Sukses

Jarang Tersorot, Sudan Berpotensi Alami Kelaparan Paling Parah di Dunia

Sementara seluruh dunia menyorot Gaza, krisis kemanusiaan di Sudan mendapat perhatian yang jauh lebih sedikit.

Liputan6.com, Khartoum - Sejumlah pejabat AS memperingatkan bahwa Sudan sedang menghadapi kelaparan parah, yang berpotensi menjadi lebih buruk daripada yang pernah terjadi di Ethiopia. Hal ini sebagian besar karena pengiriman bantuan terus dihalangi oleh militer yang bertikai, sementara pasokan senjata ke kedua belah pihak terus mengalir masuk.

Dengan sebagian besar perhatian dunia terfokus pada Gaza, yang juga merupakan lokasi bencana kelaparan yang disebabkan oleh manusia, Sudan sudah menjadi negara dengan krisis kemanusiaan terburuk di dunia dan sedang menuju bencana kemanusiaan yang bersejarah, dengan liputan media dan perhatian global yang jauh lebih sedikit.

Permohonan kemanusiaan PBB untuk negara tersebut hanya menerima 16 persen dari dana yang dibutuhkan.

"Kita membutuhkan dunia untuk menyadari bencana yang terjadi di depan mata kita," kata Linda Thomas-Greenfield, duta besar AS untuk PBB, kepada wartawan, seperti dilansir The Guardian, Selasa (18/6/2024).

El Fasher, ibu kota wilayah Darfur Utara dan bekas pusat kemanusiaan, menghadapi pengepungan yang memasuki bulan kedua oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF).

RSF adalah kelompok paramiliter yang telah memerangi Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) sejak April 2023, ketika terjadi perebutan kekuasaan antara dua jenderal yang bersaing, Abdel Fattah al-Burhan dari SAF, penguasa de facto negara tersebut, dan Mohamed Hamdan Dagalo dari RSF. Perang saudara telah menewaskan 14.000 orang dan memaksa 10 juta orang meninggalkan rumah mereka.

Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi yang dirancang Inggris pada hari Kamis, menuntut diakhirinya pengepungan El Fasher. Namun, pertempuran meningkat pada hari Jumat dengan SAF mengklaim telah memukul mundur serangan besar RSF, hingga menimbulkan "kerugian besar".

 

2 dari 3 halaman

Kekhawatiran Jika El Fasher Jatuh ke Tangan RSF

Kepala Badan Pembangunan Internasional AS USAID, Samantha Power, mengatakan ada kekhawatiran mengenai apa yang akan terjadi pada orang-orang yang berlindung di El Fasher jika kota itu jatuh ke tangan RSF.

"RSF sedang bergerak, dan RSF telah bergerak di wilayah Darfur secara historis, dan dalam konflik ini, kekejaman massal pun terjadi," kata Power.

Pasukan tersebut sebagian besar direkrut dari milisi Janjaweed, yang melakukan pembantaian saat berperang di pihak pemerintah Khartoum dalam genosida Darfur pada tahun 2003 hingga 2005.

3 dari 3 halaman

Bantuan AS untuk Sudan

Pada Jumat (14/6), Kepala Badan Pembangunan Internasional AS USAID, Samantha Power, mengumumkan bantuan kemanusiaan baru sebesar USD 315 juta dari AS untuk Sudan, namun mengatakan hampir tidak ada bantuan yang menjangkau populasi terpencil. Kedua belah pihak dituduh menggunakan kendali atas akses pangan sebagai senjata.

"RSF secara sistematis menjarah gudang-gudang kemanusiaan, mencuri makanan dan ternak, menghancurkan fasilitas penyimpanan biji-bijian, dan sumur-sumur di komunitas paling rentan di Sudan," kata Power.

Sementara itu, ketua badan pembangunan AS USAID itu menambahkan, "SAF sepenuhnya bertentangan dengan komitmennya, dan tanggung jawabnya terhadap rakyat Sudan dengan menutup akses lintas batas dari Chad di penyeberangan Adré, yang merupakan jalur utama bantuan untuk memasuki wilayah Darfur."