Sukses

Atlet Olimpiade Pertama Palestina Meninggal di Kamp Pengungsi Gaza

Kematian Abu Maraheel menyoroti nasib buruk banyak warga Palestina yang menderita gagal ginjal di Jalur Gaza.

Liputan6.com, Gaza - Atlet Palestina pertama yang berpartisipasi dalam Olimpiade meninggal pada hari Rabu (12/6/2024) di kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza akibat gagal ginjal.

Kondisi gagal ginjal yang dideritanya diparah oleh kolapsnya sistem kesehatan Jalur Gaza di tengah perang Israel Vs Hamas yang berkepanjangan.

Majed Abu Maraheel, yang meninggal dunia pada usia 61 tahun, menjadi atlet pertama yang menjadi pembawa bendera dan mewakili Palestina di Olimpiade, tepatnya di Atlanta pada tahun 1996. Sebagai pelari jarak jauh, dia berkompetisi dalam lomba lari 10 km. Demikian seperti dilansir Middle East Eye, Minggu (16/6).

Sejak terobosannya di kancah dunia, lebih dari 20 pria dan wanita Palestina mampu berkompetisi di kompetisi Olimpiade.

"Dia adalah ikon Palestina dan dia akan tetap seperti itu," kata saudaranya kepada Paltoday TV setelah pemakaman Maraheel. "Kami mencoba mengevakuasi dia ke Mesir tapi kemudian penyeberangan Rafah ditutup (oleh Israel) dan kondisinya terus memburuk."

Dalam persiapannya untuk Olimpiade, Abu Maraheel kerap berlatih lari dari rumahnya di Jalur Gaza ke Persimpangan Erez, yang dikuasai Israel. Dia sering kali pula harus melewati persimpangan itu untuk bekerja sebagai buruh harian di Israel.

Setelah berpartisipasi di Olimpiade, Abu Maraheel kemudian menjadi pelatih bagi pelari Palestina lainnya dengan harapan bisa meniru kehadirannya di kompetisi internasional.

Dia melatih Nader el-Masri, warga Palestina lainnya dari Jalur Gaza yang berkompetisi di pertandingan Olimpiade 2008 di Beijing.

2 dari 2 halaman

Kematian Perlahan bagi Penderita Gagal Ginjal di Gaza

Sebuah laporan dari Euro-Med Human Rights Monitor pada bulan Maret menemukan bahwa terdapat antara 1.000 hingga 1.500 pasien di Jalur Gaza yang menderita gagal ginjal dan mereka menghadapi "kematian perlahan" lantaran "kurangnya layanan medis dan terapeutik, obat-obatan, serta kebutuhan lainnya".

Sejak perang terbaru di Jalur Gaza dimulai pada Oktober 2023, pasukan Israel telah melancarkan pengepungan penuh terhadap wilayah kantong tersebut. Selain membunuh lebih dari 37.000 warga Palestina, mereka berulang kali menargetkan serta menyerang rumah sakit dan infrastruktur kesehatan.

Sebuah laporan akhir bulan lalu oleh Washington Post menyebutkan bahwa hanya empat dari 36 rumah sakit di Jalur Gaza yang tidak dirusak oleh amunisi atau digerebek oleh pasukan Israel.

Kurangnya pasokan di wilayah tersebut karena blokade Israel semakin memperburuk situasi.

Israel membantah memblokir bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, meskipun lembaga-lembaga bantuan mengatakan mereka tidak bisa mendapatkan bantuan karena pembatasan yang dilakukan Israel.