Sukses

Pengadilan Filipina Jatuhkan Sanksi ke 4 Anggota Polisi Terkait Perang Melawan Narkoba

Keempat perwira berpangkat rendah itu dijatuhi hukuman hingga 10 tahun penjara atas penembakan yang menewaskan dua korban di daerah kumuh Manila selama operasi polisi anti-narkoba.

Liputan6.com, Manila - Empat polisi Filipina dinyatakan bersalah pada Selasa (18/6/2024) atas pembunuhan seorang ayah dan anak, kata pejabat pengadilan.

Hal ini dianggap sebagai kasus langka di mana petugas penegak hukum dituntut karena ikut serta dalam perang narkoba yang digagas mantan presiden Rodrigo Duterte.

Keempat perwira berpangkat rendah itu dijatuhi hukuman hingga 10 tahun penjara atas penembakan yang menewaskan dua korban di daerah kumuh Manila selama operasi polisi anti-narkoba pada tahun 2016, kata hakim pengadilan daerah Manila Rowena Alejandria dalam putusan tertulisnya.

"Perlu dicatat bahwa terdakwa sendiri tidak menyangkal kehadiran dan keikutsertaan mereka dalam operasi polisi yang dilakukan, peristiwa yang sama di mana korban Luis dan Gabriel (Domingo) terbunuh," tulis Alejandria, dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu (19/6/2024).

Ribuan tersangka narkoba dibunuh oleh polisi dan orang-orang bersenjata tak dikenal dalam sebuah kampanye yang menjadi inti dari pemerintahan Duterte tahun 2016 hingga 2022.

Ini merupakan sebuah tindakan keras yang oleh para kritikus digambarkan sebagai pembunuhan di luar hukum yang disponsori negara dan sekarang menjadi subjek penyelidikan oleh Pengadilan Kriminal Internasional.

Pasangan Luis Bonifacio dan Mary Ann Domingo, menangis di bahu putranya saat mereka mendengarkan putusan atas dua tuduhan pembunuhan yang masing-masing dibacakan di ruang sidang sempit di Manila utara, Filipina.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ganti Rugi untuk Ahli Waris Korban

Polisi Manila Virgilio Cervantes, Arnel de Guzman, Johnston Alacre dan Artemio Saguros juga diperintahkan untuk membayar masing-masing 300.000 peso Filipina sebagai ganti rugi kepada ahli waris korban.

Keluarga tersebut menuduh lebih dari puluhan petugas polisi ikut serta dalam penggerebekan malam hari di komunitas kumuh Manila utara.

Keluarga tersebut bersikeras bahwa keduanya tidak terlibat dalam narkoba dan tidak bersenjata saat polisi melepaskan tembakan.

Para terdakwa mengaku membela diri, menuduh para tersangka bersenjata dan telah menembak mereka.

Namun jaksa penuntut negara menjatuhkan dakwaan pembunuhan yang lebih ringan terhadap hanya empat petugas, alih-alih pembunuhan, yang melibatkan niat yang disengaja untuk membunuh dan yang membawa hukuman yang lebih berat.

Penyelidikan di ICC

Data resmi menunjukkan lebih dari 6.000 orang tewas dalam operasi antinarkoba polisi.

Namun kelompok hak asasi manusia memperkirakan puluhan ribu orang yang sebagian besar miskin telah dibunuh oleh petugas dan warga sipil, bahkan tanpa bukti bahwa mereka terkait dengan narkoba.

Duterte secara terbuka memerintahkan polisi untuk menembak mati tersangka selama operasi antinarkoba jika petugas yakin nyawa mereka dalam bahaya.

Sementara tindakan keras tersebut telah dikutuk secara luas dan memicu penyelidikan internasional, hanya lima polisi lainnya yang telah dihukum karena membunuh tersangka narkoba.

 

3 dari 3 halaman

Hukuman untuk Polisi Filipina Tahun 2018

Tiga polisi Manila dihukum pada tahun 2018 karena membunuh seorang anak laki-laki berusia 17 tahun pada tahun 2017. Dua polisi narkotika lainnya dinyatakan bersalah tahun lalu atas pembunuhan terpisah pada tahun 2016 dan 2017, korban terakhir adalah seorang pengusaha Korea Selatan.

Pengacara mengatakan, sebagian besar keluarga terlalu takut untuk mengejar pembunuh kerabat mereka atau tidak punya uang atau waktu untuk mengajukan kasus di sistem peradilan Filipina yang lemah.

Tindakan keras terhadap narkoba Filipina sedang diselidiki oleh Pengadilan Kriminal Internasional, yang mengatakan pada tahun 2021 bahwa tampaknya "serangan yang meluas dan sistematis terhadap penduduk sipil terjadi sesuai dengan atau untuk mendukung kebijakan negara".

Duterte menarik Filipina keluar dari ICC pada tahun 2019, jadi hanya kasus sebelum tanggal tersebut yang dicakup oleh penyelidikan.

Presiden Ferdinand Marcos, yang menggantikan Duterte, telah menolak untuk bekerja sama dalam penyelidikan ICC, dengan mengatakan Manila memiliki sistem peradilan yang berfungsi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.