Liputan6.com, London - Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron mengatakan negaranya tidak akan menahan penjualan senjata ke Israel. Posisi Inggris, sebut Cameron, tidak sebanding dengan Amerika Serikat (AS), yang mengancam menghentikan pengiriman senjata ke Israel.
Menjawab pertanyaan di akhir pidato panjang lebarnya yang memaparkan visi kebijakan luar negerinya setelah enam bulan menjabat, Cameron seperti dilansir The Guardian, Jumat (10/5/2024) mengatakan, "Ada perbedaan yang sangat mendasar antara situasi AS dan situasi Inggris."
Baca Juga
"AS adalah negara pemasok senjata yang sangat besar ke Israel. Kita tidak memasok senjata dari pemerintah Inggris ke Israel, kita punya sejumlah lisensi, dan saya pikir ekspor pertahanan kita ke Israel menyumbang kurang dari 1 persen dari total pasokan senjata tersebut. Itu merupakan perbedaan besar," tutur Cameron.
Advertisement
"Di Rafah, kami jelas bahwa kami tidak akan mendukung operasi besar di Rafah kecuali ada rencana yang jelas tentang bagaimana melindungi masyarakat dan menyelamatkan nyawa, dan hal-hal lainnya. Kami belum melihat rencana itu, jadi dalam kondisi seperti ini kami tidak akan mendukung operasi besar di Rafah."
Cameron, yang merupakan mantan perdana menteri Inggris menambahkan, "Kami memiliki prosedur perizinan yang sangat jelas, salah satu paling ketat di dunia. Kami menindaklanjutinya dengan sangat cermat dan itulah yang kami lakukan, dan akan terus kami lakukan di periode mendatang."
Presiden AS Joe Biden sebelumnya mengancam Israel dengan mengatakan pihaknya tidak akan memasok senjata untuk digunakan di pusat-pusat populasi di Jalur Gaza.
Urgensi Penilaian
Cameron lebih lanjut mengatakan dia tetap fokus pada peningkatan aliran bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan mengatakan posisinya membaik dengan dibukanya penyeberangan Rafah pada hari Kamis (9/5) dan pengiriman bantuan.
Klaim Cameron bahwa penjualan senjata di Inggris tidak sama dengan penjualan senjata dari AS ke Israel dapat ditentang atas dasar skala atau pemasok senjata tidak penting, melainkan masalahnya adalah apakah senjata tersebut digunakan dengan cara yang dapat bertentangan dengan kriteria hukum Inggris mengenai risiko pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional.
Pejabat Kementerian Luar Negeri Inggris menyebutkan penilaian formal berikutnya terhadap penjualan senjata Inggris dan risiko senjata tersebut digunakan untuk melakukan pelanggaran serius akan segera dilakukan. Penilaian formal dilakukan dalam siklus enam minggu dan penilaian terakhir diselesaikan pada akhir bulan Maret.
Advertisement