Sukses

Korea Utara Berencana Luncurkan Roket, Diduga Angkut Satelit Mata-mata Militer Kedua

Korea Utara menyampaikan pengumuman tersebut kepada Jepang.

Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara pada hari Senin (27/5/2024) mengumumkan rencana peluncuran roket yang diduga membawa satelit mata-mata militer kedua pada awal minggu depan.

Pemberitahuan mengenai rencana peluncuran, yang dilarang berdasarkan resolusi PBB, muncul ketika Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida bertemu dengan Perdana Menteri China Li Qiang di Seoul. Ini merupakan pertemuan trilateral pertama mereka dalam lebih dari empat tahun.

Penjaga pantai Jepang menjelaskan mereka diberitahu oleh Korea Utara tentang rencana peluncuran dengan peringatan keselamatan di perairan antara Semenanjung Korea dan China dan di sebelah timur Pulau Luzon di Filipina mulai Senin hari ini hingga 3 Juni tengah malam.

Korea Utara memberikan informasi peluncurannya kepada Jepang karena penjaga pantai Jepang mengoordinasikan dan mendistribusikan informasi keselamatan maritim di Asia Timur. Demikian seperti dilansir kantor berita AP.

Militer Korea Selatan menyebutkan pada hari Jumat (24/5) bahwa pihaknya mendeteksi tanda-tanda dugaan persiapan peluncuran satelit mata-mata di fasilitas peluncuran utama Korea Utara, Tongchangri.

PBB melarang Korea Utara melakukan peluncuran satelit apa pun karena menganggapnya sebagai kedok untuk menguji teknologi rudal jarak jauhnya. Korea Utara dengan tegas menyatakan bahwa mereka mempunyai hak untuk meluncurkan satelit dan menguji rudal. Disebutkan bahwa satelit mata-mata akan memungkinkan mereka memantau dengan lebih baik pergerakan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan serta meningkatkan kemampuan serangan presisi dari rudal-rudal berkemampuan nuklir mereka.

"Setiap peluncuran (oleh Korea Utara) yang menggunakan teknologi rudal balistik akan secara langsung melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan merusak perdamaian dan keamanan kawasan dan dunia," kata Yoon Suk Yeol pada awal pertemuan dengan Kishida dan Li Qiang.

"Jika Korea Utara tetap melanjutkan peluncurannya meskipun ada peringatan internasional, saya pikir komunitas internasional harus menanganinya dengan tegas."

Kishida mengatakan dia sangat mendesak Korea Utara membatalkan rencana peluncuran tersebut. China sendiri adalah sekutu Korea Utara, namun Li Qiang dilaporkan tidak menyinggung rencana peluncuran satelit Korea Utara.

2 dari 3 halaman

AS Cs ke Korea Utara: Batalkan Peluncuran

Dalam pembicaraan telepon pada Senin pagi, diplomat senior dari Jepang, Korea Selatan, dan AS sepakat mendesak Korea Utara agar membatalkan peluncuran pada 3 Juni. Kementerian Unifikasi Korea Selatan secara terpisah menyebut peluncuran satelit oleh Korea Utara sebagai provokasi yang secara serius mengancam keamanan dan keamanan regional.

November lalu, Korea Utara mengirimkan satelit pengintaian militer pertamanya ke orbit sebagai bagian dari upayanya membangun jaringan pengawasan berbasis ruang angkasa untuk mengatasi apa yang disebutnya meningkatnya ancaman militer pimpinan AS. Kim Jong Un kemudian mengatakan dalam pertemuan partai pada akhir tahun bahwa negaranya akan meluncurkan tiga satelit mata-mata militer tambahan pada tahun 2024.

Apakah satelit Korea Utara dapat menghasilkan citra yang bermakna secara militer masih diragukan, namun beberapa pakar sipil menuturkan bahwa mengoperasikan beberapa satelit dapat membantu Korea Utara memantau target-target besar setiap saat.

Pemberitahuan peluncuran terbaru ke Jepang mengidentifikasi zona bahaya yang sama dengan potensi puing-puing roket seperti yang diidentifikasi sebelum peluncuran terakhir Korea Utara.

3 dari 3 halaman

China Diminta Dorong Perdamaian di Semenanjung Korea

Sejak tahun 2022, Korea Utara telah terlibat dalam uji coba rudal untuk memodernisasi dan memperluas persenjataannya, mendorong AS, Korea Selatan, dan Jepang memperkuat kemitraan keamanan mereka sebagai tanggapannya.

Para ahli mengatakan Korea Utara kemungkinan besar percaya bahwa perluasan persenjataan akan meningkatkan pengaruhnya dalam diplomasi masa depan dengan AS.

Korea Utara tidak termasuk dalam agenda resmi pertemuan trilateral pada hari Senin antara Yoon Suk Yeol, Kishida, dan Li Qiang.

Namun, dalam pertemuan bilateral dengan Li Qiang pada hari Minggu, kantor Yoon Suk Yeol mengatakan bahwa sang presiden meminta China, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, untuk berkontribusi dalam mendorong perdamaian di Semenanjung Korea, di mana dia menyinggung tentang program nuklir Korea Utara dan hubungan militer mendalam China-Rusia.

Korea Selatan, Jepang, dan AS telah lama mendesak China – sekutu utama dan jalur ekonomi Korea Utara – menggunakan pengaruhnya dalam membujuk Korea Utara agar meninggalkan ambisi nuklirnya. Namun, China dilaporkan melakukan sebaliknya, yakni menghindari penerapan penuh sanksi PBB terhadap Korea Utara dan mengirimkan bantuan secara rahasia untuk membantu negara tetangganya yang miskin tetap bertahan.