Sukses

Spanyol, Irlandia, dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina, Mengapa Ini Penting?

Pengakuan ketiga negara Eropa ini menandai manuver diplomatik terbaru dalam sejarah panjang konflik Israel-Palestina.

Liputan6.com, Brussels - Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell pada Minggu (26/5/2024) mendesak Israel agar mematuhi keputusan pengadilan tinggi PBB (ICJ), yakni mengakhiri serangannya di Kota Rafah, Gaza Selatan. Borrel mempertanyakan pula kemungkinan keterlibatan pihak berwenang dalam kekerasan pemukim terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.

Dia bersikeras bahwa Israel telah mendorong Palestina ke ambang bencana karena situasi di Jalur Gaza tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, sementara Tepi Barat yang diduduki berada di ambang risiko ledakan kapan saja.

Meskipun sebagian besar perhatian global terpusat pada perang di Jalur Gaza, Borrell mengatakan, "Kita tidak boleh melupakan apa yang terjadi di Tepi Barat."

"Di sana kita melihat spiral kekerasan yang semakin intensif. Serangan yang tidak pandang bulu dan bersifat menghukum yang dilakukan oleh pemukim ekstremis, semakin banyak menyasar bantuan kemanusiaan yang menuju ke Jalur Gaza. Dan mereka bersenjata lengkap. Dan pertanyaannya adalah, siapa yang mempersenjatai mereka? Dan siapa yang tidak mencegah terjadinya serangan ini," kata Borrell seperti dilansir kantor berita AP, Senin (27/5).

Borrell juga melawan ancaman Israel yang akan "memukul" Palestina secara finansial. Pada hari Rabu (22/5), Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menuturkan dia akan berhenti mentransfer pendapatan pajak yang diperuntukkan bagi Otoritas Palestina, sebuah langkah yang mengancam kemampuan Otoritas Palestina untuk membayar gaji ribuan karyawan yang sudah semakin berkurang.

Berdasarkan perjanjian perdamaian sementara pada tahun 1990-an, Israel mengumpulkan pendapatan pajak atas nama Palestina dan Israel menggunakan uang tersebut sebagai alat untuk menekan Otoritas Palestina. Setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang di Jalur Gaza, Smotrich membekukan transfer tersebut, namun Israel setuju untuk mengirim uang tersebut ke Norwegia, yang kemudian mentransfernya ke Otoritas Palestina.

Smotrich mengatakan pada hari Rabu dia mengakhiri pengaturan tersebut.

"Pendapatan yang ditahan secara berlebihan harus dikeluarkan," kata Borrell, didampingi Menteri Luar Negeri (Menlu) Norwegia Espen Barth Eide yang berdiri di sampingnya.

Pada hari yang sama, Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammad Mustafa berkunjung ke Brussels, Belgia.

Menlu Eide sendiri berada di Brussels pada hari Minggu untuk menyerahkan surat-surat diplomatik kepada PM Mustafa menjelang pengakuan resmi Norwegia atas Negara Palestina, sebuah langkah simbolis yang telah membuat marah Israel.

Pengakuan resmi oleh Norwegia serta Spanyol dan Irlandia – yang semuanya memiliki catatan hubungan persahabatan dengan Israel dan Palestina, meskipun sudah lama mendukung negara Palestina – direncanakan pada hari Selasa (28/5).

Langkah diplomatik ketiga negara tersebut merupakan dorongan dukungan yang disambut baik para pejabat Palestina yang telah berupaya selama beberapa dekade mendirikan negara di Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza – wilayah yang direbut Israel dalam Perang Tahun 1967 dan masih mereka kendalikan.

"Pengakuan sangat berarti bagi kami. Ini adalah hal terpenting yang dapat dilakukan siapa pun untuk rakyat Palestina," kata Mustafa. "Ini merupakan hal besar bagi kami."

Sekitar 140 negara – lebih dari dua per tiga anggota PBB – mengakui Negara Palestina, namun mayoritas dari 27 negara Uni Eropa masih belum mengakuinya. Beberapa menyatakan mereka akan melakukannya ketika kondisinya tepat.

Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), dan Inggris, antara lain, mendukung gagasan Negara Palestina merdeka bersama Israel, namun mengatakan hal itu harus dilakukan sebagai bagian dari penyelesaian yang dinegosiasikan.

Penyerahan surat-surat diplomatik pada hari Minggu terjadi hanya dua hari setelah ICJ memerintahkan Israel untuk segera menghentikan serangan militernya di Kota Rafah. Beberapa hari sebelumnya, kepala jaksa Pengadilan Pidana Internasional (ICC) meminta surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel, termasuk PM Benjamin Netanyahu, dan tiga pemimpin Hamas atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

2 dari 3 halaman

Mengapa Pengakuan terhadap Negara Palestina Penting?

Saat ini, tujuh anggota dari 27 negara Uni Eropa secara resmi mengakui Negara Palestina, yakni Bulgaria, Siprus, Hungaria, Polandia, Rumania, Slovakia, dan Swedia.

Anggota Uni Eropa lainnya, Malta dan Slovenia, mengatakan mereka mungkin akan mengikuti langkah serupa, meski tidak segera.

Sementara itu, sekitar 140 dari 190 negara anggota PBB telah mengakui Negara Palestina.

Rencana pembagian PBB pada tahun 1947 menyerukan pembentukan negara Yahudi berdampingan dengan negara Palestina, namun masyarakat Palestina dan negara-negara Arab menolaknya karena hal tersebut hanya akan memberi masyarakat Palestina kurang dari separuh tanah meskipun mereka dua per tiga dari jumlah penduduk.

Perang Arab-Israel 1948 membuat Israel memiliki lebih banyak wilayah, Yordania menguasai Tepi Barat dan Yerusalem Timur, sementara Mesir menguasai Jalur Gaza.

Pada Perang Tahun 1967, Israel merebut ketiga wilayah tersebut, dan perundingan perdamaian yang berulang-ulang selama beberapa dekade gagal.

AS, Inggris, dan negara-negara Barat lainnya mendukung gagasan Negara Palestina merdeka yang berdiri berdampingan dengan Israel sebagai solusi terhadap konflik paling sulit di Timur Tengah, namun mereka bersikeras bahwa negara Palestina harus menjadi bagian dari penyelesaian yang dinegosiasikan. Tidak ada negosiasi substantif sejak 2009.

Pengakuan terhadap Palestina dinilai membantu meningkatkan kedudukan Palestina di panggung internasional dan memberikan tekanan lebih besar pada Israel untuk membuka negosiasi guna mengakhiri perang.

Kenapa Baru Sekarang Spanyol Cs Mengakui Negara Palestina?

Tekanan diplomatik terhadap Israel semakin meningkat ketika pertempuran dengan Hamas memasuki bulan kedelapan. Majelis Umum PBB memberikan suara dengan selisih yang signifikan pada 11 Mei untuk memberikan hak dan keistimewaan baru kepada Palestina sebagai tanda meningkatnya dukungan internasional terhadap keanggotaan penuh Palestina, yang saat ini berstatus pengamat.

Para pemimpin Spanyol, Irlandia, Malta, dan Slovenia menyebutkan pada bulan Maret bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk mengakui Negara Palestina sebagai "kontribusi positif" dalam mengakhiri perang.

PM Spanyol Pedro Sanchez menuturkan pada hari Rabu, "Pengakuan ini tidak merugikan siapa pun, tidak merugikan rakyat Israel."

"Ini adalah tindakan yang mendukung perdamaian, keadilan, dan konsistensi moral."

Menlu Eide mengatakan kepada AP bahwa meskipun negaranya telah mendukung pembentukan Negara Palestina selama beberapa dekade, pengakuan adalah "kartu yang dapat dimainkan sekali saja".

"Dulu kami berpikir bahwa pengakuan akan datang pada akhir sebuah proses," ujarnya. "Sekarang kami menyadari bahwa pengakuan seharusnya menjadi sebuah dorongan, sebagai penguatan sebuah proses."

3 dari 3 halaman

Apa Implikasi dari Pengakuan Negara Palestina?

Belum jelas seberapa besar dampak yang akan ditimbulkan dari tindakan Spanyol, Norwegia, dan Irlandia. Meski begitu, pengakuan mereka akan menandai pencapaian yang signifikan bagi Palestina, yang percaya bahwa hal ini memberikan legitimasi internasional atas perjuangan mereka.

Norwegia dan Irlandia sudah mengatakan akan meningkatkan kantor perwakilannya untuk Palestina menjadi kedutaan besar, sementara Spanyol belum mengonfirmasinya.

Respons Israel?

Israel, yang menolak segala upaya untuk melegitimasi Palestina secara internasional, bereaksi cepat pada hari Rabu dengan menarik duta besarnya untuk Irlandia, Norwegia, dan Spanyol.

PM Netanyahu mengatakan bahwa niat beberapa negara Eropa untuk mengakui negara Palestina adalah hadiah kepada terorisme.

Netanyahu menambahkan, "80 persen warga Palestina di Yudea dan Samaria (Tepi Barat) mendukung pembantaian mengerikan pada 7 Oktober. Penjahat ini tidak boleh diberikan sebuah negara. Ini akan menjadi negara teroris."

Serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober ke Israel Selatan diklaim Israel menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan penculikan lebih dari 250 orang lainnya.

Beberapa negara besar mengindikasikan sikap mereka mungkin berubah di tengah protes atas konsekuensi serangan membabi-buta Israel ke Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 35.000 warga Palestina sejak tanggal yang sama.

Menlu Inggris David Cameron mengatakan pengakuan Negara Palestina tidak akan terjadi jika Hamas masih berada di Jalur Gaza, namun hal ini bisa terjadi ketika perundingan Israel dengan para pemimpin Palestina berlangsung.

Prancis mengindikasikan mereka belum siap untuk bergabung dengan negara-negara lain dalam mengakui Negara Palestina, meskipun pada prinsipnya mereka tidak menentang gagasan tersebut. Menlu Prancis Stephane Sejourne dalam pernyataan yang disampaikan oleh kementeriannya setelah pertemuan tertutup dengan mitranya dari Israel pada hari Rabu mengatakan bahwa mengakui Negara Palestina harus "bermanfaat" dalam mendorong solusi dua negara dan melakukan hal tersebut sekarang tidak akan memberikan dampak nyata dalam mencapai tujuan tersebut.

Jerman menegaskan pihaknya tidak akan mengakui Negara Palestina untuk saat ini.

Juru bicara Kanselir Olaf Scholz mengatakan bahwa Jerman mengharapkan solusi dua negara yang dinegosiasikan antara Israel dan Palestina yang akan mengarah pada pembentukan Negara Palestina, namun Jerman mengakui bahwa solusi tersebut - meskipun merupakan solusi terbaik - masih jauh dari harapan.