Sukses

Perang Psikologis: Korea Selatan Sebut Korea Selatan Pasang Loudspeaker di Sepanjang Perbatasan

Saling balas dendam via pengeras suara dan balon telah memperdalam ketegangan antara kedua Korea, sementara perundingan mengenai ambisi nuklir Korea Utara masih terhenti.

Liputan6.com, Seoul - Militer Korea Selatan pada hari Senin (10/6/2024) mengatakan pihaknya mendeteksi tanda-tanda bahwa Korea Utara memasang pengeras suara atau loudspeaker di sepanjang perbatasan mereka. Hal ini terjadi sehari setelah Korea Selatan menyiarkan propaganda anti-Korea Utara melalui pengeras suara untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun saat kedua negara terlibat perang psikologis.

Belum ada keterangan lebih rinci terkait isu ini.

Dilanjutkannya siaran via pengeras suara oleh Korea Selatan pada hari Minggu (9/6), merupakan pembalasan atas pengiriman lebih dari 1.000 balon berisi sampah dan pupuk kandang kepada Korea Utara selama beberapa minggu terakhir.

Korea Utara menggambarkan serangan balon tersebut sebagai respons terhadap kelompok sipil Korea Selatan yang juga menggunakan balon untuk menerbangkan selebaran propaganda anti-Korea Utara melintasi perbatasan. Korea Utara telah lama mengecam kegiatan-kegiatan tersebut.

Dalam pembicaraan terbaru di Seoul, para pejabat Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan dilaporkan meninjau pedoman yang dirahasiakan, yang memetakan strategi pencegahan nuklir mereka untuk melawan meningkatnya ancaman Korea Utara. Mereka juga membahas penguatan pelatihan militer gabungan yang melibatkan aset-aset strategis AS.

Wakil Menteri Pertahanan Korea Selatan untuk kebijakan Cho Chang Rae dan penjabat Asisten Menteri pertahanan AS untuk Kebijakan Angkasa Luar Vipin Narang menolak memberikan komentar spesifik ketika diminta untuk menilai ancaman yang ditimbulkan oleh aktivitas balon Korea Utara. Demikian seperti dilansir AP, Selasa (11/6).

Pada hari Minggu, Korea Selatan mengaktifkan loudspeaker, yang disebut menyiarkan kritik terhadap pemerintah Korea Utara dan musik K-pop.

Beberapa jam kemudian pada hari Minggu, saudara perempuan Kim Jong Un memperingatkan bahwa Korea Selatan menciptakan awal dari situasi yang sangat berbahaya. Kim Yo Jong mengatakan Korea Selatan akan menyaksikan respons baru dari Korea Utara jika negara tersebut terus melakukan siaran propaganda dan gagal menghentikan aktivis sipil yang menyebarkan selebaran propaganda anti-Korea Utara melintasi perbatasan.

"Saya dengan tegas memperingatkan Seoul untuk segera menghentikan aktivitas berbahayanya yang akan semakin memicu krisis konfrontasi," kata Kim Yo Jong melalui media pemerintah, KCNA.

2 dari 3 halaman

Korea Selatan Tidak Mudah Terprovokasi

Juru bicara Kepala Staf Gabungan Korea Selatan Lee Sung Joon mengatakan pernyataan Kim Yo Jong mewakili peningkatan ancaman verbal dari Korea Utara, namun dia tidak memberikan penilaian spesifik mengenai tindakan yang mungkin diambil Korea Utara.

Lee Sung Joon menuturkan Korea Selatan melakukan siaran di tempat-tempat di mana tentara mempunyai perlindungan yang memadai dan diperlengkapi untuk membalas dengan cepat jika diserang.

"(Kami) tidak berpikir bahwa mereka dapat memprovokasi kami dengan mudah," kata Lee pada hari Senin.

Korea Selatan menarik pengeras suara dari wilayah perbatasan pada tahun 2018, dalam periode singkat mencairnya hubungan dengan Korea Utara ketika Moon Jae-in memimpin negara itu.

Ketika memutuskan untuk memulai kembali siaran melalui pengeras suara, kantor kepresidenan Korea Selatan mengecam Korea Utara karena berupaya menimbulkan "kecemasan dan gangguan" di Korea Selatan dan menekankan bahwa Korea Utara akan "bertanggung jawab penuh" atas eskalasi ketegangan di masa depan.

3 dari 3 halaman

Sangat Sensitif

Adapun balon yang dikirimkan aktivis Korea Selatan tidak hanya berisi selebaran anti-Korea Utara, namun juga termasuk USB berisi K-pop dan K-drama populer. Korea Utara, kata para analis, sangat sensitif terhadap materi semacam itu dan khawatir hal itu dapat menurunkan moral pasukan garis depan dan penduduk serta pada akhirnya melemahkan cengkeraman kekuasaan pemimpin Kim Jong Un.

Pada tahun 2015, ketika Korea Selatan memulai kembali siaran melalui pengeras suara untuk pertama kalinya dalam 11 tahun, Korea Utara menembakkan peluru artileri melintasi perbatasan, sehingga mendorong Korea Selatan membalas tembakan. Tidak ada korban jiwa yang dilaporkan dalam peristiwa itu.