Sukses

Studi Ungkap Tidur Tak Dapat Buang Racun dari Otak Secara Menyeluruh

Penelitian terbaru menunjukan tidur sebenarnya tidak sepenuhnya membuang racun dari otak secara menyeluruh, menentang pendapat yang selama ini dipercaya bahwa tidur yang cukup dapat membersihkan otak.

Liputan6.com, London - Studi terbaru yang melakukan pemindaian otak pada tikus menemukan bahwa tidur mungkin tidak berfungsi untuk membersihkan otak dari racun dan produk "limbah harian", seperti yang sebelumnya diyakini. Hasil temuan ini menentang teori yang sangat dihargai dalam ilmu saraf, dianggap cukup signifikan hingga disebut sebagai 'ide pemenang Hadiah Nobel'.

"Bidang ini telah terfokus pada ide membersihkan diri sebagai salah satu alasan utama mengapa kita tidur, sehingga kami sangat terkejut melihat hasil yang berlawanan dengan hasil penelitian kami," kata Nick Franks, seorang ahli saraf di Imperial College London (ICL) yang turut memimpin penelitian ini.

Dilansir dari Science Alert, Sabtu (29/6/2024) meskipun terkesan biasa saja, tapi tidur memiliki banyak manfaat, mulai dari memperkuat ingatan hingga meningkatkan kesehatan mental yang tidak boleh kita abaikan.

Namun, seiring dengan hipotesis amiloid, hipotesis yang menyatakan bahwa penumpukan protein beta-amiloid (fragmen protein) dalam otak adalah penyebab utama penyakit Alzheimer. (yang kini masih diperdebatkan), menggambarkan bagaimana gumpalan protein menumpuk di otak penderita penyakit Alzheimer, tidur dianggap dapat membantu otak untuk membersihkan sisa-sisa hari itu.

Penelitian selama puluhan tahun juga telah menghubungkan tidur dengan pembersihan protein dan penyakit Alzheimer. Akibatnya, tidur telah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang bisa diubah untuk Alzheimer, bentuk demensia yang paling umum. Namun, hubungan ini rumit, karena tidur yang kurang baik juga bisa menjadi faktor yang berkontribusi terhadap penyakit Alzheimer atau gejala dari penyakit tersebut.

2 dari 4 halaman

Memiliki Hubungan yang Kompleks

Hubungan antara tidur dan Alzheimer bersifat kompleks. Kurang tidur bisa menjadi faktor yang memicu penyakit Alzheimer atau gejalanya. Dengan kata lain, kurang tidur dapat berkontribusi pada risiko atau perkembangan penyakit Alzheimer, tetapi hubungan ini tidaklah sederhana dan melibatkan banyak faktor yang saling terkait.

Perlu diingat, satu penelitian pada hewan tentu saja tidak akan membalikkan segunung penelitian yang menghubungkan antara tidur, protein, dan penyakit neurodegeneratif (merusak sel-sel saraf) sebelumnya, tetapi mengingat kerumitannya, penelitian ini dapat mendorong penyelidikan lebih lanjut tentang manfaat tidur sebenarnya.

Para peneliti menyuntikkan pewarna neon ke dalam otak tikus, mengamati bagaimana penyebarannya, dan mengukur tingkat pembersihan ketika hewan-hewan itu terjaga, tertidur, dan di bawah pengaruh obat bius.

Mereka memeriksa ulang hasil pencitraan tikus dengan pengukuran lebih lanjut pada gel yang disebut "Phantom otak" yang terbuat dari agarose (bahan yang digunakan untuk membuat medium gel) dan irisan jaringan otak tikus, yang dikumpulkan pada titik waktu yang berbeda.

"Hasil penelitian kami bertentangan dengan gagasan bahwa fungsi utama dari tidur adalah untuk membersihkan racun dari otak," tulis para peneliti.

"Kami menemukan bahwa tingkat pembersihan zat warna dari otak berkurang secara signifikan pada hewan yang tertidur, atau di bawah pengaruh obat bius," tambah Frank.

 

3 dari 4 halaman

Hasil yang Bertentangan

Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa menggunakan pewarna pelacak adalah metode yang tepat untuk memperkirakan seberapa cepat cairan mengalir melalui otak, sebuah proses yang diasumsikan dapat membersihkan protein dan hasil buangan lainnya.

Namun, meskipun aliran cairan dalam jumlah besar mungkin meningkat melalui otak selama tidur, hal ini tidak berarti otak membersihkan cairan dari produk limbah. Beberapa temuan mendukung gagasan tersebut, sementara yang lain, seperti hasil penelitian sekarang, menentangnya.

Terlebih lagi, ukuran molekul dalam cairan dapat memengaruhi seberapa cepat mereka bergerak melalui otak, dan melalui saluran yang mana. Pewarna neon yang berbeda yang digunakan dalam penelitian ini memiliki berat yang jauh lebih ringan daripada gumpalan protein yang terlipat dan terakumulasi pada penyakit Alzheimer, Parkinson, dan penyakit neurodegeneratif lainnya.

Penelitian ini juga terutama berkaitan dengan aliran cairan dalam jumlah besar melalui otak, yang dikenal sebagai sistem glimfatik, ketika mekanisme lain, misalnya sistem 'pembuangan sampah' intraseluler, berperan besar dalam membersihkan protein yang menggumpal.

 

4 dari 4 halaman

Kemungkinan Ada Alasan Lain Selain Membersihkan Racun dari Otak

Terlepas dari hasilnya yang berbeda, penelitian ini juga patut dipertimbangkan: Otak tikus yang sedang tidur membersihkan zat warna neon hijau 30 persen lebih lambat daripada hewan yang terjaga, dan obat bius menghambat pembersihan otak hingga 50 persen.

"Sampai saat ini, kami belum mengetahui apa yang menyebabkan kondisi ini menghambat pembersihan molekul dari otak (melalui sistem glimfatik)," kata Franks. "Langkah selanjutnya dalam penelitian kami adalah mencoba memahami mengapa hal ini terjadi."

Terlepas dari temuan ini, para peneliti tidak mengatakan bahwa temuan ini mengurangi pentingnya tidur. Hingga 44 persen pasien penyakit Alzheimer mengalami gangguan tidur, begitu pula 90 persen penderita demensia dengan badan Lewy atau penyakit Parkinson.

"Gangguan tidur adalah gejala umum yang dialami oleh orang yang demensia, namun kami masih belum tahu apakah ini merupakan konsekuensi atau faktor pendorong dalam perkembangan penyakit ini," kata ahli saraf molekuler ICL dan penulis studi Bill Wisden.

"Mungkin saja tidur nyenyak memang membantu mengurangi risiko demensia karena alasan lain selain membersihkan racun."