Liputan6.com, Beirut - Hizbullah pekan ini menyerang sebuah pos militer di Israel utara menggunakan drone yang menembakkan dua rudal. Serangan itu melukai tiga tentara Israel, salah satunya dalam kondisi serius.
Serangan pada hari Kamis (16/5/2024) itu disebut merupakan yang pertama yang berhasil diluncurkan dari wilayah udara Israel.
Baca Juga
Hizbullah telah meningkatkan serangannya terhadap Israel dalam beberapa pekan terakhir, terutama sejak serangan Israel ke Kota Rafah. Mereka tidak hanya menyerang lebih dalam di wilayah Israel, namun juga "memperkenalkan" persenjataan baru dan lebih canggih.
Advertisement
"Ini adalah metode pengiriman pesan di lapangan kepada musuh Israel, artinya ini adalah bagian dari apa yang kami miliki dan jika perlu kami dapat menyerang lebih banyak lagi," kata analis politik Lebanon Faisal Abdul-Sater yang sangat mengikuti Hizbullah, seperti dilansir kantor berita AP, Sabtu (18/5).
Meskipun baku tembak lintas batas telah berlangsung sejak awal Oktober 2023, "serangan kompleks" Hizbullah dimulai beberapa hari setelah serangan drone dan rudal Iran terhadap Israel pada pertengahan April 2024.
Dalam dua pekan terakhir, kata seorang pejabat Lebanon, eskalasi terjadi sebagai respons terhadap serangan Israel ke Kota Rafah. Pejabat tersebut berbicara tanpa menyebut nama karena dia tidak berwenang untuk merinci informasi militer kepada media.
Serangan Kamis sore oleh sebuah drone yang membawa rudal terjadi hanya beberapa hari setelah Hizbullah meluncurkan tiga rudal anti-tank ke sebuah pos militer Israel yang mengendalikan balon pengintai yang terbang melintasi perbatasan. Mereka merilis rekaman kamera setelahnya untuk menunjukkan mereka telah mencapai sasaran. Beberapa jam kemudian, militer Israel mengonfirmasi bahwa balon mata-mata tersebut ditembak jatuh di Lebanon.
Malam sebelumnya, Hizbullah melancarkan serangan terdalamnya di Israel dengan menggunakan drone peledak untuk menyerang pangkalan di Ilaniya, dekat Kota Tiberias atau sekitar 35 kilometer dari perbatasan Lebanon. Militer Israel mengatakan serangan itu tidak melukai siapa pun.
Abdul-Sater menjelaskan bahwa koalisi pimpinan Iran yang dikenal sebagai poros perlawanan, yang mencakup Hamas, telah memperingatkan bahwa jika pasukan Israel melancarkan invasi besar-besaran ke Rafah maka serangan di front lain juga akan meningkat.
Sejumlah peristiwa mengonfirmasi ancaman tersebut. Pemberontak Houthi di Yaman, yang didukung Iran, pada Rabu (15/5) mengklaim mereka menyerang kapal perusak Amerika Serikat (AS), sementara militan yang didukung Iran di Irak menuturkan mereka menembakkan serangkaian drone ke arah Israel dalam beberapa pekan terakhir setelah relatif tenang sejak Februari.
Penggunaan persenjataan yang lebih canggih oleh Hizbullah, termasuk drone yang mampu menembakkan rudal, drone peledak, dan jenis peluru kendali kecil yang dikenal sebagai Almas atau Diamond, yang digunakan untuk menyerang pangkalan yang mengendalikan balon, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan militer Israel.
"Hizbullah telah meningkatkan situasi di utara," kata juru bicara militer Israel Letkol Nadav Shoshani. "Mereka semakin sering menembak."
Kata Analis
Dalam mengadaptasi serangannya, Hizbullah juga berhasil mengurangi jumlah korban disisinya dibandingkan pada minggu-minggu awal konflik.
Kelompok ini telah kehilangan lebih dari 250 anggotanya sejauh ini, dibandingkan dengan 15 tentara Israel sejak pertempuran pecah di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel sehari setelah 7 Oktober.
Menurut perhitungan AP, Hizbullah kehilangan 47 anggota pada bulan Oktober dan 35 anggota pada bulan November, dibandingkan dengan 20 pejuang pada bulan April dan 12 pejuang pada bulan ini.
Pejabat yang mengetahui operasi kelompok tersebut mengatakan Hizbullah telah mengurangi jumlah anggotanya di sepanjang wilayah perbatasan untuk menurunkan jumlah korban. Meskipun Hizbullah terus menembakkan rudal anti-tank, Kornet, buatan Rusia dari wilayah yang dekat dengan perbatasan, Hizbullah juga beralih menembakkan drone dan jenis roket lain dengan hulu ledak berat – termasuk roket Almas serta Falaq dan Burkan – dari area beberapa kilometer dari perbatasan.
Selama akhir pekan, Hizbullah menuturkan mereka telah meluncurkan roket baru dengan hulu ledak berat bernama Jihad Mughniyeh. Nama itu diambil dari nama seorang anggota senior Hizbullah yang tewas dalam serangan udara Israel di Suriah selatan pada tahun 2015.
Eva J. Koulouriotis, seorang analis politik spesialisasi dalam Timur Tengah dan kelompok jihad menulis di platform media sosial X bahwa eskalasi Hizbullah baru-baru ini kemungkinan memiliki beberapa tujuan, termasuk menaikkan batas atas tuntutan kelompok tersebut dalam negosiasi kesepakatan perbatasan di masa depan dan meningkatkan tekanan militer terhadap Israel sehubungan dengan persiapan pertempuran di Rafah.
Advertisement
Hizbullah Tidak Akan Berhenti Sampai Israel Lakukan Ini
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bersumpah dalam pidatonya pekan lalu, "Kami akan bertahan, kami akan mencapai tujuan kami, kami akan menyerang Hamas, kami akan menghancurkan Hizbullah, dan kami akan menciptakan keamanan."
Pada hari Senin, pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah pun menegaskan kembali dalam pidatonya bahwa pertempuran di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel tidak akan berakhir sampai operasi militer Israel di Jalur Gaza berakhir.
"Tujuan utama front Lebanon adalah memberikan kontribusi terhadap tekanan bagi musuh untuk mengakhiri perang di Gaza," kata Nasrallah.
Sehari setelah Nasrallah berbicara, Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly mengunjungi Beirut dan mengatakan kepada stasiun TV swasta LBC bahwa dia mendorong gencatan senjata.
"Kita ingin orang-orang yang tinggal di selatan Lebanon dapat kembali ke rumah-rumah mereka," ujarnya. "Kita perlu memastikan bahwa warga Israel yang tinggal di bagian utara Israel juga dapat kembali ke rumah-rumah mereka."
Wakil pemimpin Hizbullah Naim Kassim memperingatkan Israel dalam pidatonya akhir pekan lalu agar tidak melancarkan perang habis-habisan.
"Anda telah mencoba di masa lalu dan Anda dikalahkan dan jika Anda mencoba lagi Anda akan kalah," kata Kassim, mengacu pada perang 34 hari Israel Vs Hizbullah pada tahun 2006 yang berakhir imbang.