Sukses

Kota-kota Kecil di Filipina Jadi Tuan Rumah bagi Pasukan AS untuk Melawan Ancaman China

Tahun lalu, Amerika Serikat dan Filipina memperluas kemitraan militer mereka melalui penandatanganan EDCA.

Liputan6.com, Manila - Kota pesisir Santa Ana yang terletak di Filipina telah lama dikenal oleh wisatawan karena pantainya, air terjunnya, kunang-kunangnya, dan beberapa kasinonya. Namun, semua itu berubah setelah kota berpenduduk sekitar 35.000 jiwa, yang bahkan masih belum memiliki lampu lalu lintas, menjadi kota yang penting secara strategis bagi Amerika Serikat (AS).

AS dan Filipina, yang merupakan sekutu lama, mengidentifikasi Santa Ana di Provinsi Cagayan sebagai salah satu dari sembilan daerah pedesaan di mana pasukan AS dapat berkemah tanpa batas Waktu, menyimpan senjata dan peralatan mereka di pangkalan militer lokal di bawah Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA).

Ribuan pasukan AS menarik diri dari dua pangkalan besar Angkatan Laut dan Angkatan Udara di Filipina pada awal tahun 1990-an di akhir Perang Dingin, mengakhiri hampir satu abad kehadiran militer AS di negara tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, AS memperkuat aliansi militer di Asia untuk melawan China yang semakin tegas, yang kini mereka anggap sebagai tantangan keamanan terbesarnya.

Hal tersebut sejalan dengan upaya Filipina untuk meningkatkan pertahanan eksternalnya setelah serangkaian peningkatan permusuhan teritorial dengan China di Laut China Selatan yang dimulai tahun lalu. Konfrontasi di laut lepas telah melukai beberapa personel angkatan laut Filipina, merusak kapal mereka, dan memperburuk hubungan diplomatik.

Kota terpencil Santa Ana terjebak dalam persaingan geopolitik antara AS dan China karena lokasinya yang strategis. Kota ini terletak di seberang perbatasan laut dari Taiwan, pulau dengan pemerintahan sendiri yang dianggap China sebagai provinsi pemberontak yang akan direbut dengan kekerasan jika perlu. AS sendiri mendukung kuat pertahanan Taiwan dan telah berjanji untuk membelanya.

Beberapa penduduk desa di Santa Ana telah menyatakan kekhawatirannya atas kemungkinan tinggal di dekat pasukan AS. Gubernur mereka, Manuel Mamba, dengan keras menentang kehadiran militer AS. Dia mengatakan hal itu akan menjadikan Cagayan sasaran militer China.

Namun, Sebagian penduduk desa lainnya mengatakan Filipina membutuhkan AS sebagai penyeimbang penting terhadap China, yang menurut mereka telah menggunakan kekuatan militernya untuk mengancam kepentingan teritorial Filipina di Laut China Selatan.

"Tidak ada pilihan. Jika Anda membandingkan jumlah pasukan kami dengan China, mereka punya jauh lebih banyak," kata Romeo Asuncion, pejabat perencanaan dan pembangunan ekonomi di Santa Ana kepada kantor berita AP, seperti dilansir Selasa (14/5/2024). "Jika AS ada di sini, mereka akan melindungi kami apa pun yang terjadi."

Ada juga prospek manfaat ekonomi dan bantuan dari kehadiran militer AS.

"Jika mereka menyumbangkan sebuah sekolah, itu bagus," ujar Asuncion.

Rowena Castillo, konsultan wali kota, berharap perhatian yang lebih luas terhadap Santa Ana akan meningkatkan pariwisata. Dia baru-baru ini membagikan brosur yang mempromosikan resor pantai, air terjun, mercusuar bersejarah, pulau berbentuk buaya, dan area yang dipenuhi kunang-kunang di kota tersebut.

Beberapa penduduk desa mengakui bahwa bahkan tanpa pasukan AS, kota tersebut kemungkinan besar akan terdampak bentrokan militer karena lokasi Santa Ana yang relatif dekat dengan Taiwan.

Pihak berwenang dan pemimpin desa baru-baru ini bertemu atas inisiatif militer setempat untuk membahas rencana darurat, termasuk kemungkinan mendirikan tempat penampungan darurat bagi pengungsi, jika ketegangan antara China dan Taiwan meningkat menjadi konflik bersenjata.

"Salah satu masalahnya adalah di mana kita bisa menempatkan calon pengungsi dan anggaran untuk itu," tutur petugas mitigasi bencana Santa Ana, Miranda.

2 dari 2 halaman

Klaim Filipina Vs Kekhawatiran China

Di kota pedesaan Cagayan lainnya bernama Lal-lo, sebagian bandara ditetapkan sebagai tempat perkemahan bagi pasukan AS.

Berbeda dengan dua pangkalan militer besar yang sebelumnya diduduki pasukan AS, termasuk pangkalan Angkatan Laut di Teluk Subic yang luasnya kira-kira sebesar Singapura, militer AS sedang membangun kehadiran baru di wilayah yang jauh lebih kecil di Filipina.

"EDCA, yang ditandatangani pada tahun 2014, memiliki jangka waktu awal selama 10 tahun dan telah diperpanjang secara otomatis dengan kedua belah pihak berdasarkan perjanjian tersebut," kata Duta Besar Filipina untuk AS Jose Manuel Romualdez melalui telepon dari Washington.

Perjanjian tersebut memungkinkan kelompok pasukan AS yang bergilir untuk tetap bebas sewa di lokasi militer dan menyimpan peralatan pertahanan mereka – kecuali senjata nuklir – di sana.

AS telah mengalokasikan lebih dari USD 82 juta untuk pembangunan penyimpanan amunisi dan bahan bakar, fasilitas pelatihan tempur perkotaan, parkir pesawat, perbaikan landasan pacu dan gudang untuk barang-barang tanggap kemanusiaan di lima lokasi EDCA pertama.

Tahun lalu, Presiden Ferdinand Marcos Jr setuju untuk menambah empat lokasi EDCA lagi, di mana pasukan AS dapat tinggal, termasuk kamp Angkatan Laut Filipina di Santa Ana dan bandara di Lal-lo.

Marcos dan pejabat Filipina lainnya mengatakan kehadiran baru militer AS akan memperkuat pertahanan eksternal Filipina dan membantu masyarakat Filipina merespons bencana alam dengan lebih cepat dan tidak ditujukan ke negara mana pun.

Namun, China telah menyatakan kekhawatirannya atas peningkatan penempatan pasukan AS di Filipina dan tempat lain di Asia. Mereka menambahkan situs EDCA di Filipina utara dapat berfungsi sebagai pos pengawasan dan landasan bagi pasukan AS untuk membendung China.

Â