan militer Israel di Rafah di Gaza selatan, dan menyerukan masyarakat internasional untuk menghentikan "eskalasi mematikan" perang tersebut.
Ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki Mahamat "dengan tegas mengutuk perluasan perang ini hingga penyeberangan Rafah," kata sebuah pernyataan setelah tank-tank Israel merebut koridor utama bantuan kemanusiaan ke wilayah Palestina yang terkepung.
Faki "mengungkapkan keprihatinannya yang luar biasa terhadap perang yang dilakukan oleh Israel di Gaza yang setiap saat mengakibatkan kematian besar-besaran dan kehancuran sistematis terhadap kondisi kehidupan manusia,” kata pernyataan itu.
“Dia menyerukan seluruh komunitas internasional untuk secara efektif mengoordinasikan tindakan kolektif untuk menghentikan eskalasi mematikan ini.”
Houthi Yaman Ancam Akan Perluas Serangan Jika Israel Invasi Rafah
Sementara itu, kelompok Houthi Yaman pada Selasa (7/5/2024) mengancam untuk memperluas serangannya pada pelayaran jika tentara Israel menginvasi kota Rafah di Jalur Gaza selatan.
"Eskalasi Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat dan ancaman mereka untuk menginvasi Rafah akan mendapat balasan dari Houthi dan peluncuran eskalasi putaran keempat," kata Allama Muhammad Muftah, ketua Komite Tertinggi Pendukung Al-Aqsa yang dikelola Houthi kepada saluran TV Al-Masirah.
"Jika ada eskalasi (di Rafah), keputusan angkatan bersenjata Yaman sudah jelas, dan eskalasi yang lebih luas mungkin terjadi," ujar Muftah, dikutip dari laman Antara News, Rabu (8/5).
Dia menambahkan bahwa eskalasi kelompok itu akan menjadi "balasan terhadap kenekatan Israel, baik itu serangan terhadap Yaman, Gaza, atau wilayah Palestina yang diduduki.”
Pada Senin (6/5), pasukan Israel mengeluarkan perintah evakuasi bagi warga Palestina di Rafah timur, sebuah langkah yang secara luas dipandang sebagai awal dari serangan Israel yang telah lama dikhawatirkan terhadap kota tersebut, yang merupakan rumah bagi sekitar 1,5 juta pengungsi Palestina.
Kemudian pada Selasa (7/5), pasukan Israel menguasai penyeberangan perbatasan Rafah yang menghubungkan Gaza dengan Mesir, menutupnya untuk semua lalu lintas.
Tentara Israel mengatakan brigade lapis baja 401 mengambil “kendali operasional” penyeberangan Rafah dari sisi Palestina.
Israel menggempur Jalur Gaza sebagai pembalasan atas serangan kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang.
Advertisement
34 Ribu Warga Palestina Terbunuh
Sementara itu hampir 34.800 warga Palestina telah terbunuh di Gaza, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak, dan 78.100 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan Palestina.
Tujuh bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur, memaksa 85 persen populasi di wilayah kantong tersebut mengungsi di tengah blokade makanan, air bersih dan obat-obatan yang melumpuhkan, menurut PBB.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional.
Keputusan sementara pada Januari mengatakan “masuk akal” bahwa Israel melakukan genosida di Gaza dan memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan tersebut dan mengambil tindakan yang menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.
AS Hentikan Pengiriman Senjata ke Israel Lantaran Khawatir Akan Dipakai Serang Rafah
Amerika Serikat pekan lalu menghentikan pengiriman bom ke Israel karena kekhawatiran akan dilakukannya operasi darat besar-besaran di Rafah, Gaza selatan, kata seorang pejabat senior pemerintah.
Pengiriman tersebut terdiri dari 1.800 bom seberat 2.000 pon (907 kg) dan 1.700 bom seberat 500 pon, kata pejabat tersebut kepada CBS News.
Israel belum sepenuhnya merespons kekhawatiran AS mengenai kebutuhan kemanusiaan warga sipil di Rafah, kata pejabat itu.
Israel tidak segera memberikan komentar.
“Posisi AS adalah bahwa Israel tidak boleh melancarkan operasi darat besar-besaran di Rafah, di mana lebih dari satu juta orang mengungsi tanpa punya tempat lain untuk pergi,” kata pejabat pemerintahan Gedung Putih, dikutip dari laman BBC, Rabu (8/5/2024).
"Kami telah terlibat dalam dialog dengan Israel dalam format Kelompok Konsultatif Strategis tentang bagaimana mereka akan memenuhi kebutuhan kemanusiaan warga sipil di Rafah, dan bagaimana melakukan tindakan yang berbeda terhadap Hamas di sana dibandingkan dengan yang mereka lakukan di tempat lain di Gaza."
"Diskusi tersebut sedang berlangsung dan belum sepenuhnya menjawab kekhawatiran kami."
"Ketika para pemimpin Israel tampaknya mendekati titik pengambilan keputusan mengenai operasi semacam itu, kami mulai dengan hati-hati meninjau usulan transfer senjata ke Israel yang mungkin digunakan di Rafah."
Advertisement
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Sebut Puncak Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Adapun Indonesia merespons keras serangan Israel ke Rafah, mengecam tindakan Israel.
"Indonesia mengecam keras serangan militer Israel atas Kota Rafah di Gaza serta penguasaan atas Perbatasan Rafah di sisi Palestina," kata Kementerian Luar Negeri melalui akun X @Kemlu_RI, yang dikutip Rabu (8/5/2024).
Serangan tersebut dilakukan kurang dari 24 jam setelah IDF mengeluarkan pernyataan yang memerintahkan 100.000 warga Palestina di area tersebut menyingkir.
"Setiap upaya pemindahan paksa atau pengusiran warga Palestina, termasuk dari Rafah, tidak dapat diterima karena tindakan tersebut merupakan puncak kejahatan terhadap kemanusiaan," jelas Kemlu RI.
Dalam pernyataannya, pihak Kemlu RI juga menyerukan agar disegerakan gencatan senjatan di Gaza. Mengingat Israel menolak usulan perjanjian damai dari mediator krisis yaitu Qatar dan Mesir. Sementara Hamas justru menerima upaya tersebut demi mengakhiri perang tujuh bulan itu.
"Indonesia menegaskan kembali seruan untuk segera mewujudkan gencatan senjata permanen di Gaza dan menghapuskan semua hambatan dalam penyaluran bantuan kemanusiaan," tutur Kemlu RI.
Kemlu RI kemudian mendesak sejumlah pihak agar gencatan senjata yang disetujui kedua belah pihak bisa segera dilakukan, demi mencegah terjadinya bencana kemanusiaan.
"Komunitas internasional, terutama Dewan Keamanan PBB, harus segera menghentikan kejahatan brutal Israel dan mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar," tegas Kemlu RI dalam pesan tertulisnya di akun resmi X.