Sukses

Perang Israel Vs Hamas Picu Kelaparan, Warga Palestina di Gaza Tak Bisa Rayakan Idul Adha dan Kurban

Perang Israel vs Hamas di Gaza yang masih berkecamuk dan memicu kelaparan akut karena terbatasnya bantuan kemanusiaan yang masuk, membuat warga Palestina di Jalur Gaza kini tidak lagi dapat merayakan Hari Idul Adha.

Liputan6.com, Gaza - Umat Muslim di seluruh dunia saat ini merayakan Hari Idul Adha, atau yang juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban. Perayaan ini dimulai pada hari yang berbeda, dengan beberapa negara memulainya pada Minggu (16/6) dan yang lainnya pada Senin (17/6).

Hari Raya ini memperingati ketaatan Nabi Ibrahim AS yang bersedia mengorbankan putranya, Ismail, sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur'an. Sementara itu, dalam tradisi Yahudi dan Kristen, Ibrahim diminta untuk mengorbankan putranya yang lain, Isak.

Perang Israel vs Hamas di Gaza yang masih berkecamuk dan memicu kelaparan akut karena terbatasnya bantuan kemanusiaan yang masuk, membuat warga Palestina di Jalur Gaza kini tidak lagi dapat merayakan Hari Idul Adha.

Laporan VOA Indonesia, yang dikutip Senin (17/6/2024) menyebut bahwa pada musim panas lalu warga Palestina di Jalur Gaza masih merayakan Hari Idul Adha sebagaimana mestinya. Dengan makan-makan bersama keluarga, membagikan daging kurban pada mereka yang kurang beruntung, dan memberikan pakaian baru atau hadiah-hadiah kepada anak-anak.

Namun, tahun ini, perang Israel-Hamas yang berlangsung selama lebih dari delapan bulan, membuat banyak keluarga kini terpaksa hanya makan makanan kaleng di tenda-tenda pengungsian yang penuh sesak. Stok daging hampir tidak ada di pasar lokal. Tidak ada uang untuk membeli makanan atau hadiah. Yang mereka hadapi hanyalah perang, kelaparan, dan penderitaan, yang sepertinya belum akan berakhir dalam waktu dekat.

“Tidak ada Idul Adha tahun ini,” ujar Nadia Hamouda, yang putrinya tewas terbunuh dalam perang. Hamouda terpaksa meninggalkan rumahnya di bagian utara Gaza beberapa bulan lalu dan tinggal di sebuah tenda di pusat Kota Deir al Balah.

“Yang ada hanya kesedihan, tragedi, mereka yang mati syahid, semua kematian, rasa kehilangan orang-orang yang kami cintai. Kami tidak ada di rumah sendiri. Tidak ada Idul Adha tahun ini,” ujarnya dengan suara lirih.

 

 

 

2 dari 4 halaman

Sebelum Perang Berkecamuk, Warga Gaza Masih Dapat Merayakan Idul Adha

Sebelum perang Israel-Hamas ini, Gaza memang merupakan wilayah yang miskin dan terisolasi, tetapi warga masih tetap dapat merayakan Hari Idul Adha dengan memasang dekorasi berwarna-warni, memberikan hadiah kejutan bagi anak-anak, dan membeli daging atau memotong hewan kurban untuk kemudian dibagikan kepada mereka yang kurang beruntung. Hamouda mengenang perayaan Idul Adha tahun lalu dengan mengatakan “ada kegembiraan dan suka cita di antara kami.”

Namun, kini sebagian besar Gaza hancur dan hampir seluruh penduduk yang semula berjumlah 2,3 juta orang telah terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Setelah kelompok militan Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke selatan Israel pada 7 Oktober, dan menewaskan sekitar 1.200 orang serta menculik 250 orang lainnya, Israel melancarkan serangan darat dan udara besar-besaran.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, wilayah yang dikelola oleh Hamas, mengatakan sedikitnya 37.266 warga Palestina tewas dan lebih dari 85.000 lainnya luka-luka akibat serangkaian serangan Israel itu.

Perang itu menghancurkan sebagian besar produksi pangan dan pertanian, membuat warga Palestina harus bergantung pada bantuan kemanusiaan, yang juga tertahan oleh berbagai pembatasan yang diberlakukan Israel dan terus berkecamuknya perang.

Badan-badan PBB telah memperingatkan bahwa lebih dari satu juta orang – atau berarti hampir separuh penduduk – dapat mengalami kelaparan sangat akut dalam beberapa bulan mendatang.

 

3 dari 4 halaman

Tak Ada Warga Gaza Naik Haji

Mesir menutup pintu perbatasan utama dari negara itu ke Kota Rafah, di bagian selatan Gaza, setelah Israel memperluas operasi militernya dan merebut wilayah itu. Padahal pintu perbatasan Rafah ini merupakan satu-satunya rute masuk dan keluarga wilayah tersebut. Itu berarti hampir tidak ada warga Palestina dari Gaza dapat melakukan ibadah haji.

Iyad al-Bayouk, yang memiliki peternakan sapi di selatan Gaza, mengatakan pemblokiran pintu perbatasan itu telah menyebabkan kelangkaan ternak dan pakan yang parah, yang pada akhirnya memicu kenaikan harga. Sebagian peternak lokal bahkan terpaksa ikut mengungsi ke tempat-tempat penampungan. Abu Mahmoud Al-Bayouk mengatakan “sebagian peternakan lokal bahkan telah dialihfungsikan menjadi tempat penampungan, yang kini penuh sesak.”

Warga Kota Jabaliya yang kini juga mengungsi di tenda pengungsi di selatan Rafah, Abdul Kareem Ibrahim, berharap ada sedikit uang untuk membahagiakan anak-anaknya.

"Saya berharap ada sedikit uang untuk membeli apapun yang mereka inginkan saat Idul Adha ini. Karena jika mereka tidak bisa bergembira saat hari raya, kapan lagi? Apakah semua ini terjadi karena kesalahan mereka? Apa terusir dari sekolah karena kesalaha mereka? Pertama, perang ini merampas pendidikan mereka. Lalu kehidupan indah mereka, sekolah, jalan-jalan, dan kini Idul Adha. Apakah semua ini terjadi karena kesalahan mereka?” ujar Abdul Kareem Ibrahim.

 

4 dari 4 halaman

IDF Tetap Lanjutkan Operasi Militer di Gaza

Adapun menjelang Idul Adha, salah satu hari besar umat Muslim, tentara Israel tetap melancarkan operasi militernya di Gaza. Sedikitnya 34 warga Palestina tewas dan 71 lainnya luka-luka dalam 24 jam terakhir.

Pasukan Pertahanan Israel IDF pada Jumat (14/6) mengatakan akan tetap melanjutkan operasi militer di banyak tempat di Jalur Gaza. Sementara Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas di wilayah itu, mengatakan dua sandera Israel tewas saat IDF mengebom Rafah beberapa hari lalu.

Dalam sebuah video yang dirilis lewat Telegram, Brigade Al Qassam mengatakan kedua sandera itu tewas dalam serangan udara “beberapa hari lalu.” Belum ada tanggapan dari pihak Israel dengan perkembangan terbaru itu.