Sukses

Perubahan Iklim Ternyata Membawa Keuntungan bagi Ubur-ubur, Ini Alasannya

Para peneliti mengatakan bahwa di masa depan, ubur-ubur dan zooplankton gelatin lainnya mungkin menjadi beberapa organisme laut yang mendapat manfaat dari perubahan iklim. Cek alasannya di sini.

Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim memang membuat banyak hewan di laut merasa tertekan, tetapi ubur-ubur justru bisa mendapatkan manfaat dari pemanasan air laut.

Sebuah studi para peneliti di Alfred Wegener Institute di Jerman meneliti delapan spesies ubur-ubur Arktik yang berbeda. Seperti dilansir dari Euronews, Jumat (14/6/2024), para peneliti tersebut memaparkan ubur-ubur dengan suhu air yang meningkat, es laut menyusut, dan kondisi lingkungan yang berubah lainnya melalui model komputer.

Para ilmuwan kemudian menemukan bahwa pada paruh kedua abad ini, tujuh dari delapan spesies tersebut bisa memperluas habitat mereka ke arah kutub di bawah kondisi tersebut. 

Simulasi menunjukkan bahwa ubur-ubur lion’s mane jellyfish (surai singa), salah satu ubur-ubur penyengat terbesar, secara khusus dapat hampir melipatgandakan ukuran habitatnya saat ini.

Hanya satu spesies, Sminthea Arctica, yang akan mengalami penurunan habitat yang minor karena harus mundur ke kedalaman yang lebih jauh untuk menemukan rentang suhu optimalnya.

"Hasil ini jelas menunjukkan betapa dramatisnya perubahan iklim dapat memengaruhi ekosistem Laut Arktik," kata Dmitrii Pantiukhin, kandidat doktoral di ARJEL (Arctic Jellies), sebuah kelompok penelitian junior yang berspesialisasi dalam ubur-ubur Arktik di Germany’s Alfred Wegener Institut, Helmholtz Centre for Polar and Marine Research (AWI).

"Perluasan habitat ubur-ubur yang diproyeksikan ini bisa memiliki dampak besar dan berkelanjutan pada seluruh rantai makanan."

Meskipun penting dalam ekosistem laut, organisme gelatin transparan ini sering terlupakan dalam studi ekologi.

Adapun penelitian ini menutup kesenjangan penting dalam pengetahuan manusia.

2 dari 4 halaman

Ubur-ubur Bisa Mendominasi

Para peneliti mengatakan bahwa di masa depan, ubur-ubur dan zooplankton gelatin lainnya mungkin menjadi beberapa organisme yang mendapat manfaat dari perubahan iklim. 

Studi telah mengkonfirmasi bahwa organisme laut yang dikenal sebagai cnidaria, ctenophora, dan tunikata pelagis dapat berkembang tidak hanya dalam suhu air yang meningkat tetapi juga ketika terjadi kontaminasi atau penangkapan ikan berlebihan.

Ketika digabungkan, semua faktor ini bisa berarti pergeseran dari ekosistem laut beragam yang didominasi oleh ikan menjadi laut yang penuh dengan ubur-ubur. 

Banyak peneliti sudah memperingatkan tentang 'jelifikasi laut' yang akan datang.

"Ubur-ubur memainkan peran penting dalam jaringan makanan laut," jelas kandidat doktoral di ARJEL (Arctic Jellies), Dmitrii Pantiukhin.

"Sekarang, perubahan iklim menempatkan lebih banyak tekanan pada organisme laut, hal ini sering memberikan keuntungan bagi zooplankton gelatin dibandingkan dengan pesaing mereka untuk makanan, seperti ikan."

"Ini pada gilirannya memengaruhi seluruh jaringan makanan dan juga ikan, banyak jenis ubur-ubur memakan larva ikan dan telur, yang dapat memperlambat atau mencegah pemulihan populasi ikan yang sudah tertekan, yang sering kali juga ditangkap secara berlebihan oleh manusia."

Pantiukhin menambahkan bahwa siapa pun yang tertarik pada bagaimana ikan, sumber makanan penting bagi banyak orang, akan berkembang di masa depan perlu memperhatikan ubur-ubur.

3 dari 4 halaman

Ubur-ubur Lebih Pintar dari Manusia

Studi juga mengungkapkan bahwa ubur-ubur ternyata jauh lebih pintar dari yang diperkirakan sebelumnya dan ini memberi banyak ilmu tentang otak manusia.

Para peneliti dalam jurnal Current Biology mengungkapkan bahwa ubur-ubur kotak Karibia yang beracun mempelajari hal-hal baru pada tingkat yang lebih kompleks daripada yang pernah kita pahami, meskipun mereka tidak memiliki otak yang terpusat.

Para ilmuwan berpendapat bahwa hal ini secara mendasar dapat mengubah cara kita memahami otak manusia.

Seperti dilansir dari The Mirror, Jumat (17/5), ubur-ubur umumnya dipandang sederhana dan terbatas dalam kemampuan belajarnya.

Para ilmuwan percaya bahwa sistem saraf yang lebih maju akan menghasilkan potensi pembelajaran yang lebih maju. Namun dengan hanya 1.000 sel saraf, ubur-ubur kini menantang konsensus tersebut.

Cnidaria, istilah umum untuk ubur-ubur dan keluarganya, diyakini sebagai hewan paling pertama yang mengembangkan sistem saraf.

Profesor Anders Garm, ahli neurobiologi di Copenhagen University, mengatakan, "Dulu ada anggapan bahwa ubur-ubur hanya dapat mengelola bentuk pembelajaran yang paling sederhana, termasuk pembiasaan, kemampuan untuk terbiasa dengan rangsangan tertentu, seperti suara yang konstan atau konstan sentuhan."

"Sekarang, kita bisa melihat bahwa ubur-ubur memiliki kemampuan belajar yang jauh lebih baik, dan mereka sebenarnya dapat belajar dari kesalahan mereka. Dan dengan melakukan hal tersebut, mereka dapat mengubah perilaku mereka," tambah Garm.

 

4 dari 4 halaman

Kemampuan Mengambil Keputusan

Penelitian juga menunjukkan bahwa ubur-ubur dapat menilai jarak dan mengambil keputusan. “Percobaan kami menunjukkan bahwa kontras, seberapa gelap akar dibandingkan dengan air digunakan oleh ubur-ubur untuk menilai jarak ke akar, yang memungkinkan mereka berenang menjauh pada saat yang tepat,” jelas Prof. Garm menurut The Sun. 

“Yang lebih menarik lagi adalah hubungan antara jarak dan kontras berubah setiap hari akibat air hujan, ganggang, dan gelombang.”

Ditemukan bahwa ubur-ubur kotak, salah satu spesies ubur-ubur paling beracun di dunia, ternyata dapat belajar secepat hewan yang lebih "canggih" seperti tikus. Profesor Garm menambahkan bahwa salah satu ciri utama sistem saraf tingkat lanjut adalah kemampuan untuk mengubah perilaku berdasarkan pengalaman, misalnya mengingat dan belajar.

Video Terkini