Sukses

Studi: Populasi Lansia Akan Semakin Rentan Terhadap Suhu Ekstrem pada Tahun 2050

Pemanasan global akan berdampak pada kesehatan 270 juta orang dewasa yang berusia 69 tahun ke atas dengan paparan suhu panas berbahaya mencapai 37,5 derajat Celcius.

Liputan6.com, Jakarta - Risiko paparan panas terhadap orang lanjut usia (lansia) setidaknya akan meningkat dua kali lipat di seluruh benua pada tahun 2050, menurut sebuah studi yang menyoroti semakin naiknya suhu bumi dan hubungannya dengan populasi lansia.

Dibandingkan dengan saat ini, akan ada tambahan hingga 250 juta orang berusia 69 tahun atau lebih yang terpapar pada tingkat panas yang berbahaya, dengan suhu 37,5 derajat Celsius, seperti dikutip dari The Guardian, Senin (20/5/2024).

Penelitian ini memperingatkan bahwa hal ini kemungkinan besar akan menciptakan titik-titik rawan kerentanan biologis dan sosial dengan konsentrasi yang semakin meningkat dari orang dewasa yang lebih tua dan suhu ekstrem yang tinggi.

Dampaknya terhadap sistem kesehatan dan ketidaksetaraan global tentu akan besar. Penelitian yang dipublikasikan di Nature Communications ini memperingatkan, lansia yang akan terkena dampak buruk cenderung berada di bagian selatan global dengan stasus ekonomi rendah.

Jumlah populasi orang lansia secara global meningkat dengan sangat cepat, dan ini belum pernah terjadi sebelumnya.

Pada pertengahan abad ini, jumlah orang yang berusia 60 tahun atau lebih diprediksi akan meningkat dua kali lipat menjadi 2,1 miliar, yang akan berjumlah lebih dari satu dari lima orang di planet ini.

"Dua pertiga dari mereka akan tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana kejadian iklim ekstrem sangat mungkin terjadi," demikian yang diprediksi oleh penelitian tersebut.

2 dari 4 halaman

Ada Perbedaan di Berbagai Benua

Di sebagian besar benua, terdapat perbedaan yang terlihat antara bagian utara dan selatan. Di mana bagian selatan yang lebih panas dan miskin terkena dampak lebih para daripada bagian utara yang lebih sejuk dan makmur.

Dalam hal jumlah populasi total, Asia akan mengalami tingkat paparan panas orang dewasa tua hampir empat kali lipat lebih tinggi daripada wilayah lainnya karena populasi besar dan iklimnya yang panas.

Namun, setiap wilayah akan melihat peningkatan yang sangat besar. Dibandingkan dengan sekarang, paparan akan naik tiga kali lipat di Amerika Selatan dan Eropa pada tahun 2050, dan hampir dua kali lipat di Oseania, Amerika Utara, dan Afrika.

Tren penuaan paling terlihat di Eropa, di mana seperempat penduduk akan berusia di atas 69 tahun pada tahun 2025 dan seperlima akan berada dalam kelompok usia tersebut di Amerika Utara.

Namun, dalam jumlah absolut, Asia dan Afrika akan melihat peningkatan yang lebih besar karena populasi mereka jauh lebih besar. Benua-benua ini juga lebih panas dan miskin sehingga mereka akan menghadapi beban yang jauh lebih besar.

 

3 dari 4 halaman

Paparan Panas yang Berisiko untuk Kesehatan Manusia

Tubuh manusia memiliki kapasitas yang belum cukup untuk bisa mengatur suhu saat umur semakin tua.

Orang lansia juga lebih cenderung memiliki penyakit kronis, seperti masalah jantung dan pernapasan, yang memperburuk risiko paparan panas. Proporsi secara umum yaitu mengalami keterbatasan fisik, tinggal sendirian, dan bergantung pada obat-obatan yang menyebabkan dehidrasi, seperti diuretik, pencahar, dan bumetanida (yang dapat mengurangi cairan ekstra dalam tubuh).

Dalam gelombang panas baru-baru ini, jumlah kematian cenderung lebih tinggi di kalangan orang tua, terutama mereka yang memiliki mobilitas rendah atau tinggal di hunian yang kurang dilengkapi pendingin udara. 

Di antara kasus-kasus yang disebutkan oleh laporan tersebut adalah kematian 3.500 orang dewasa tua dalam gelombang panas tahun 2015 di India dan Pakistan, tingginya tingkat kematian di kalangan lansia dalam gelombang panas Eropa tahun 2022, dan kematian penghuni panti jompo di Florida setelah pemadaman listrik tahun 2017.

Studi risiko iklim-demografis sebelumnya melihat angka pada tingkat nasional.

Penelitian baru ini menawarkan analisis yang lebih terperinci tentang angka pada tingkat subnasional. Ini penting karena dampak iklim sangat bervariasi dari daerah ke daerah ke dalam negara, terutama di negara-negara yang geografisnya besar dan berpenduduk padat seperti Tiongkok, India, bahkan Indonesia.

Hal tersebut juga mengukur paparan kumulatif terhadap suhu tinggi yang berlangsung lama dan paparan akut terhadap periode singat dari panas ekstrem.

 

4 dari 4 halaman

Masalah Ketidaksetaraan Lintas Generasi?

Sebagian besar beban sosial akan jatuh pada pembayar pajak, yang jumlahnya akan berkurang di banyak negara yang mengalami penurunan fertilitas dan bagian penduduk usia kerja yang menyusut.

"Ini adalah masalah ketidaksetaraan lintas generasi," kata salah penulis, Giacomo Falcehtta dari Yayasan CMCC (Euro-Mediterranean Center on Climate Change) di Venesia, Italia.

"Pesan kunci lainnya adalah kisah ketidaksetaraan. Negara-negara di utara dan selatan global sangat berbeda dalam menangani tantangan ini. Masyarakat dengan lebih banyak infrastruktur dan pengetahuan jauh lebih terlindungi. Studi dampak ini jelas menunjukkan perlunya mekanisme untuk menyesuaikan masalah keadilan."

Falchetta mengharapkan proyeksi tersebut dapat membantu masyarakat untuk lebih siap. 

Ia mengatakan rumah tangga perlu memastikan bahwa orang tua memiliki dana yang cukup untuk penyejuk udara, kota-kota perlu menyiapkan lebih banyak area teduh dan ruang hijau, serta pemerintah nasional perlu menyesuaikan sistem medis dan kebijakan informasi kesehatan masyarakat.

Setelah tahun 2050, gambarannya masih kurang jelas karena tren populasi sulit untuk diprediksi begitu jauh ke depan, dan kecepatan pemanasan global akan tergantung pada tindakan yang diambil hari ini oleh pemerintah.

Namun, bahkan jika populasi manusia secara keseluruhan mulai menurun, seperti yang banyak demograf prediksi kan, mereka akan terus menua dan semakin terpapar panas untuk waktu yang lama.

 

Video Terkini