Liputan6.com, Brasilia - Brasil menarik duta besarnya untuk Israel pada Rabu (29/5/2024), setelah berbulan-bulan hubungan keduanya diliputi ketegangan mengenai perang di Jalur Gaza.
Melansir kantor berita AP, Jumat (31/5), Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan belum ada pesan resmi yang diterima dari pemerintah Brasil mengenai isu ini. Namun, setelah adanya pemberitaan di media, kuasa usaha Brasil dipanggil pada Kamis (30/5).
Baca Juga
Presiden Luiz Inacio Lula da Silva kerap mengkritik serangan Israel ke Jalur Gaza. Awal tahun ini, dia membandingkannya dengan Holocaust, menyebabkan Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, memanggil Duta Besar Brasil Frederico Meyer ke museum sejarah Holocaust di Yerusalem sebagai wujud teguran publik.
Advertisement
Saat itu pula, Lula memanggil pulang Meyer.
Menurut seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Brasil, penarikan duta besar merupakan respons atas penghinaan terhadap Meyer. Pejabat tersebut, yang mengetahui situasi ini, berbicara dengan syarat anonim karena tidak berwenang untuk berbicara di depan umum.
"Setiap penunjukan duta besar baru Brasil untuk Israel akan diumumkan pada waktunya melalui siaran pers. Untuk saat ini, Kedutaan Besar Brasil di Tel Aviv terus berfungsi di bawah kepemimpinan kuasa usaha," jelas Kementerian Luar Negeri Brasil.
Meyer telah dipindahkan ke Jenewa dan akan bergabung dengan misi permanen Brasil untuk PBB dan organisasi internasional lainnya.
Kelompok pro-Israel di negara tersebut, Konfederasi Israel di Brasil, mengatakan di media sosial bahwa mereka "menyesalkan" tindakan tersebut.
"Langkah sepihak pemerintah Brasil menjauhkan kita dari tradisi diplomasi Brasil yang berimbang dan mengupayakan dialog serta menghalangi Brasil menjalankan peran yang diinginkan sebagai mediator dan protagonis di Timur Tengah," sebut kelompok itu.
Kritik terhadap Israel
Perang di Jalur Gaza, yang kini memasuki bulan kedelapan, dimulai ketika kelompok Hamas menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober 2023. Serangan itu diklaim Israel menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang.
Pada hari yang sama, Israel melancarkan serangan balasan ke Jalur Gaza, yang menurut otoritas Kesehatan Jalur Gaza, hingga hari ini telah menewaskan lebih dari 36.000 warga Palestina.
Presiden Lula da Silva dalam pertemuan puncak Uni Afrika di Ethiopia pada Februari mengatakan, "Apa yang terjadi di Jalur Gaza dengan rakyat Palestina tidak ada bandingannya dengan momen-momen bersejarah lainnya. Faktanya, itu pernah terjadi ketika Hitler memutuskan untuk membunuh orang-orang Yahudi."
"Ini bukan perang antara tentara melawan tentara. Ini adalah perang antara tentara yang sangat siap versus perempuan dan anak-anak."
Profesor hubungan internasional di Federal University of Santa Catarina Danielle Ayres menilai bahwa tindakan Brasil menarik duta besarnya dari Israel bersifat simbolis dan dengan tidak memutuskan hubungan diplomatik, Lula da Silva mengindikasikan bahwa dia ingin mempertahankan hubungan sambil memperkuat posisi pemerintah Brasil dalam mengkritik keras cara Israel merespons serangan 7 Oktober.
Advertisement
Respons terhadap Pengakuan Negara Palestina
Secara terpisah, Kementerian Luar Negeri Brasil menyambut baik pengakuan resmi Irlandia, Norwegia, dan Spanyol atas Negara Palestina pada Selasa (28/5). Brasil sendiri sudah mengakui Negara Palestina pada tahun 2010.
Upaya terkoordinasi yang dilakukan tiga negara Eropa Barat itu menambah tekanan internasional terhadap Israel, yang jelas mengutuk langkah diplomatik tersebut.
"Dengan mendesak semua negara lain yang belum mengakui Palestina sebagai negara berdaulat, Brasil menegaskan kembali pembelaannya terhadap solusi dua negara, dengan Negara Palestina yang mandiri dan dapat hidup berdampingan dengan Israel, dalam perdamaian dan keamanan," kata Kementerian Luar Negeri Brasil.
Israel mengklaim perangnya di Jalur Gaza adalah tindakan defensif yang dipicu oleh serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya dan menolak membandingkan serangan mereka dengan Holocaust.
Awal bulan ini, Kolombia memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel. Presiden Kolombia Gustavo Petro sebelumnya telah menangguhkan pembelian senjata dari Israel dan juga membandingkan tindakan Israel di Jalur Gaza dengan tindakan Nazi Jerman.
Di kawasan serupa, Bolivia dan Belize juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel karena perang Israel Vs Hamas.