Sukses

PBB Tangguhkan Distribusi Bantuan di Rafah, Proyek Dermaga Terapung Buatan AS Gagal?

PBB memperingatkan bahwa operasi kemanusiaan di seluruh wilayah Rafah hampir gagal.

Liputan6.com, Gaza - PBB menghentikan distribusi makanan di Kota Rafah, Gaza Selatan, pada hari Selasa (21/5/2024) karena kurangnya pasokan dan situasi keamanan yang tidak dapat dipertahankan yang disebabkan oleh perluasan operasi militer Israel. 

Selama dua pekan terakhir, ratusan ribu orang telah meninggalkan Rafah, mencari perlindungan di tenda-tenda baru atau berkerumun di daerah-daerah yang sudah hancur akibat serangan Israel sebelumnya. Sekitar 400.000 orang diyakini masih berada di Rafah setelah sekitar 900.000 orang bergegas melarikan diri, menurut COGAT, kantor militer Israel yang bertanggung jawab atas urusan sipil Palestina.

Penyaluran bantuan kepada warga sipil yang terlantar terhambat oleh penyeberangan darat yang tertutup dan kacau, serta masalah yang mengganggu dermaga terapung baru milik militer Amerika Serikat (AS) yang dimaksudkan untuk menyediakan jalur laut alternatif untuk bantuan ke Jalur Gaza. Selama akhir pekan, warga Palestina yang kelaparan mengambil bantuan dari konvoi kendaraan PBB yang datang dari dermaga dan PBB mengatakan sejak saat itu pihaknya tidak dapat menerima truk di sana.

Sekretaris Pers Pentagon Mayjen Pat Ryder menuturkan di Washington bahwa selama beberapa hari terakhir, pergerakan bantuan dari dermaga dihentikan namun dilanjutkan kembali pada hari Selasa. Belum ada konfirmasi dari PBB.

Program Pangan Dunia PBB (WFP) mengatakan mereka kehabisan makanan untuk Gaza tengah, tempat ratusan ribu orang kini tinggal.

"Operasi kemanusiaan di Gaza hampir gagal," kata juru bicara WFP Abeer Etefa, seperti dilansir kantor berita AP, Rabu (22/5). "Jika makanan dan pasokan lainnya tidak kembali masuk ke Gaza dalam jumlah besar, kondisi seperti kelaparan akan menyebar."

Pernyataan PBB ini muncul saat Israel berupaya menahan dampak internasional dari permintaan surat perintah penangkapan oleh jaksa Pengadilan Pidana Internasional (ICC) Karim Khan yang menargetkan para pemimpin Israel, yakni Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant serta pemimpin Hamas, yaitu Ismail Haniyeh, Yahya Sinwar, dan Mohammed Diab Ibrahim al-Masri – lebih dikenal sebagai Mohammed Deif.

"Penggunaan kelaparan sebagai metode perang" termasuk di antara tuduhan terhadap Netanyahu dan Gallant, sesuatu yang mereka dan pejabat Israel lainnya sangkal dengan marah. Sementara itu, jaksa ICC menuduh tiga pemimpin Hamas melakukan kejahatan perang atas pembunuhan warga sipil dalam serangan ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang mengawali perang terbaru di Jalur Gaza.

Seruan Khan pada hari Senin (20/5) untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan memperdalam isolasi global terhadap Israel. Belgia, Slovenia, dan Prancis yang merupakan salah satu sekutu utama Israel menyatakan mendukung keputusan Khan.

Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, bahkan sampai berangkat ke Prancis pada hari Selasa sebagai tanggapan atas sikap tersebut. Dia mendesak Prancis untuk menyatakan dengan lantang dan jelas bahwa permintaan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant tidak dapat diterima.

Bagaimanapun, Israel masih mendapat dukungan dari sekutu utama lainnya, AS, dan sejumlah negara Barat.

Panel yang terdiri dari tiga hakim ICC akan memutuskan apakah akan mengeluarkan surat perintah penangkapan dan mengizinkan kasus tersebut dilanjutkan. Para hakim biasanya membutuhkan waktu dua bulan untuk mengambil keputusan.

2 dari 3 halaman

Dermaga Buatan AS Tak Membantu?

PBB mengatakan sekitar 1,1 juta orang di Jalur Gaza – hampir separuh populasi – menghadapi tingkat kelaparan yang sangat besar dan wilayah tersebut berada di ambang kelaparan. Sepanjang perang, Rafah dipenuhi dengan pemandangan anak-anak kelaparan yang memegang panci dan wadah plastik di dapur umum darurat, di mana banyak keluarga terpaksa hanya makan satu kali sehari.

Krisis kemanusiaan semakin parah setelah pasukan Israel menyerbu Rafah pada 6 Mei. Tank dan tentara menyita jalur penting Rafah yang menyeberang ke Mesir dan sejak itu menutupnya. Setelah tanggal 10 Mei, hanya sekitar tiga lusin truk yang berhasil masuk ke Jalur Gaza melalui penyeberangan Kerem Shalom dari Israel. Pertempuran, kata PBB, membuat pekerja bantuan sulit mencapainya.

Israel mengklaim tidak membatasi jumlah truk yang memasuki Jalur Gaza. COGAT mengaku 450 truk masuk pada hari Selasa dari sisinya ke Kerem Shalom dan sebuah penyeberangan kecil di Gaza Utara. Disebutkan lebih dari 650 truk menunggu di Kerem Shalom sisi Jalur Gaza untuk diambil. Israel berulang kali menyalahkan kurangnya kemampuan logistik dan kesenjangan tenaga kerja di antara kelompok-kelompok bantuan.

Selama berbulan-bulan, PBB telah memperingatkan bahwa serangan Israel di Rafah dapat menghancurkan upaya untuk menyalurkan makanan, obat-obatan, dan pasokan lainnya ke warga Palestina di Jalur Gaza.

Ketika ditanya tentang dampak dari penangguhan bantuan, juru bicara PBB Stephane Dujarric menjawab singkat, "Masyarakat tidak makan."

Etefa sendiri menjelaskan bahwa WFP masih membagikan makanan hangat dan distribusi terbatas dari paket makanan yang dikurangi di Gaza tengah, namun dia menggarisbawahi stok makanan akan habis dalam beberapa hari.

AS menggembar-gemborkan proyek dermaga terapung senilai USD 320 juta sebagai jalur untuk mempercepat pengiriman bantuan. Sepuluh truk pertama meluncur dari kapal ke dermaga pada hari Jumat (17/5) dan dibawa ke gudang WFP. Namun, kata Etefa, konvoi kedua pada hari Sabtu dihadang oleh massa Palestina yang memindahkan semua makanan dari 11 truk dan hanya lima truk yang berhasil sampai ke gudang.

"Tidak ada pengiriman lebih lanjut yang datang dari dermaga pada hari Minggu atau Senin," tutur Etefa.

"Tanggung jawab untuk memastikan bantuan sampai kepada mereka yang membutuhkan tidak berakhir di penyeberangan dan titik masuk lainnya ke Jalur Gaza – tapi juga meluas ke seluruh Gaza."

3 dari 3 halaman

Gaza Utara Kembali Jadi Target Israel

Pada saat yang sama, pertempuran meningkat di Gaza Utara. Menurut militer Israel, Hamas kembali bangkit di wilayah yang telah direbut dalam serangan beberapa bulan lalu itu.

Otoritas kesehatan Jalur Gaza menyebutkan bahwa salah satu rumah sakit utama yang masih beroperasi di Gaza Utara, Kamal Adwan, terpaksa dievakuasi setelah ditargetkan oleh pasukan Israel.

"Sekitar 150 staf dan puluhan pasien meninggalkan fasilitas tersebut, termasuk pasien perawatan intensif dan bayi di inkubator," kata mereka.

Rumah Sakit Awda di dekatnya telah dikepung oleh militer Israel selama tiga hari terakhir. Pihak rumah sakit mengaku, sebuah peluru artileri menghantam lantai lima pada hari Selasa. Sehari sebelumnya, kelompok bantuan medis internasional Doctors Without Borders mengatakan Awda kehabisan air minum.

Video Terkini