Sukses

Dunia Mengutuk Pembantaian Israel ke Kamp Pengungsi Palestina di Rafah

Pelapor khusus PBB bahkan menggunakan tagar genosida Gaza saat menyuarakan marahnya terhadap serangan Israel ke kamp pengungsi Tel al-Sultan di Kota Rafah.

Liputan6.com, Gaza - Dunia mengutuk serangan Udara Israel ke kamp pengungsi Tel al-Sultan di Kota Rafah, Jalur Gaza, pada Minggu (26/5/024), yang dilaporkan menewaskan sedikitnya 45 orang termasuk banyak anak-anak.

Mengutip laporan kantor berita Anadolu, Kantor Media Gaza menyebutkan bahwa Israel menggunakan rudal dan bom seberat 2.000 pon atau 907 kg dalam serangannya ke Tel al-Sultan.

"Tindakan pembantaian keji yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel merupakan tantangan terhadap semua resolusi yang dilegitimasi internasional," kata Kepresidenan Palestina, yang menyebutkan pasukan Israel dengan sengaja menargetkan tenda-tenda pengungsi, seperti dilansir Al Jazeera, Senin (27/5).

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan via platform X, "Gambar-gambar dari Rafah adalah satu lagi bukti bahwa Gaza adalah neraka di Bumi."

Pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri menyebut serangan itu sebagai "pembantaian". Dia menegaskan bahwa Amerika Serikat (AS) ikut bertanggung jawab lantaran membantu Israel dengan senjata dan uang.

Jaksa pidana militer Israel menggambarkan serangan itu "sangat serius" dan mengklaim bahwa penyelidikan akan dilakukan.

"Rincian insiden tersebut masih dalam penyelidikan dan kami berkomitmen untuk melakukan penyelidikan semaksimal mungkin," kata Mayor Jenderal Yifat Tomer Yerushalmi, seraya menambahkan bahwa militer Israel menyesalkan jika terjadi kerugian terhadap non-kombatan selama serangan tersebut.

Kantor berita Palestina, Wafa, mengutip Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS), mengatakan korban tewas termasuk perempuan dan anak-anak, dan banyak yang "terbakar hidup-hidup" di dalam tenda mereka.

Salah satu warga yang tiba di Rumah Sakit Kuwait di Rafah menuturkan bahwa "tenda dan jenazah korban meleleh" setelah serangan Israel.

Berikut reaksi dari pemerintah dan pejabat di seluruh dunia atas serangan Israel ke kamp pengungsi Palestina Tel al-Sultan:

Qatar mengutuk serangan di Rafah sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional yang akan memperburuk krisis kemanusiaan di Jalur Gaza yang terkepung. Serangan itu, tegas Kementerian Luar Negeri Qatar, dapat menghambat upaya mediasi untuk mencapai gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran sandera.

Bersama AS dan Mesir, Qatar telah terlibat dalam pembicaraan berbulan-bulan yang bertujuan untuk mengamankan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

Mesir mengutuk "pemboman yang disengaja" tersebut. Kementerian Luar Negeri Mesir meminta Israel menerapkan langkah-langkah yang diperintahkan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) mengenai penghentian segera operasi militer di Rafah.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan negaranya akan berupaya menuntut pertanggungjawaban Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu atas serangan mematikan tersebut.

"Kami akan melakukan segala kemungkinan untuk meminta pertanggungjawaban orang-orang barbar dan para pembunuh yang tidak punya rasa kemanusiaan," ujar Erdogan.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Spanyol Jose Manuel Albares menuturkan pengeboman Rafah berarti "satu hari lagi terbunuhnya warga sipil Palestina yang tidak bersalah". Dia mengatakan tingkat keparahan serangan itu bahkan lebih besar karena terjadi setelah ICJ memerintahkan Israel untuk menghentikan operasinya di Rafah dan wilayah Jalur Gaza lainnya.

Menlu Irlandia Micheal Martin menggambarkan serangan Israel sebagai tindakan "biadab".

"Kita tidak bisa mengebom daerah seperti itu tanpa menimbulkan dampak yang mengejutkan terhadap anak-anak dan warga sipil yang tidak bersalah. Kami akan mendesak Israel untuk berhenti, berhenti sekarang, dalam hal operasi militer di Rafah," ungkap Martin.

Menlu Norwegia Espen Barth Eide menyatakan serangan itu merupakan pelanggaran terhadap keputusan pengadilan tertinggi dunia. Dia menambahkan, "Kita mendapat perintah wajib dari Mahkamah Internasional yang meminta Israel menghentikan serangannya di Rafah. Itu wajib. Itu mengikat."

 

2 dari 3 halaman

Reaksi Uni Eropa hingga Presiden Prancis

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menekan Israel harus mematuhi keputusan ICJ untuk menghentikan serangannya di Rafah ketika para menteri luar negeri Uni Eropa bertemu dengan rekan-rekan mereka dari Arab di Brussels beberapa jam setelah serangan mematikan Israel di Rafah.

Sebelum pertemuan para menteri Uni Eropa pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan, "Hukum kemanusiaan internasional berlaku untuk semua orang, juga untuk perilaku perang Israel."

Dalam salah satu kritik paling keras yang dilontarkan Italia sejauh ini, Menteri Pertahanan Guido Crosetto mengatakan serangan Israel tidak lagi dapat dibenarkan.

"Ada situasi yang semakin sulit, di mana rakyat Palestina diperas tanpa memperhatikan hak-hak laki-laki, perempuan dan anak-anak yang tidak bersalah yang tidak ada hubungannya dengan Hamas dan hal ini tidak dapat dibenarkan lagi," ujarnya.

"Kita menyaksikan situasi ini dengan putus asa."

Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina, menggambarkan serangan Israel terhadap kamp pengungsi Palestina di Rafah "tidak dapat diterima". Dalam unggahannya di X, dia menulis, "#GazaGenocide tidak akan berakhir dengan mudah tanpa tekanan dari luar: Israel harus menghadapi sanksi, peradilan, penangguhan perjanjian, perdagangan, kemitraan dan investasi, serta partisipasi dalam forum internasional."

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengaku dia "marah".

"Operasi ini harus dihentikan. Tidak ada wilayah aman di Rafah bagi warga sipil Palestina," tulis Macron di X.

3 dari 3 halaman

Israel Berbohong

Para korban selamat mengisahkan para pengungsi sedang bersiap tidur ketika serangan Israel terjadi.

"Kami sedang berdoa ... dan kami menyiapkan tempat tidur anak-anak kami. Tidak ada yang aneh, kemudian kami mendengar suara yang sangat keras, dan api muncul di sekitar kami," kata seorang ibu bernama Umm Mohamed Al-Attar.

"Semua anak mulai berteriak ... Suaranya menakutkan; kami merasa seperti logam menimpa kami dan pecahan peluru berjatuhan ke dalam ruangan."

Militer Israel mengklaim bahwa serangan pada hari Minggu itu didasarkan pada intelijen yang tepat dan telah menewaskan dua anggota Hamas.

Duduk di samping jenazah kerabatnya, Abed Mohammed Al-Attar menyatakan bahwa Israel berbohong ketika mengatakan bahwa mereka akan aman di wilayah barat Rafah. Saudara laki-lakinya, adik iparnya, dan beberapa kerabat lainnya termasuk mereka yang tewas dalam kobaran api.

"Militer (Israel) pembohong. Tidak ada keamanan di Gaza. Tidak ada keamanan, tidak untuk anak-anak, pria lanjut usia, atau Wanita," ujarnya. "Apa yang telah mereka (saudara dan iparnya) lakukan hingga pantas menerima ini? Anak-anak mereka telah menjadi yatim piatu."

Petugas medis seperti dilansir Reuters menyebutkan bahwa rumah sakit-rumah sakit di Rafah, termasuk rumah sakit lapangan Komite Internasional Palang Merah, tidak mampu menangani semua korban luka, sehingga beberapa di antaranya dipindahkan ke rumah sakit di Khan Younis - lebih jauh ke Gaza Utara - untuk mendapatkan perawatan.

Sementara itu, pejabat kesehatan setempat melaporkan, tank-tank Israel terus membombardir wilayah timur dan tengah Gaza Selatan pada hari Senin, menewaskan delapan orang. Di kamp pengungsi Al-Nuseirat, serangan Israel menewaskan tiga petugas polisi Palestina.

Otoritas Kesehatan Palestina mengonfirmasi bahwa lebih dari 36.000 warga Palestina tewas dalam serangan Israel sejak 7 Oktober 2023. Adapun tank-tank Israel telah melakukan pengintaian di sekitar tepi Rafah, dekat titik persimpangan dari Jalur Gaza ke Mesir, sejak 6 Mei dan telah memasuki beberapa distrik di bagian timurnya.

Â